"Kok, dada gua sesak, ya?" ucapku dalam hati.
"Lu kenapa, Sa?" tanya Gilang bingung.
"Nggak apa-apa. Ayo semangat, biar nggak dilanjut ke babak adu penalti, Lang!" pekikku sedikit menahan sakit.
Tendangan sudut diambil oleh Gilang. Aku dan Bagas mencari ruang kosong agar dapat leluasa menceploskan bola ke dalam gawang lawan. Gilang ancang-ancang dan melambungkan bola setinggi dada. Aku bergerak diam-diam ke depan lawan sebelum akhirnya melompat menyambut datangnya bola. Lawan berusaha menggangguku dengan sedikit dorongan saat diriku melompat sehingga aku terjatuh di bawah guyuran hujan, meski bola berhasil kusambut dengan dadaku.
"Dada gua semakin sesak," kataku terbata-bata.
Gilang dan Bagas yang melihatku tersungkur segera memanggil tim medis. Kulirik Kiandra ikut masuk ke dalam lapangan. Tim medis segera memeriksa keadaanku yang semakin kesulitan bernapas. Kiandra berada di dekatku berusaha membisikkan sesuatu.
"Sa, lu berhasil!" ucapnya meneteskan air mata, walaupun tak terlihat akibat guyuran hujan.
"Te-terima kasih udah kasih kesempatan itu, Ki. Gua sayang sama lu," ungkapku terbata-bata dengan napas yang terengah-engah.
"Mahesa!" teriak Kiandra menembus langit. "Sa, bangun dong! Lu udah berhasil. Gua mau jadi pacar lu!"
Kiandra berusaha menggoyang-goyangkan tubuhku yang tak sadarkan diri. Wasit yang melihat kondisi tersebut pun mengakhiri pertandingan dengan skor akhir 2-1 untuk kemenangan sekolahku. Aku ditandu menuju ambulans dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Kiandra ikut masuk ke dalam ambulans dan berusaha membangunkan diriku yang masih belum sadar.
***