Mohon tunggu...
Aang Kunaefi
Aang Kunaefi Mohon Tunggu... -

Pribadi yang simple, mau belajar dari apa saja, easy going dan mencoba menuliskan gumaman hati. ~~ My Twitter: @aang_kunaefi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Saya, Pelajaran Seyan, dan Mimpi-mimpi Saya

1 Februari 2012   06:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:12 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkaryalah!!

Tak sengaja saya teringat filosofi peperangan, jika kita mau perang besok pagi dan sekarang kita tahu identitas musuh yang kita hadapi, kita tahu karakteristik metode perang mereka dan kita tahu seberapa kuat persenjataan mereka, maka kita kemungkinan besar bisa memenangi peperangan. Namun hal itu tidak akan pernah berlaku jika kita tidak tahu diri kita karakter diri kita sendiri. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengetahui diri kita setiap saat. Kenapa? Karena manusia itu dinamis, tidak pernah stagnan. Manusia mempunyai perangkat mumpuni untuk melalukan perubahan-perubahan setiap saat, perangkat itu yang bernama akal (bukan otak), mahakarya Tuhan yang paling menakjubkan. Oleh karena itu kendalikanlah sebijaksana mungkin, seperti yang para sastrawan latin Latin katakan:

Ars longa vita brevis!!”

Kreativitas tidak akan pernah ada habis-habisnya, sedangkan hidup terbatas. Jadi mari berkarya selagi bisa!

Pepatah Latin lain juga berkata:

“Cogito, Ergo sum!”

Aku berpikir, maka aku ada. Alangkah berharganya penggunaan akal manusia, jika dikendalikan dengan bijaksana.

Belajar kepada setan!

Saya sebenarnya adalah orang yang biasa-biasa saja, “just someone among others”. Dibilang pintar, saya pikir tidak. Dibilang bodoh, saya juga tidak mau. Tapi sudah lah, tidak ada gunanya membahas pintar atau bodoh, toh bukan itu juga yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan kelak. Saya tidak pernah minder jika pun saya ini dilahirkan menjadi orang yang tidak termasuk orang-orang dengan kemampuan otah yang wah, IQ yang serba wah, dst.

Orang besar itu adalah orang yang mampu memekarkan dirinya sendiri, bukan dimekarkan orang lain.”

Namun satu hal yangt pasti, dari dulu saya selalu belajar untuk mengenali diri saya sendiri, jadi karena sampai sekarang masih dalam proses belajar, saya rasa saya belum sepenuhnya mengenali diri saya sendiri. Proses inilah yang mungkin tidak akan pernah berhenti sampai saya tidak lagi di dunia ini.

Saya bersyukur bisa dibesarkan di daerah yang sangat kaya akan perbauran budaya dengan karakter orang plural, dengan background ekonomi yang sangat beragam juga. Dengan itu, saya bisa menghargai perbedaan. Ya kita tidak akan pernah mengerti arti sebuah kebersamaan jika kita sendiri tidak pernah tahu wajah perbedaan. Saya pikir kebersamaan bukan derevatif kata kerja dari kata sifat “sama”. Ya, jika kita melangkah bersama, tidak harus kita sama-sama melangkahkan kaki kanan atau kaki kiri dulu secara bersama, ada makna yang lebih dalam dari itu. Hidup yang saya bukan hanya sekedar rutinitas yang beberapa orang melihatnya sebagai sesuatu yang monoton. Saya memandang segala sesuatu dalam hidup ini adalah keajaiban, yang mungkin beberapa orang tidak percaya dengan itu. Saya hanya ingin hidup saya seperti air, air itu tidak berbentuk, lunak dan bisa menyeruak di antara bebatuan. Air itu benda yang lunak, lembut dan sangat cair. Sedangkan batu adalah benda keras, dan air bisa memecahkannya, tetes demi tetes.

Background keluarga saya mungkin mungkin bukan dari dunia pendidikan, namun bukan berarti mereka tidak peduli dengan pendidikan. Saya masih ingat betul orang tua saya pernah berpesan kepada saya:

“Kami mungkin tidak bisa mewarisi kamu harta yang melimpah karena kami memang tidak punya itu, tapi kami harap kami bisa memberimu ilmu (pendidikan), kelak bisa membantumu dan orang-orang di sekitarmu.”


Itu lah ilmu, semakin kita membaginya kepada orang lain, tidak semakin berkurang ilmu kita, malah sebaliknya. Ilmu lah yang akan menjaga kita, inilah bedanya kaya harta dengan kaya ilmu dengan ilmu harta. Bayangkan bagaimana orang-orang yang kaya harta bersusah payah harus menjaga hartanya. Tapi bukan berarti saya tidak menginginkan harta karena agama pun memerintahkan kita untuk mencarinya, harta itu penting namun pada kadar dan proporsi yang semuanya seimbang.

Oke, kita kembali lagi kepada masalah ilmu. Kita harus bijaksana memaknai kata ilmu. Ilmu itu tidak hanya terbatas pada pelajaran yang kita dapat di bangku sekolah maupun di lokasi perkuliahan. Namanya juga belajar, jadi tidak ada batasan itu melakukannya. Bisa saja saya juga belajar kepada setan, lantas kenapa? Saya kan Cuma belajar, bukan berarti saya harus mengikuti cara-cara setan atau bukan berarti saya harus patuh kepada setan, saya hanya belajar!!

Manusia itu perlu warna hitam untuk mempertegas warna putih, bukan?

