Demikian selebaran yang ditempel di tembok pengumuman asrama kami. Wah menarik sekali, pergi ke pedesaan dan memasak, di selebaran itu juga diberitahukan bahwa bisa juga memancing, bersepeda, dan bermain permainan tembak – tembakan ala ‘counter strike’. Setelah konfirmasi ke panitia, saya – pun memastikan untuk ikut. Panitianya adalah sebuah organisasi yang mengelola kegiatan bersama antara mahasiswa asing dan mahasiswa pribumi. Untuk mengikuti acara tersebut, peserta harus membayar 30 yuan dan bersiap –siap di depan Gedung No. 3 jam 8 pagi pada 10 November 2012.
Cuaca cukup bagus, tidak ada hujan, berkisar antara 3 – 15 derajat celcius. Kami berangkat dengan menumpang bis nomor 591. Usut punya usut ternyata lokasi kegiatan di dalam kampus Huazhong Agricultural University, tempat beberapa mahasiswa Indonesia asal Semarang berkuliah. Dari depan kampus kami menumpang mobil intern kampus dengan membayar 1 yuan.
Dari pemberhentian terakhir angkutan, kami berjalan sekitar satu kilometer lebih. Menuju lokasi yang dikelilingi oleh danau dan rawa – rawa serta kebun – kebun kampus Huanong (sebutan singkatan nama kampus tersebut). Lokasinya cukup terpencil dan sepi dari keramaian. Menyusuri jalanan yang kiri kanannya ditumbuhi pohon – pohon, dengan sebelah kiri danau. Melewati jalan setapak yang kiri kanannya kolam pemancingan dan rawa – rawa tempat menanam teratai, akhirnya kami tiba di lokasi.
Semua gedung terisi penuh, umumnya mereka sibuk memasak, membakar jagung dan lainnya makan minum, karaoke, dan kegiatan lainnya. Umumnya adalah kelompok anak muda, namun ada juga kelompok keluarga. Disini adalah lokasi untuk memasak, sedangkan lokasi untuk bermain tembak – tembakan dengan airsoft gun ada di sebelahnya. Wah bagus juga konsepnya, mungkin perlu ditiru di negara kita, ada lokasi untuk permainan, memasak, dan aktifitas kelompok lainnya, bukan hanya sekedar villa yang ‘serba disediakan’ seperti di daerah Puncak Bogor.
Kemampuan memasak mahasiswa asing dan pribumi cukup seimbang, laki – laki dan perempuan peserta kegiatan rata – rata bisa memasak. Namun kemampuan untuk membuat bara arang untuk bakar - bakaran cukup payah. Sudah menggunakan berlembar lembar kertas koran tak juga jadi bara. Mereka mengipas dengan pelan – pelan, makanya tidak jadi bara. Setelah berkolaborasi dengan bakaran tetangga, dengan meminta arang yang membara ditambah teknik mengipas yang lebih keras, akhirnya bara-pun jadi, dan digunakan untuk membakar bermacam makanan diatasnya.
Di gedung inilah mahasiswa asing dan pribumi berkenalan, bermain bersama, memasak bersama, dan bercanda bersama, melepaskan penat setelah belajar keras Senin sampai Jum’at. Bahasa yang tidak menghalangi interaksi, bahkan menjadi ciri khas interaksi. Beberapa mahasiswa asing terbata-bata berbicara Putonghua, sementara mahasiswa China terbata-bata berbicara bahasa Inggris.
Wuhan, 2012-11-11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H