Ada beberapa pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Menurut Imam al-Rafi'I hukumnya sunah. Sedangkan dalam pandangan Imam an-Nawawi adalah fardhu kifayah, dan menurut Ibnu Mundzir dan Ibn Khuzaimah hukumnya fardhu 'ain. Dari semua hal itu saya berkesimpulan bahwa sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki sangat sangat dianjurkan.
Lalu muncul pertanyaan bagi saya. Kenapa laki-laki diperintahkan sholat berjamaah di masjid? Apa hikmah laki-laki sholat di masjid? Pertanyaan ini muncul karena saya meyakini bahwa segala perintah Allah apapun itu pasti manfaatnya akan kembali ke manusia. Artinya Allah tidak butuh sholat kita tetapi kitalah yang sangat butuh dengan sholat kita.
Bisajadi kenapa laki-laki diperintahkan sholat berjamaah di masjid karena Islam datang untuk membangun hubungan yang harmonis dalam kehidupan masyarakat.Â
Seperti kita tahu bahwa laki-laki adalah kepala keluarga atau calon kepala keluarga. Dengan adanya sholat berjamaah di masjid semua kepala keluarga itu akan bisa bertemu satu sama lain, bertegur sapa, bersalaman, menanyakan kabar dll.Â
Komunikasi secara langsung ini sangat efektif untuk menumbuhkan kesadaran kebersamaan, kesadaran saling mengenal satu sama lain dan  kesadaran gotong royong sehingga andai ada permasalahan kecil misalnya ribut antar keluarga dengan keluarga bisa dikomunikasikan langsung sehingga masjid pun menjadi tempat solusi kemasyarakatan.Â
Sayangnya mungkin hari ini masjid hanya seolah dijadikan tempat peribadatan saja padahal Rosululloh dulu menjadikan masjid sebagai markas dan sarana mempersatukan umat, bukan? Kenapa hari ini masjid malah hanya dijadikan tempat ibadah saja?
Demikian juga dalam konteks sholat Jumat yang dilakukan seminggu sekali. Menurut saya itu semacam "pertemuan tingkat desa". Masyarakat berkumpul bersama menjalankan perintah Allah yakni sholat jumat dan juga berkumpul bersama mendengarkan petuah atau nasihat dari Khotib melalui khotbah.Â
Saya juga berpendapat mestinya khotib adalah kyai atau ustadz atau sesepuh di desa itu sebab beliau yang dituakan dan lebih tahu permasalahan di desa itu sehingga dalam khotbahnya ia akan mengajak masyarakat untuk memperbaiki kondisi desa dan masyarakat. Tetapi hari ini khotib malah mengundang dari tempat lain atau desa lain yang barangtentu bisajadi kurang tahu secara detail daripada kiai desa asli itu.Â
Bukankah luar biasa andai setiap seminggu kita diajak bersama-sama membangun desa dan juga yang utama membangun ketaqwaan masing-masing kita?Â
Bukankah dulu Rosululloh menjadikan khotbah untuk memberi nasihat dan arahan pada sahabatnya tentang kondisi saat itu? Khotbah dulu menjadi tempat solusi sedangkan hari ini seolah khotbah malah jadi ajang tarung kepintaran malah ada yang jadi pemecah belah? Ini kenapa?
Pada sholat jumat juga biasanya sebelum dimulai ada perwakilan dari DKM ( Dewan Kemakmuran Masjid) yang menyampaikan sambutan, melaporkan hasil sumbangan kotak amal dan mendoakan masyarakat yang sedang sakit. Saya malah berfikiran mestinya bukan hanya itu saja. Kan kas masjid banyak.Â
Kenapa mengendap percuma? Padahal bisa juga digunakan sebagai agenda pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, menangani orang jompo yang mestinya bisa ditangani, bisa juga dana itu untuk kemajuan pendidikan desa misalnya mengadakan taklim umum seminggu sekali untuk semua masyarakat dsb .Â
Artinya dana itu benar-benar terasa manfaatnya buat umat. Akhirnya  Sholat Jumat menjadi oase bagi masyarakat miskin dan menjadi solusi bersama kehidupan masyarakat.
Di desa saya, khotib berkhutbah memakai Bahasa Arab. Saya berpendapat bisajadi para leluhur desa saya pada ahli bahasa Arab sehingga dalam khotbah pun berbahasa Arab sampai sekarang. Namun bagi saya pribadi yang tidak ngerti Bahasa Arab menjadi persoalan sehingga saya tidak tahu menahu apa yang disampaikan. Saya tidak menyalahkan dan kurang ajar sekali andai saya menyalahkan karena Khotib di desa saya itu juga guru ngaji saya.Â
Beliau yang mengajarkan saya ngaji kitab kuning. Ini hanya semacam keinginan saja sebab saya melihat banyak jamaah apalagi yang di teras atau di luar masjid mereka tidak mendengarkan khotib.Â
Banyak yang ngobrol sendiri. Saya juga tidak menyalahkan bisajadi itu sudah menjadi kebiasaan. Andai memakai Bahasa daerah misalnya Bahasa Jawa saya jadi ngerti dan tahu arahan dan nasihat. Ini hanya pendapat saya saja yang pasti bisasaja salah.
Semoga saja Sholat Jamaah di Masjid menjadi sarana mendekatkan kita ke Allah dan juga sebagai sarana membangun hubungan yang harmonis antar masyarakat juga sebagai sarana kemajuan masyarakat serta menjadi oase bagi masyarakat miskin sehingga mereka benar-benar merasa memiliki Islam. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H