Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tawuran

2 Juli 2018   02:57 Diperbarui: 2 Juli 2018   03:00 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Dasar banci! Sini lo. Kubunuh lo. Perlok Anj*ng. Fu*k Perlok. LokUnited sampai matiii!!!" Bentak mereka

Pertarunganpun tak bisa dihindari. Awalnya hanya ayun-ayunan pedang sampai ketika temanku yang bernama Ayub terkena sabetan pedang. Buru-buru aku lari kesana berusaha menyelamatkannya.

Perutnya robek. Tubuhnya bersimpuh darah. Mereka para LokMilitan sudah kabur. Aku ketakutan dan kebingungan. Tubuhnya bersimpuh darah.

Polisi datang terlambat untuk mencegah terjadinya tawuran. Dan temanku ini tewas.

Awalnya aku kira dengan menjadi nakal, anarkis dan juga premanisme membuatku disegani dan ditakuti. Tetapi hal itu salah besar. Kematian akibat tawuran tak pernah menjadi trauma masyarakat. Bahkan masyarakat hanya mengutuk dan mensyukuri kematian temanku. Kematian tawuran tidak pernah dicari sebab detailnya. Gerangan apa melakukan tawuran? Dorongan seperti apa yang menjadikan tawuran? Bukankah masyarakat yang membikin bom itu sendiri, adegan pertarungan geng di film, anak sekolah tawuran di film atau orangtua yang kurang perduli dengan anak-anaknya. Sibuk kerja tak pernah memperdulikan sang anak.

Pencarian jatidiriku belum berakhir. Setelah aku tahu bahwa menjadi premanisme hanya akan dikutuk dan disampahkan masyarakat.

Tetapi aku memang suka gaya pakaian mereka. Aku suka gaya pakaian yang nyeleneh dan terlihat urakan. Meskipun aku sudah tobat tidak akan lagi tawuran. Apapun alasannya. Itu janjiku pada orangtuaku. Dan aku akan menepatinya.

Malam hari di jalanan ibukota. Aku sedang jalan-jalan. Rencananya mau main ke Rumah Adit. Ada agenda besar yang ingin aku buat. Aku ingin mengadakan bakti sosial di sekolahan.

Tiba-tiba seseorang dengan membawa pentungan bisbol memukul kepalaku dari belakang. Aku pingsan dan berlumuran darah. Aku dikira preman yang meresahkan gara-gara penampilanku.

Seseorang Bapak menutup bukunya. Ternyata itu cerita tidur buat anak lelakinya yang menginjak dewasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun