Pasar Inai, terletak di pinggiran Sungai Sesayap di Desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat Kabupaten Malinau. Dibangun dengan menjual gagasan kearifan lokal (local wisdom), Pasar Inai diresmikan 21 Oktober 2016 oleh Bupati Malinau Dr.Yansen TP, M.Si. Pasar yang buka dua kali dalam seminggu yaitu hari Selasa pagi dan Jum'at pagi ini menawarkan berbagai bahan makanan seperti sayuran, buah, beras, dan bahan makanan lainnya khas masyarakat Dayak Kabupaten Malinau.
Saya menyebut gagasan kearifan lokal karena proses produksi barang yang dijual mengadopsi gagasan dan nilai-nilai lokal setempat yang bersifat bijaksana dan diwariskan secara turun-temurun. Pertanian sayuran, buah-buahan dan beras dihasilkan dari perkebunan maupun perladangan secara organik. Bahkan beberapa bahan makanan yang tidak akan bisa kita jumpai di pasar lain namun dapat anda temukan di Pasar Inai seperti Umbut Bau, Umbut Talang, Bawang Rambut/Pucai,Bawang Dayak, Daun Singkong Tumbuk, Sayur Belusut, Payang, Lemang, Ikan Pelian, Ikan Seluang dan masih banyak lagi.
Dengan branding kearifan lokal tentu Pasar Inai memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Saya dengan dibantu beberapa rekan yang biasa berkunjung ke Pasar Inai mencoba melakukan riset kecil untuk melihat seberapa besar potensi ekonomi Pasar Inai.
Sebagai sampel, kami mengambil 20 orang pedagang untuk menjadi responden. Populasi pedagang di Pasar Inai sebanyak 105 pedagang. Sampel dipilih dengan metode acak sederhana (simple random sampling) untuk mewakili populasi. Kunjungan kepada responden dilakukan dua kali yaitu hari selasa dan jum'at. Dari hasil riset ini beberapa hal penting yang dapat diperoleh diantaranya :
Pertama, 90 persen pedagang mendapatkan barang dagangannya dari hasil kebun sendiri dan hanya 10 persen pedagang yang mendapatkan barang dagangannya dari orang lain. Artinya bahwa pedagang di Pasar Inai dengan sendirinya memutus rente perdagangan yang membuat harga menjadi lebih mahal tetapi kurang menguntungkan petani. "Memanusiakan petani" menjadi hal penting dan menarik dari Pasar Inai. Dengan langsung menjual ke konsumen, petani mendapat harga terbaik yang mampu membuatnya lebih sejahtera.
Ketiga, total perputaran uang di Pasar Inai dalam sekali melapak sebesar Rp. 81.112.500,-. Artinya dalam sebulan diperkirakan ada uang beredar di Pasar Inai sebanyak Rp. 648 juta. Nilai yang sangat besar dalam sebuah ekonomi tradisional.
Potensi ini sudah dilirik oleh dunia perbankan di Malinau dengan menghadirkan mobile banking. Saya mencoba menelusuri potensi penabung maupun kreditor di Pasar Inai melalui diskusi dengan pelaku perbankan. Informasi yang saya peroleh bahwa jumlah penabung di Pasar Inai sebanyak 40 orang dengan rata-rata uang yang ditabung setiap kali buka sebesar Rp. 200.000,-. Informasi berikutnya adalah  bahwa sampai saat ini belum ada satupun pelaku usaha di Pasar Inai yang mengajukan pinjaman di Bank untuk mendukung  usahanya. Tentu ini informasi menarik sekali bagi kita. Ternyata nilai tabungan pedagang cukup besar untuk ukuran pasar kecil.
Segala potensi ini menjadi lebih menarik jika kita kaitkan dengan perkembangan ekonomi terkini di era digital. Dalam paparannya minggu lalu pada suatu acara bertajuk "Tren Ekonomi Baru di Era Digital", yang digelar di Plenary Hall Jakarta Convention Center, Presiden Jokowi menyampaikan 4 hal penting yang terjadi di dunia bisnis saat ini.
Pertama, tren pergeseran perniagaan dari pola offline ke pola online. Saat ini masyarakat di kota-kota besar dimanjakan oleh dunia digital. Kalau mau makan tinggal klik aplikasi, sekian menit datang makanan yang kita pesan.
Tren kedua. Sekarang orang belanja pengalaman, bukan sekadar belanja barang. Beli makanan, langsung upload di facebook, instagram, atau youtube. Bukan barang bermerek yang dikejar generasi milenial, tapi pengalaman yang seru. Implikasinya, pelaku bisnis perlu memberi muatan "nilai pengalaman" yang eksklusif pada produknya.
Ketiga. Munculnya t ren "sharing economic". Sekarang mau naik mobil, tak perlu beli, bisa pakai mobil orang dengan memesan lewat aplikasi.
Lalu tren keempat, saat ini terjadi perubahan struktur pengeluaran. Pola konsumsi sedang berubah. Maka pola produksi juga harus berubah. Dulu orang  keluar duit untuk beli buku, majalah, atau koran. Sekarang semua itu tersedia gratis di internet. Dulu nonton harus bayar, sekarang nonton gratis di internet. Ini semua akan berdampak pada sisi produksi.
Keberadaan Pasar Inai ada dalam salah satu trend di atas yaitu trend kedua. Dengan konsep local wisdom, Pasar Inai menawarkan pengalaman belanja yang sangat menarik. Berburu bahan makanan khas Warga Dayak Malinau yang tidak bisa ditemui di pasar lainnya. Tentu bagi generasi milenial yang suka cekrak-cekrek pakai smartphone. Pasar Inai adalah destinasi yang sangat menarik.
Anda tertarik..? Silahkan datang ke Pasar Inai, bawa rupiah untuk belanja dan jangan lupa bawa gawai anda untuk sedikit cekrak-cekrek lalu upload untuk berbagi pengalaman..
Menyenangkan bukan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H