Jangan pernah bermimpi

Beberapa orang bilang:

“Bermimpilah sebanyak mungkin, karena suatu saat nanti beberapa dari mimpi-mimpimu akan terwujud.”

Sementara yang lain mengatakan:

“Janganlah bermuluk-muluk dalam bermimpi, karena engkau akan terus bermimpi dan enggan untuk bangun dari tidurmu.”

Mimpi, harapan dan cita-cita adalah mesin pembunuh yang sangat dahsyat, mereka bisa membunuh kemalasan kita, membunuh rasa percaya kita, membunuh rasa benci kita, atau bahkan SEBALIKNYA, kepercayaan kita yang terbunuh.

Kalau boleh jujur, dari dulu waktu TK, SD, SMP, SMA sampai saat saya menulis artikel ini saya paling tidak konsisten dengan dengan cita-cita saya, mungkin berbeda dengan kalian. Jika saya ditanya hari ini “apa cita-cita kamu?”, “Dokter!”. Jawaban itu mungkin tidak berlaku lagi buat saya jika pertanyaan yang sama ditanyakan kembali. Ya, semua memang kondisional, bersyarat, tergantung keadaan, tergantung suasana.

Seperti halnya penjahit, dia akan tetap mengukur tubuh pelangganny setiap kali pelanggan itu datang untuk menjahit baju baru, walaupun pelanggan itu baru kemarin mengukur tubuhnya untuk menjahit bajunya.

Apakah benar-benar ada yang pasti di dunia ini?

Tawar-menawar dengan Tuhan

Saya pikir cita-cita itu bukanlah hal yang paten, bukanlah hal permanen, bisa saja cita-cita itu hanyalah temporer. Saya jadi ingat pepatah inggris kuno:

“Man propose, God dispose.”

Ya, manusia hanya bisa berencana, Tuhan lha yang mempunyai hak untuk menentukan jalan hidup kita. Tapi bukan berarti kita harus menyerahkan hidup kepada nasib, hal itu sama saja tidak benar, karena hal itu saya saja kita bermain judi, sangat spekulatif.

Pada dasarnya Takdir manusia itu sudah ada, tapi kita setiap saat kita menawarnya kepada Tuhan dan memang itu yang Tuhan mau. Dalam doa kita menawar, dalam sholat kita menawar, jika kalian ke Masjid, Gereja, Pure, Kuil atau ke tempat ibadah yang lain dan kita berdoa, secara tidak langsung kita melakukan “penawaran” kepada Tuhan, dan itu sah-sah saja, tidak ada yang salah.

Tuhan itu pasti mendengar doa hamba-hambaNya, tapi kita manusia tidak pernah tahu apakah doa yang kita panjatkan itu dikabulkan, ditunda atau bahkan diberi yang lebih baik dari doa yang kita panjatkan, dan memang kita tidak perlu tahu akan hal itu.

Plan your works, work your plans!!

Orang mungkin akan memilih tidur jika mimpi-mipmpi dalam tidurnya lebih indah dari kenyataan yang dijalaninya.

Bermimpilah, tapi jangan pernah takut untuk bangun dari tidur walaupun kenyataan yang kita jalani jauh lebih buruk dari mimpi-mimpi kita. Tentunya mimpi bukan dalam artian sempit seperti yang kita alami waktu tidur.

Saya selalu mencoba untuk membuat rencana-rencana, mimpi-mimpi dan harapan-harapan ke depan. Menjadi visioner itu perlu asalkan terarah, asalkan rasional dan saya siap dengan konsekuensi-konsekuensinya kelak. Kalau pun mimi-mimpi itu tidak terwujud, saya tetap akan bangun dari “tidur” saya. Kebijaksanaan apa yang bisa diambil dari sebuah kesalahan dan kegagalan selain mengambil pelajaran darinya?

Oke kembali kepada cita-cita, jika pertanyaan tentang cita-cita tadi ditanyakan lagi kepada saya saat ini, maka jawabannya adalah cita-cita saya hanya ingin menjadi seseorang diantara yang lain, maksdud saya saya hanya akan mengambil suatu peran dan yang hanya bisa lalukan adalah memainkan peran yang saya pilih.

Manusia paling utama itu adalah manusia yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Untuk menjadi orang bermanfaat bagi orang lain itu tidak harus menjadi presiden, menteri, dokter atau menjadi pengusaha kaya. Profesi hanyalah media untuk melakukan itu, akan tetapi fokusnya tetap pada tujuan kita untuk menjadi bermanfaat, buak untuk menjadi dokter, presiden, pengusaha atau apa saja.

Untuk saat ini, cita-cita saya ingin menjadi abdi negara, abdi rakyat, karena saya sekarang saya sekarang kuliah di Sekolah Kedinasan yang dimiliki oleh Negara (baca: Rakyat). Karena mungkin kesempatan terbesar saya bisa saya dapatkan melalui hal itu.

Apapun profesi kita, baik itu mahasiswa, dokter, pengusaha, tukang ojek, apapun! Persembahkanlah yang terbaik untuk profesi kalian, Insyallah jika kita menanam kebaikan, kebaikan pula yang akan kita panen. Jangan pernah takut berbuat salah, kawan.

“To err is human, to forgive is Divine.”

Membuat kesalahan itu adalah sifat-sifat manusia, dan memaafkan itu adalah perbuatan yang bijaksana.

AANG KUNAEFI

10/04/2011
Tangerang Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun