Selain dari pendekatan kekerabatan, pendekatan kultural juga digunakan sebagai strategi menangkal pencegahan Ahmadiyyah. Saudara yang menganut Ahmadiyyah tidak dikucilkan dalam lingkungan sosial dan kultural. Mereka diajak untuk mengikuti kegiatan yang bisa mendekatkan keakraban dengan keluarga lainnya. Bahkan yang paling sepele memberikan rokok kepada penganut Ahmadiyyah agar mereka mau merokok. Karena merokok haram bagi penganut Ahmadiyyah.
4. Pengajian Keluarga;
Strategi yang lain adalah mengajak mereka untuk mengikuti pengajian keluarga, baik pengajian tahunan, bulanan atau mingguan. Ataupun pengajian tahlilan. Dalam pengajian tersebut selalu disisipkan ajakan-ajakan untuk mengikuti ajaran yang benar.
5. Pengajian Masyarakat;
Untuk mencegah perkembangan Ahmadiyyah, tentu saja yang harus dikuatkan adalah pemahaman masyarakat yang bukan penganut Ahmadiyyah. Masyarakat selalu diingatkan tentang kesesatan Ahmadiyyah, agar mereka tidak terjerumus masuk ke dalam Ahamdiyyah. Pengajian masyarakat digalakan disetiap tempat agar mempersempit perkembangan Ahmadiyyah. Sehingga pergerakan Ahmadiyyah hanya ada di kampung Babakan Cipasung saja.
6. Mengisi Pengajian di Komunitas Ahmadiyyah;
Karena keakraban tersebut akhirnya penganut Ahmadiyyah bisa membuka hatinya dengan cara mengundang Pengasuh Pasantren Cipasung untuk mengisi pengajian di komunitas mereka. Baik pengajian dalam pernikahan, walimahan atau pengajian lainnya. Dalam pengajian tersebut tentu saja selalu disisipkan untuk bisa mengikuti ajaran yang benar. hal ini dialami oleh Ayah penulis. Beliau mengajak para penganut Ahmadiyyah di komunitas Ahmadiyyah untuk bisa mengikuti jalan yang benar.
7. Penempatan Santri Senior beserta Keluarganya di Kampung Babakan Cipasung.
Selain dari strategi di atas, yang paling penting adalah penempatan salah seorang santri paling senior untuk tinggal di dalam komunitas Ahmadiyyah dengan maksud agar mempersempit pergerakan Ahmadiyyah. Yaitu Alm. KH. Ucoy Qusoi, beliau beserta keluarga berani tinggal di komunitas Ahmadiyyah dengan keinginan untuk berdakwah agar penganut Ahmadiyyah bisa kembali kepada ajaran yang benar.
Selain strategi tersebut di atas, penulis sendiri semasa kuliah di Sudan pernah berkorespondensi dengan Hassan bin Mahmood Odeh pendiri Attaqwa Establishment International, seorang mantan Mubaligh Ahmadiyyah yang merupakan mantan Direktur Ahmadiyyah Urusan Timur Tengah.
Dari hasil korespondensi penulis dengan beliau terkait Ahmadiyyah, beliau mengirimkan buku yang berjudul “Ahmadiyya Beliefs & Experiments” tentang perjalanan hidup beliau. Beliau mengirimkan bukunya dalam 3 (tiga) versi, yaitu Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indoensia. Buku edisi Bahasa Arab dipinjam oleh salah seorang pengurus MUI Kab. Tasikmalaya, buku edisi Bahasa Indonesia dipinjam oleh paman Alm. H. Dadang Darmawan yang merupakan Ketua Alumni Sukahideng. Dan edisi Bahasa Inggris ada di kediaman penulis.