Juhana menetap di Cihurip dan menikah lagi dengan seorang gadis desa bernama Eni. Sementara itu, Ratmini menikah dengan seorang jawara silat Banjarwangi sekaligus pejuang kemerdekaan bernama Uju.Â
Dari pernikahan Juhana dengan Eni, lahir 7 putra putri. Ade Jajuri (jadi guru di Cihurip), Ai (jadi guru di Cikajang), Mimin (jadi bidan di Jakarta), Koko (wirausaha), Aam (wirausaha), Cucu (wirausaha), dan Encep (wirausaha).Â
Ratmini dan Uju pun kembali memiliki  keturunan. Baik Juhana maupun Uju, membina pertemanan dan persaudaraan yang erat. Tidak ada kebencian di antara mereka. Bahkan putra putri mereka pun berhubungan dengan akur.Â
Juhana mengakhiri karir sebagai kepala SD (Zaman pak Harto, SR berganti menjadi SD). Murid-murid Juhana menyebar di Cihurip dan kini telah menjadi tokoh-tokoh terkemuka di Cihurip. Di masa tuanya, Juhana tinggal dengan Eni di kampung Bunihayu Desa Mekarwangi Kecamatan Cihurip.Â
Nama Juhana sudah terkenal di Cihurip, tidak hanya sebagai guru, namun juga terkenal sebagai orang yang ahli ilmu kanuragan. Dia pun ikut membantu masyarakat bilamana terjadi sengketa tanah warisan.Â
Meskipun bergaji kecil, Juhana memiliki falsafah hidup dan manajemen ekonomi  yang sangat disiplin, dan hal itu diterapkan pada anak dan cucunya. Jauhi berhutang, mau bertani, mau berdagang, dan selalu meningkatkan keterampilan serta wawasan dalam bidang keilmuan apapun.Â
Tidak heran, setelah meninggal, masing-masing ke-14 putra putri Juhana dari hasil pernikahannya dengan Ratmini dan Eni, diwarisi tanah dan sawah yang lumayan luas.Â
Ratusan cucu Juhana sebagian besar berprofesi sebagai guru, mengikuti jejak langkah sang kakek, yang belakangan dikenal dengan panggilan Mama Guru Juhana.Â
(Tamat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H