“Sekitar sini ada angkringan, di sana ada susu jahe atau wedang jahe. Ada juga jagung bakar, Ray,” ujarku sedikit menoleh.
“Mantap banget, Mas. Kita ke sana, ya,” kata Raya.
Kupacu sepeda motor di tengah dinginnya malam. Hamparan sawah yang sepi kulintasi berdua dengan Raya. Kulihat dari spion, ia begitu menikmati udara serta pemandangan malam yang begitu menakjubkan. Raya menghela napas dan mengeluarkan beban di dalam pikirannya, keluar kaubeban pikiran, katanya. Aku hanya bisa tertawa melihatnya.
Lima menit kemudian kami sampai di angkringan. Aku langsung memesan segelas susu jahe, sedangkan Raya memesan wedang jahe untuk menghangatkan tubuhku.
“Kamu nggak mau pesan jagung bakar?” tanyaku.
“Nggak, deh. Aku udah kenyang banget karena acara di balai desa tadi,” jawabnya memeluk dirinya yang dingin.
“Dingin, ya? Apalagi kamu cuma pake kebaya aja.”
“Iya nih, Mas. Kayaknya malem ini paling dingin, deh, dari malam-malam sebelumnya.”
Beberapa menit kemudian pesanan kami diantar. Aku langsung menyeruput hangatnya susu jahe, begitu pun Raya yang langsung reda dingin pada tubuhnya. “Besok kamu ngajar, Ray?”
“Aku liburin, Mas. Kasian anak-anak dari pertama aku dateng belum libur,” ucapnya tertawa pelan.
“Bagaimana kalau besok saya ajak kamu ke wisata air terjun dekat-dekat sini?” tanyaku sembari meneguk minumanku.