Petualangan audio di Indonesia boleh kita sepakatkan bahwa dangdut adalah harta karun buat kita semua. Kenapa? Ia mewakili ciri khas bangsa, dangdut pulalah yang sampai kini bertahan di belantika musik Indonesia.
 Sebut saja misalnya nama -- nama kondang :  Rhoma Irama, Mansur S, Maggy Z, Ike Nurjanah, Rita Sugiarto dsb adalah era legenda yang mengisi hari-hari orangtua kita di jalur pertarungan garis gengsi dangdut yang konon katanya dulu itu musik ndeso dan pinggiran. Kita bisa menikmati perayaan nostalgia itu yang sarat perenungan sekaligus bergelora supaya terlihat hipster. Setuju?
Jangan lupa juga nama Didi kempot  adalah nama besar yang mewarisi semangat ciri khas kedaerahan dalam kancah lirik bahasa dengan musik campursari sebagai pedangnya . Fenomena kultular yang bisa mendekati taraf band paling berpengaruh di negeri ini sampai -- sampai Bahasa Jawa go nasional bahkan go internasional itu semua salah satunya berkat tangan dingin dan buah karya hebat dari Godfather of Brokenheart  Mr Didi Kempot. Dia adalah legenda.
Kini era legenda telah berakhir tapi dentuman kendang dan rentetan rima indah serta lirik yang puitis nan unik belum berakhir. Dangdut belumlah mati bahkan bisajadi mendekati masa keemasannya.
Dangdut sanggup menghadirkan komposisi mudah dicerna yang tetap penuh cerita, melankolis dalam takaran pas dan efisien.Â
Dangdut pula yang memporak-porandakkan hujan, kopi, senja yang diklaim sebagai bahan utama anak senja lalu dengan gagah berani dangdut menyuguhkannya dengan cara yang sederhana.Â
Demikian juga regenerasi pendengar dangdut tetap nomer wahid dikalangan kawula muda. Bahkan tiap hari musik dangdut terus menemani nada-nada telinga bangsa ini.
Hal ini berbanding terbalik dengan aliran musik lainnya. Tengok saja musik pop yang dulu di tahun 2005-2015 menguasai acara musik di tivi-tivi, kini mereka bak hilang ditelan bumi. Hanya sedikit band pop yang bertahan dan itu karena kualitas mereka yang mumpuni. Noah, Ungu, Padi, Sheila on 7 dan Dewa19 bisajadi pengecualian. Mereka abadi dalam sejarah musik pop Indonesia. Mereka menjadi panduan darurat andai Musik Pop  itu hancur di masa depan. Apalagi Slank dan Iwan Fals rasanya sulit digantikan, bak tokoh cerita yang terus berkisah menyuguhkan untaian cerita klasik yang kadang pilu namun membius telinga. Sesempurna itu.
Musik dangdut yang ramah telinga seakan terus menantang dirinya sendiri agar bisa berkembang di departemen lirik saat menggambarkan realita manusia Indonesia modern yang heterogen.Â
Nama -- nama baru muncul bagai dihujani seruling Nabi Daud. Sebut saja : Via Vallen, Nella Kharisma, Tasya Rosmala kemudian Denny Caknan, Happy Asmara, Syahiba Syaufa, James AP, Yeni Inka, Gery Mahesa dll.Â
Jangan lupa juga Lesti Kejora sebagai trah dangdut berbahasa Indonesia, rasanya sulit digantikan yang lain. Musik mereka kaya warna, kaya lirik dan kaya nada karena kehebatan dan jelinya para penerus tahta musik dangdut ini. Tabik.
Generasi baru biduan dangdut boleh dibilang berhasil mengeksplorasi bermacam pengemasan lagu untuk pendengar kiwari, dalam lirik yang menabrak semua pagar bikinan Balai Bahasa Indonesia lalu menjadikan bahasa Jawa sebagai racikan utama. Dangdut menjadi eskapisme seutuhnya, yang akan mengantarmu menuju lanskip epik nan magis sehingga tubuhmu akan bergoyang berdendang memasuki alam eargasm.
Menarik untuk diikuti, sejauh mana kereta musik dangdut ini akan terus melaju. Menurutmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H