Jika perahu akan "meloncat" dari ketinggian, pemandu akan memberikan aba-aba "boom". Seru sekali.
Sepanjang perjalanan, terlihat tenda-tenda di kanan kiri sungai selebar 3 hingga 4 meter itu. Ada pula rumah-rumah makan bambu yang sangat artistik sepanjang perjalanan.
Debit air di sungai Palayangan ini sangat stabil karena bersumber dari Situ Cileunca. Ada pintu pengendali air di danau itu. Jadi, baik musim penghujan maupun musim kemarau, debit air masih tetap aman. Aliran sungai itu digunakan sebagai sumber PLTA, jadinya selalu terkendali dengan baik.
Bentuk tenda dan rumah-rumah kayu  yang kami lewati sepanjang sungai unik-unik. Kata si pemandu, biaya menginap di tenda-tenda itu bervariasi, dari Rp. 400 ribu hingga Rp. 1,5 juta per malam.
Selama satu jam berada di atas perahu karet sungguh sangat menyenangkan dan cukup memancing adrenalin. Terombang ambing kanan kiri, kadang merunduk menghindari pepohonan, menghindar dari benturan, meloncat-loncat jika perahu terselip di bebatuan. Kadang spontan berteriak karena perahu meloncat cukup landai. Pokoknya seru dan sulit digambarkan dengan kata-kata.
Sensasi yang didapatkan dengan rafting di Cileunca ini adalah sesuatu yang sangat berkesan.
Tiba di stop point, di area kampung Cisarua, perahu menepi. Kami sudah ditunggu oleh mobil bak dan diangkut kembali ke danau Cileunca. Mobil yang membawa kami terus menanjak menyusuri jalan raya.
"Tasyakur, tafakur, dan tadabbur. Itulah manfaat dari acara ini. Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, kami ingin mempererat tali kekeluargaan para guru dan TU dengan acara yang sangat berkesan dan menyenangkan," kata kepala SMAN 3, Dr. Endang Mulyadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H