Di sebuah gubuk, seorang ibu sedang memasak puisi, sementara putri kecilnya menangis kelaparan.
“sabar nak, sebentar lagi makanannya matang...” kata si ibu menghibur dengan getir.
Tapi sudah berjam-jam, tak ada sesuatu yang bisa dimakan.
Seorang presiden yang sedang menyamar sebagai Tukang kebun kebetulan lewat dekat gubuk tersebut. Aroma puisi yang mengepul dan tangisan putri kecil yang kelaparan menghentikan ayunan sepeda onthelnya.
“mengapa engkau memasak kata-kata?” tanya sang presiden yang sedang menyamar sebagai tukang kebun itu kepada si ibu yang sedang memasak puisi.
“ini sekedar untuk menghibur putri kecilku, karena tidak ada yang bisa aku masak hari ini” jawab si ibu.
Bergegas sang presiden yang sedang menyamar sebagai tukang kebun itu menyambar sepeda ontelnya, putar haluan menuju istana, dilewatinya beberapa paspampres yang tidak menyadari kehadirannya, kemudian menyusup ke lumbung istana.
Presiden yang sedang menyamar sebagai Tukang kebun itu mengambil sekarung beras yang kemasanya berlogo burung garuda dan bertuliskan “jangan pakai ganco”.
Sekarung beras itu diletakkannya di atas palang sepeda onthelnya, lalu dia kembali mengayuh, melewati beberapa paspampres yang tidak menyadari kehadirannya, menuju gubuk tempat ibu yang memasak puisi.
“ambilah beras ini’, kata presiden yang sedang menyamar sebagai tukang kebun kepada ibu yang memasak puisi. “puisi tidak bisa memberi anakmu makanan", lanjutnya.
“tapi mengapa engkau datang ke sini hanya karena aku memasak puisi?” Tanya si ibu.