Beberapa bulan berlalu, mereka memutuskan menikah. Ya, ia telah menemukan cinta takdirnya. Kemudian bulan berlalu kembali, sehabis menjadikan bercinta sebagai hobi dan puas akan kinerja suami yang kuat dan liar karena mungkin tergiur akan indah tubuhnya yang menonjol kemana-mana maka kini tubuhnya sudah berbadan dua alias hamil.Â
Ia ingin mengabarkan hal ini pada lelaki bodoh dan tak pekaan sebagai wujud balas dendam paling nyata, hanya saja ia keliru. Lelaki itu menghilang dari peredaran setelah ia mengucapkan ucapan selamat atas pernikahan sebagai wujud basa basi belaka.Â
Ia tahu dan faham betul bahwa ucapan itu mengandung unsur kepalsuan paling sakit. Ia merasa menang dan puas karena berhasil menghantam hati lelaki bodoh dan tak pekaan itu. Dersik hatinya mungkin koyak.
Beberapa perasaan mungkin tertinggal namun memang harus ada yang tanggal. Kini, anak hasil percintaan itu telah lahir untuk menantang dunia. Kebahagiaan telah meluber ke seantero family, demikian jua perasaannya yang selalu memaknai keajaiban -- keajaiban hasil karya Tuhan melalui adegan demi adegan paling indah yang ia lakukan bersama sang suami. Ia bersyukur dan kehidupannya diselimuti aura- aura cahaya kebahagiaan.
Ya, di hari Rabu hari raya rindu dendam itu. Mata indahnya melihat kembali lelaki bodoh dan tak pekaan di acara kemerdekaan tahun lalu. Ia ingin berteriak "Ayo lihat aku. Ini ada anakku.Â
Hai kau bajingan, coba lihat sini!" Namun sayang sekali takdir Tuhan menyeka amarahnya, lelaki bodoh dan tak pekaan itu seperti masa lalu masih sama tak mau melihat. Berlalu dengan canda tawa tak penting dan pamer pesona kepalsuan. Lenggana.
"Sampai saat tulisan ini berakhir, kaulah yang paling bertanggungjawab atas tetes demi tetes air mataku!" sebuah pesan singkat masuk ke sela-sela telepon perempuan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H