Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Santri Kasmaran Eps 01: Pemandangan dari Atas Menara

10 Agustus 2019   12:06 Diperbarui: 10 Agustus 2019   12:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam hari ini purnama memanjakan para pejalan malam. Sinar terangnya menerangi sampai ke hati paling dalam. Sebuah rasa yang muncul begitu megah dan mempesona : Hati serasa nyaman dan tentram. Kesunyian malam yang kadang sesekali tersaut bunyi angin berhembus. Hawa dingin menerjang badan, menggigil. Azmi dan Nafiza bertemu di persimpangan tempat wudlu. Mereka hendak memperjalankan rohaninya menuju tahta tahajud.

Azmi adalah santri putra juga vokalis grup sholawatan. Suaranya yang merdu dan parasnya yang tampan seakan membuat para santri putri begitu mengidolakannya. Sering ia dijadikan bahan diskusi obrolan para santri putri. Namun semuanya seakan gagal sebab Azmi begitu sangat pemalu dan pendiam. Lain hal dengan Nafiza yang terkesan ceplas ceplos apa adanya. Santri putri satu ini bukan hanya aktif dalam banyak kegiatan namun ia punya kebiasaan aneh bin misterius yakni sehabis tahajud ia akan keluar kobong dan pergi menuju menara masjid. Lalu berdiam diri dengan tatapan tajam dan senyuman tipis yang menawan hati sampai jeda subuh seakan-akan ia sedang melihat bintang timur di langit.

Kegiatan aneh ini memancing rasa penasaran dari Azmi. Gerangan apa Nafiza memandang bintang di langit saat menjelang subuh. Adakah sesuatu yang indah yang bisa dilihat dari sana.
Barangkali ada sesuatu yang menyenangkan.

Ternyata diam-diam Azmi mengintip dari jendela kobongnya. Sesekali melihat tatapan Nafiza yang tajam sambil senyuman manis hadir kemudian.

Anehnya kemudian matanya mengeluarkan air mata. Ada apa? Gerangan Apa?

Karena Azmi tahu batas dan tahu adab tentu ia tidak mendatangi Nafiza. Dalam benaknya ia bergumam " Ya Alloh... Selama ini aku banyak mengenal santri putri namun banyak yang berlindung dalam topengnya. Mereka membanggakan pakaiannya, cap santrinya ataupun jumlah hafalannya. Namun Nafiza lain, Ia apa adanya. Ia ceplas ceplos. Ia bahkan sering bolos mondok dan balik ke pondok dengan wajah lusuh dan terkesan kecapean. Apa yang dilakukannya di luar pondok. Abahpun juga anehnya mengizinkan ia keluar pondok"

Siang harinya, perasaan Azmi semakin menjadi-jadi. Ia nekat saja menaiki tangga menara menuju ruangan atas menara. Barangkali ia akan menemukan pemandangan yang sama dengan apa yang dilihat Nafiza sehingga perasaan misteriusnya dapat terjawab.

Sesampai di atas, Azmi tidak bisa menyimpulkan apa-apa. Ia hanya melihat atap-atap rumah warga. Dan ada ruangan semacam tempat nongkrong dan gardu pos ronda. Sungguh pemandangan yang biasa . Fikir Azmi.

"Apanya yang indah ya.. Apa yang membuat Nafiza dapat tersenyum dengan tatapannya yang tajam. Lalu sejurus kemudian menangis sendu"

"Ah barangkali kalau malam hari aku bisa menemukan jawabannya."

Tentu ia faham keberaniannya diuji dan ia harus menjaga pandangan dan perasaan.

...

Malam hari tiba, Azmi memberanikan diri menaiki tangga menara setelah sebelumnya melihat Nafiza menaiki menara. Dialog dua jiwa pun dimulai.

"Apa yang membuat kamu tersenyum dan menangis melihat kegelapan malam dari ruangan menara ini, Za?" Tanya Azmi malu-malu

Nafiza menjawab sambil telunjuk kanannya menunjuk ke tempat nongkrong,

"Lihatlah kesana. Lihat para anak-anak jalanan dan pengemis itu yang kini sedang tiduran. Kita seperti berumah di angin dan tidak menginjak bumi. Kita disini dididik untuk pintar secara agama dan akhlak namun siapa yang akan mengajari mereka ilmu agama. Apakah kita hanya fokus pada ibadah kita sendiri? Kapan kita mau menginjakan kaki ke bumi dan mau menjadi pendengar yang baik, tempat curhat dan solusi bagi permasalahan mereka"

"Tahukah kamu mengapa aku tersenyum ? Aku tersenyum karena ternyata esok lusa ada tim santri yang akan mendakwahi mereka. Aku curhat ke Abah dan abah langsung respon. Kamu juga besok ikut di tim. Ada empat orang : aku, kamu, Gus Ali dan Kang Bidin." Jawab Nafiza

Azmi tercengang dengan jawaban Nafiza, dan itu membuat dirinya semakin jatuh cinta pada Nafiza.

Kebaikan hatinya yang tulus telah membuka pintu asmaranya yang selama ini tertutup rapat, sikap apa adanya membuat terpesona dan wajahnya yang indah bagai purnama yang memancar di kegelapan malam. Seperti payung hati yang meneduhkan pandangan yang melindungi dari perasaan resah dan gelisah.

Tiba-tiba ada cahaya senter mengarah ke tempat mereka. Satpam pondok mendapati mereka dan segera menangkap dan mengintrogasi mereka.

Bagaimana nasib mereka selanjutnya? Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun