Sepuluh bulan silam
Taman kota sedang ramai-ramainya, orang lalu-lalang berdatangan. Langit begitu cerah, sinarnya mengintip di sela-sela dedaunan. Aku asyik dengan laptop untuk melanjutkan projek novel yang sedang kugarap, sembari menunggu datangnya 'kekasih'. Novel yang bercerita tentangnya sedang kurangkai, yang sebentar lagi akan memasuki tahap penyelesaian.
"Hai. Sudah lama, ya?" tanya Kienna lalu duduk di sebelahku. "Maaf banget. Tadi jadwal mengajarnya sedikit ngaret, jadi agak telat datengnya."
Kututup laptop, seraya memandang wajahnya yang menawan. Aku tersenyum, menggeleng. "Aku yang seharusnya minta maaf sudah mengajakmu kencan saat jam mengajar masih berlangsung."
"Nggak apa-apa, Kak."
"Mau istirahat dulu atau langsung pergi?" tanyaku.
"Istirahat sebentar, deh," jawabku mengusap keringat yang menggenang pada dahinya.
Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, rupanya sebotol minuman. Diteguknya botol minuman tersebut, lalu memasukkan kembali ke dalam tas.
"Naskah novelku sudah hampir selesai, Kie," ujarku.
Kienna memandangku. "Wah? Serius? Aku ikut senang, Kak. Semoga cepat selesai proyek novelnya, nanti aku bakal jadi orang pertama yang beli bukunya."
"Novel ini bercerita tentangmu, Kie," ungkapku.