Sebelum mengulas keterkaitan antara materi di masing-masing modul, sebelumnya saya akan sedikit mengulas materi pembelajaran berdiferensiasi yang terdapat pada modul 2.1 di program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11 yang saat ini sedang saya tempuh.
Secara etimologis atau asal usul kata, diferensiasi berasal dari Bahasa Inggris, "differentiate" yang artinya perbedaan. Â Maksud dari kata perbedaan ini adalah keberadaan murid di sebuah sekolah yang memiliki keragaman latar belakang, baik secara sosial, kultural, agama, dan keragaman lainnya. Mengingat identitas murid yang heterogen ini, maka kebutuhan belajar murid pun akan beragam dan tidak bisa serta merta diperlakukan secara pukul rata.
Oleh karena itu, para ahli di bidang pendidikan mengemas sebuah sistem pembelajaran bernama pembelajaran berdiferensiasi. Â Dalam bukunya yang berjudul Differentiation Strategies and Examples, Grades 6 -12, Dr. Jessica A. Hocket (2018:6) mengungkapkan, "Differentiation is both a philosophy and a principle-and practice-driven model for effective teaching and learning".
Artinya bahwa diferensiasi adalah sebuah filosofi dan model yang digerakkan oleh prinsip dan praktik untuk pengajaran dan pembelajaran yang efektif. Hocket menambahkan bahwa untuk mengimbangi zaman, guru harus memahami gambaran besar diferensiasi serta komponen utamanya agar mampu menerapkannya di kelas.
Pembelajaran diferensiasi disebutkan sebagai serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas.
Artinya, dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru harus mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, tidak sembarangan menerapkan proses, konten dan produk secara beragam begitu saja. Dalam hal ini, guru harus mengklasifikasikan murid terlebih dahulu dilihat dari 3 hasil assesment, yaitu kesiapan murid (readiness), minat serta preferensi gaya belajar. Preferensi atau gaya belajar murid terdiri dari 3 kategori, yaitu auditory, Â visual serta kinestetis. Setelah memiliki data murid dari salah satu hasil klasifikasi yang disebutkan di atas, guru bisa menerapkan pembelajaran berdiferensiasi bentuk proses, konten maupun produk.Â
Gambaran detail pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi bisa pembaca pelajari dari berbagai sumber yang telah ada. Kali ini saya akan membahas keterkaitan antara modul pembelajaran berdiferensiasi ini dengan modul-modul sebelumnya yaitu  1.1 tentang filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak, modul 1.3 tentang visi guru penggerak, dan modul 1.4 tentang budaya positif.
Jika berbicara tentang korelasi antara modul 1.1 tentang filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi ini sangat erat kaitannya karena pada dasarnya pendidikan adalah upaya untuk menuntun murid dalam mencapai kebahagiaan lahir dan batin sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, maka pembelajaran berdiferensiasi merupakan upaya yang tepat dalam menggali potensi murid.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan upaya seorang guru untuk menyesuaikan strategi pembelajaran dengan kesiapan murid, minat dan gaya belajar mereka. Oleh karena itu, sangat tepat jika pembelajaran berdiferensiasi disebut sebagai upaya mengajar yang berpusat pada murid. Hal ini sejalan dengan isi dari modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak yang memiliki nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi pun merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan peranan guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran, serta mewujudkan kepemimpinan murid.
Materi di modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi  memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan isi materi pada modul 1.3 tentang visi guru penggerak. Berangkat dari pemikiran bahwa seorang guru penggerak harus merumuskan sebuah mimpi atau harapan di masa mendatang, murid seperti apa yang diharapkan terwujud dengan keberadaan kita sebagai guru penggerak.
Visi guru penggerak yang dirancang, harus berdasar pada tujuan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkibhinekaan global, gotong royong, kreatif, mandiri dan bernalar kritis. Â
Visi adalah sebuah mimpi di masa mendatang. Tanpa visi, seorang guru atau sebuah institusi pendidikan, layaknya sebuah tim sepakbola yang tidak memiliki goal, hanya berputar-putar di tengah lapangan untuk mengocek bola. Tanpa tujuan. Hanya rasa lelah yang diperoleh oleh sebuah tim yang tidak memiliki tujuan.
Harapan untuk mewujudkan siswa yang religius, berkarakter, cerdas, cakap digital, mandiri, kreatif, santun, mampu meraih cita-cita sesuai kodrat mereka, dan hidup sejahtera lahir maupun batin, tentunya adalah mimpi dan cita-cita semua guru, karena pada dasarnya guru adalah orangtua kedua bagi murid mereka, dan tidak ada seorangpun orangtua di dunia ini yang berharap sesuatu yang buruk terjadi pada putra putri mereka.Â
Visi saya ke depan adalah "Mencetak Murid yang Religius, Mandiri, Kreatif, Cakap Digital, serta Bahagia Lahir dan Batin". Â Pembelajaran berdiferensiasi yang saya rancang ke depannya, merupakan salah satu upaya saya dalam mewujudkan visi tersebut, dan diharapkan bisa menjadi trigger (pemicu) tumbuhnya budaya positif di sekolah saya. Semoga apa yang saya cita-cita dan saya rencanakan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Aamiin. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H