Mohon tunggu...
Aan Nurfauzan
Aan Nurfauzan Mohon Tunggu... Freelancer - Virtual Assistant

Seorang penulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kepmenkominfo 172: Aturan Baru yang Mengancam Kebebasan Berpendapat di Media Sosial, Kita Kecolongan!

9 Juli 2024   12:59 Diperbarui: 25 Agustus 2024   04:08 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan baru, terutama dalam hal regulasi dan kontrol pemerintah. Baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) merilis sebuah peraturan kontroversial yang berpotensi membatasi kebebasan berpendapat di media sosial. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 172 Tahun 2024, yang singkatnya kita sebut saja " Kepmenkominfo 172." (judul aslinya panjang banget!)

 Latar Belakang dan Kontroversi

Kepmenkominfo 172 adalah tindak lanjut dari Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat. Pada tahun 2022, Peraturan Menteri ini sempat membuat heboh di kalangan pengguna media sosial, terutama para gamers, freelancer, dan influencer. Banyak platform seperti Steam dan Paypal sempat terancam diblokir karena tidak melakukan registrasi sesuai peraturan yang ada.

Kepmenkominfo 172 memberikan petunjuk teknis atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat, termasuk ketentuan denda administratif bagi platform yang tidak memenuhi perintah Kemenkominfo untuk men-take down konten tertentu. Kepmen ini memberikan batas waktu 24 jam bagi platform untuk menghapus konten yang dianggap tidak mendesak, dan hanya 4 jam untuk konten mendesak. Jika tidak dipatuhi, platform tersebut akan dikenakan denda atau bahkan diblokir di Indonesia.

 Masalah Utama dalam Regulasi

Ada dua masalah utama dalam regulasi ini yang berpotensi membungkam suara masyarakat di media sosial:

1. Keberadaan Pasal Karet: Kepmenkominfo 172 mewajibkan platform untuk memastikan bahwa konten yang dilarang tidak tersebar di platform mereka. Namun, definisi "konten yang dilarang" termasuk frasa seperti "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum," yang sangat tidak jelas dan subjektif. Hal ini memberikan kewenangan besar kepada pemerintah untuk menafsirkan dan menindak konten yang dianggap melanggar aturan tersebut, mirip dengan pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sering digunakan untuk membungkam kritik.

2. Lemahnya Mekanisme Banding dan Transparansi: Meskipun platform memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas perintah Kemenkominfo, prosesnya sangat rumit dan tidak efisien. Dalam waktu yang sangat singkat, platform harus memberikan alasan mengapa konten tersebut tidak melanggar aturan, mengajukan surat resmi, dan menghadapi denda jika tidak memenuhi batas waktu. Hal ini membuat platform cenderung lebih memilih untuk menuruti perintah daripada membela pengguna. Selain itu, tidak ada kewajiban bagi platform atau pemerintah untuk membuat laporan transparansi yang memadai, yang mencakup alasan di balik keputusan, proses pengambilan keputusan, dan analisis konteks.

 Dampak Terhadap Kebebasan Berpendapat

Kasus seperti yang dialami oleh pengguna media sosial bernama Kamal, yang kontennya diminta dihapus oleh Kemenkominfo hanya karena menyertakan komentar dari akun partai politik, menunjukkan bagaimana regulasi ini dapat digunakan untuk membungkam kritik. Razia dan pemberedelan suara warga di media sosial akan semakin masif dengan keberadaan Kepmenkominfo 172 ini.

x/Dok. pri
x/Dok. pri

Regulasi ini lebih mengedepankan semangat kontrol dan pendisiplinan ketimbang semangat tata kelola dalam mengatur kehidupan di media sosial. Ketiadaan due process of law atau proses hukum yang adil, ditambah keberadaan pasal karet, menandakan bahwa pemerintah tidak memahami prinsip kebijakan yang menghargai hak publik. Prinsip-prinsip yang seharusnya ada dalam pembatasan hak, seperti kejelasan dan ruang untuk membela diri, tidak tercermin dalam dua aturan ini. Dalam konteks ini, semangat pemberedelan lebih kental terasa.

Untuk mendapatkan informasi seputar hukum lainnya, kamu dapat mengunjungi website utama kami di warnamuda.com, yaa.

* Regulasi Dasar Pelaksanaan:

Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 172 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Pengenaan Sanksi Denda Administratif Atas Pelanggaran Pemenuhan Kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat User Generated Content untuk Melakukan Pemutusan Akses.

(((panjang banget, kan? ))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun