Kalau boleh jujur, dari dulu waktu TK, SD, SMP, SMA sampai saat saya menulis artikel ini saya paling tidak konsisten dengan dengan cita-cita saya, mungkin berbeda dengan kalian. Jika saya ditanya hari ini “apa cita-cita kamu?”, “Dokter!”. Jawaban itu mungkin tidak berlaku lagi buat saya jika pertanyaan yang sama ditanyakan kembali. Ya, semua memang kondisional, bersyarat, tergantung keadaan, tergantung suasana.
Seperti halnya penjahit, dia akan tetap mengukur tubuh pelangganny setiap kali pelanggan itu datang untuk menjahit baju baru, walaupun pelanggan itu baru kemarin mengukur tubuhnya untuk menjahit bajunya.
Apakah benar-benar ada yang pasti di dunia ini?
Tawar-menawar dengan Tuhan
Saya pikir cita-cita itu bukanlah hal yang paten, bukanlah hal permanen, bisa saja cita-cita itu hanyalah temporer. Saya jadi ingat pepatah inggris kuno:
“Man propose, God dispose.”
Ya, manusia hanya bisa berencana, Tuhan lha yang mempunyai hak untuk menentukan jalan hidup kita. Tapi bukan berarti kita harus menyerahkan hidup kepada nasib, hal itu sama saja tidak benar, karena hal itu saya saja kita bermain judi, sangat spekulatif.
Pada dasarnya Takdir manusia itu sudah ada, tapi kita setiap saat kita menawarnya kepada Tuhan dan memang itu yang Tuhan mau. Dalam doa kita menawar, dalam sholat kita menawar, jika kalian ke Masjid, Gereja, Pure, Kuil atau ke tempat ibadah yang lain dan kita berdoa, secara tidak langsung kita melakukan “penawaran” kepada Tuhan, dan itu sah-sah saja, tidak ada yang salah.
Tuhan itu pasti mendengar doa hamba-hambaNya, tapi kita manusia tidak pernah tahu apakah doa yang kita panjatkan itu dikabulkan, ditunda atau bahkan diberi yang lebih baik dari doa yang kita panjatkan, dan memang kita tidak perlu tahu akan hal itu.
Plan your works, work your plans!!
Orang mungkin akan memilih tidur jika mimpi-mipmpi dalam tidurnya lebih indah dari kenyataan yang dijalaninya.