Setiap kali menginjakkan kaki di Yogyakarta, ingatan saya melayang ke moment puluhan tahun silam, saat masih berstatus mahasiswa. Bukan berarti saya berkuliah di Yogya, tapi saat saya aktif di pers mahasiswa di kampus Universitas Galuh Ciamis, saya pernah mengikuti Workshop Jurnalisme Advokasi selama dua pekan, yang digelar oleh Lembaga Pers Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.Â
Selama dua pekan itu, saya menjalin persahabatan yang erat dengan sesama aktivis pers kampus dari seluruh Indonesia. Teman sekelompok saya adalah Johan (UII), Lisis (UKSW), Ican (UIN Sunan Kalijaga), Ardiles dan Ola (USU Medan), serta Arif (IAIN Cirebon).Â
Sayang sekali, saya kehilangan kontak mereka. Semoga mereka membaca artikel ini dan kembali menjalin silaturahmi. Masih melekat sekali dalam memori, dulu kami melakukan simulasi lapangan, menelusuri sengketa permasalahan hak kepemilikan tanah antara warga sekitar kampus UIN dengan pihak kesultanan.
Saya sebetulnya baru sadar sekarang, mungkin saja workshop tersebut ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Tapi sudahlah, itu adalah secuil masa lalu saya saja, yang masih berstatus mahasiswa polos dan mengikuti kegiatan workshop karena saking senangnya jurnalistik.Â
Nostalgia kedua di Yogyakarta adalah saat kami mengikuti Diklat Prajabatan CPNS pada akhir tahun 2010. Saya beserta teman-teman kelas A, ditempatkan di Wisma PPSDM Kemendagri di Baciro.Â
Setelah itu, tidak terhitung berapa kali saya mengunjungi Yogyakarta. Terutama setelah diangkat guru PNS di SMAN 3 Banjar sejak 2009, beberapa kali saya menjadi pembimbing studytour anak-anak kelas XI. Secara pribadi, saya pun pernah membawa anak istri, ibu saya dan ibu mertua berwisata ke Yogyakarta.Â
Terakhir kali saya mengunjungi Yogyakarta, adalah bersama guru mitra saya dari Australia, Mrs. Shellee Nikoula dan rekan kerja Krisma Yuanti, S.Sos.Â
Kepergian kami dari Kota Banjar ke Yogyakarta ini adalah untuk mengantar Mrs. Shellee pulang kembali ke negaranya setelah dua pekan tinggal di kota kami, untuk membantu mengajar Bahasa Inggris, jadi juri Speech Contest, serta mengobservasi proses pendidikan di kota Banjar.
Sewaktu muda, Mrs. Shellee pernah berkuliah di FISIPOL UGM. Jadi dia sudah tidak asing lagi dengan kota ini. Ketika datang dari Australia pun, Shellee naik pesawat Jakarta-Yogyakarta, menginap dulu di Yogyakarta semalam, kemudian untuk menuju Kota Banjar, dia naik Kereta Api jurusan Bandung. Saat itu, kami tidak menjemputnya ke Yogyakarta, tapi hanya menjemput di stasiun KA Kota Banjar.Â
Berbeda saat kepulangan ke negaranya, Mrs. Shellee meminta kami untuk mengantarnya ke Yogyakarta.Â
"Kalau kalian tidak keberatan, saya minta diantar saja ke Yogyakarta," katanya. Terlihat sekali raut kesedihan di wajahnya. Sedih karena harus berpisah.Â
"Ya, tentu saja Bu Shellee. Dengan senang hati, kami akan antar Bu Shellee," kata Krisma Yuanti.Â
Akhirnya, Kamis 30 November 2023, kami menaiki KA Eksekutif Argo Wilis. Perjalanan kereta yang begitu cepat, mengantarkan kami ke Yogyakarta kurang dari 3 jam. Tiba di hotel, Bu Shellee meminta kami menemaninya berjalan-jalan di Malioboro sekaligus membeli koper kecil untuk wadah oleh-oleh.Â
Pagi kesokan harinya, Jumat, 1 Desember 2023, setelah sarapan, kami berpisah. Terlihat Mrs. Shellee dan Krisma Yuanti menitikkan air mata perpisahan saat berpelukan. Saya pun ikut terharu, namun apa boleh buat, life must go on.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H