Mohon tunggu...
khusnul mubarok
khusnul mubarok Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Belajar sepanjang zaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lika-Liku-Luka pendidikan 2024 menuju 2025

27 Desember 2024   11:09 Diperbarui: 27 Desember 2024   11:09 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya Pendidikan untuk Masa Depan (Sumber: https://perpustakaan-supmtegal.com/Sticky)

Kendala ini tidak hanya dirasakan oleh siswa, tetapi juga guru. Banyak guru yang belum terampil menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Mereka mengaku kesulitan mengikuti pelatihan daring karena keterbatasan perangkat dan koneksi. "Kami ingin belajar, tapi kalau tidak ada sinyal, bagaimana caranya?" ujar seorang guru dengan nada kecewa.

Meski begitu, ada pula cerita inspiratif dari mereka yang tetap berusaha meski dalam keterbatasan. Seorang guru, misalnya, menggunakan rekaman audio yang ia buat sendiri untuk membantu siswanya memahami pelajaran. "Saya pinjam ponsel teman, lalu merekam materi pelajaran. Anak-anak bisa memutarnya berulang kali di rumah," katanya. Usaha ini menjadi bukti bahwa meski tantangan besar, semangat untuk mendidik tetap ada.

Namun, semangat saja tidak cukup. Digitalisasi pendidikan membutuhkan dukungan nyata, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga pelatihan guru yang berkelanjutan. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran besar untuk program ini, tetapi realisasinya di lapangan perlu lebih diprioritaskan pada daerah-daerah yang benar-benar membutuhkan.

Digitalisasi memang menjadi harapan besar untuk masa depan pendidikan. Namun, tanpa pemerataan akses, ia hanya akan menjadi mimpi indah yang sulit terwujud. Untuk itu, semua pihak harus bekerja sama, memastikan bahwa teknologi tidak hanya menjadi milik segelintir orang, tetapi dapat dinikmati oleh setiap anak bangsa.

Kurikulum Baru: Antusiasme yang Belum Sepenuhnya Terjawab

Ketika kurikulum baru diperkenalkan, banyak yang berharap ini menjadi solusi atas berbagai permasalahan pendidikan. Konsepnya yang menekankan pembelajaran berbasis proyek dan kebebasan belajar diharapkan mampu meningkatkan kreativitas dan kemandirian siswa. Namun, implementasi di lapangan belum sepenuhnya berjalan mulus.

Seorang guru mengaku bahwa ia sering kebingungan dalam menerapkan kurikulum ini. "Materinya bagus, tapi kami tidak tahu bagaimana cara mengajarkannya dengan benar. Pelatihan yang diberikan hanya sebentar, dan setelah itu kami dibiarkan sendiri," katanya. Hal ini senada dengan survei yang dilakukan Kemendikbudristek, yang menemukan bahwa 60% guru merasa belum siap menerapkan kurikulum baru karena kurangnya pelatihan dan panduan (Kemendikbud, 2024).

Siswa pun merasakan hal yang sama. Beberapa dari mereka mengaku sulit memahami konsep pembelajaran berbasis proyek, terutama karena keterbatasan alat dan bahan yang tersedia. "Kami diminta membuat proyek, tapi bahan-bahannya mahal dan sulit didapat di sini," ujar seorang siswa.

Di sisi lain, ada juga cerita keberhasilan dari mereka yang mampu memanfaatkan potensi kurikulum baru ini. Di salah satu sekolah, guru dan siswa bekerja sama menciptakan proyek sederhana yang memanfaatkan barang-barang bekas. Proyek ini tidak hanya membantu siswa belajar, tetapi juga menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan.

Kurikulum baru ini sebenarnya memiliki potensi besar untuk mengubah wajah pendidikan Indonesia. Namun, tanpa dukungan yang memadai, ia hanya akan menjadi wacana tanpa hasil nyata. Pemerintah perlu memastikan bahwa pelatihan guru dilakukan secara menyeluruh, panduan pembelajaran tersedia dengan jelas, dan alat pendukung disediakan dengan cukup.

Dengan upaya yang terarah, kurikulum ini bisa menjadi langkah besar menuju pendidikan yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan zaman. Namun, untuk mencapainya, dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak.

Kesenjangan Pendidikan yang Masih Nyata

Dalam perjalanan menuju pendidikan yang merata, kesenjangan antara kota dan desa tetap menjadi luka yang sulit sembuh. Di wilayah perkotaan, sekolah-sekolah telah menikmati fasilitas yang memadai, mulai dari ruang kelas yang nyaman hingga akses teknologi canggih. Sementara itu, di daerah terpencil, banyak sekolah yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar seperti bangku, buku, atau bahkan guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun