Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gadis Sangkar Burung

2 April 2018   06:46 Diperbarui: 3 April 2018   03:35 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay)

Betapa indahnya sore ini. Senja megah diatas bukit-bukit yang menjulang. Sesekali pepohonan bergemulai dalam bayang-bayang. Di depannya terbentang danau dengan air sangat jernih. Ribuan ikan pun terlihat menari-nari kesana kemari.

Aku mensyukuri sore ini mencoba mencicipi resep masakan resto yang katanya lumayan enak itu. Namun saat aku mau makan saat itu juga fikiran akan terbang menembus awan mayapada. Oh Betapa kurangajarnya aku, aku makan enak sementara ibu bapakku hanya makan nasi. Oh Betapa tidak sopannya aku, aku makan enak sementara Rosululloh SAW pun hanya makan kurma. Entah kenapa fikiran ini menyelinap dan terus meneriakiku dengan rasa ketidakpantasan. Aku mohon izin sebab hari ini aku akan makan enak. Maafkan anakmu ini Pak... Bu...

Aku makan tidak sendirian sebab aku ditemani segerombolan teman. Ada tujuh orang. Semua tampak sumringah dan nyaman apalagi makan di tempat yang asri dan sejuk semacam ini. Ada yang sibuk foto menu spesial. Ada yang sibuk tag teman di media sosial. Nyaris semuanya sedang melakukan pencitraan kelas teri sebab kami hanya makan disini setahun sekali. Itupun kalau lagi dapat bonusan. Hahahaha.

Aku lain lagi dari awal aku memang sudah males upload-upload yang begituan. Pandanganku tertuju ke tempat sebelah. Ada dua orang. Kelihatannya pasangan. Aneh! Lucu! Yang satu pantasnya disebut gadis SMA sedangkan Bapak-bapak berkumis tipis berpakaian batik menemani dengan manja. Mesra sekali meskipun aku melihat agak tidak mecing dan mengherankan.

Busyet! Otak liarku muncul kembali. Apa boleh buat aku harus terus mengikuti akal ini. Aku terbang menembus akal Gadis SMA itu. Aku mencoba membaca teka-teki sampai pecah gelas di depanku sebab aura gelap begitu sangat mencekam. Sampai-sampai tangan kananku terkena pecahan gelas yang kini berserakan siap melukai siapa saja yang menginjaknya. Bukankah lenggokkan ritmis itu bisa mencuci amal kita?

Ada Drakula merah berbisik pada gadis itu..

"Tenang saja.. lagian tidak ada yang tahu. Aman kok kan pakai k*nd*m. Yang penting kamu enak duit banyak"

"Persetan dengan dosa! Mumpung masih muda bebas hidup ini dong"

Sementara itu, Lelaki berjubah putih berjenggot lebat pun membisiki gadis itu..

"Ingat dosa bahwa setiap perbuatan akan ada balasannya, jadilah orang baik. Kamu belum terlambat kok, Gak usah malu sebab keinginanmu untuk bertaubat itu akan menggugurkan dosa-dosamu selama ini"

Fikiran gadis itu menyelinap dan berbicara membalas..

" Tapi kan aku sudah kotor. Aku sudah penuh dengan dosa. Apa Tuhan akan mengampuniku? Apa Tuhan memang ada? Terus mengapa dia membebaniku dengan beban yang berat. Aku terlahir miskin. Orangtuaku juga miskin. Pergaulanku juga kacau, hampir semua teman-temanku adalah wanita simpanan. Aku pun diajak mereka karena cepat dapat duit jadi aku mau. Intinya aku ingin membahagiakan orangtua kok"

Aku prihatin mengamati perbincangan lelaki berjubah putih berjenggot lebat dengan gadis yang malang itu..

"Gadis manis. Gadis baik. Sayangilah tubuhmu. Sayangilah orangtuamu. Tetapi dengan perbuatan dan perjuangan yang benar. Apakah bisa? Apakah ada? Pasti Ada. Tuhan menciptakan manusia pasti juga Tuhan telah memberikan rezekinya. Artinya kalau kamu berhenti dari pekerjaan itu dan mencari pekerjaan yang baru yang halal dan benar secara syariat pasti Tuhan akan menuntunmu. Itu Pasti. Kamu percaya ada Tuhan, tidak?"

Aku terdiam sejenak, kali ini aku sangat serius mengamati perbincangan ini.

"Aku tidak percaya Tuhan ada" Kata Gadis itu dengan mantap

Suara ini keluar bukan dari mulut gadis itu melainkan tubuh gadis itu berbicara sendiri. Tubuh dan perilaku tidak bisa berbohong, membohongi orang lain mungkin bisa tetapi membohongi diri sendiri tidak akan bisa. Apalagi membohongi Tuhan. Mustahil.

Tiba-tiba lelaki berjubah putih berjenggot lebat itu lenyap dan berubah jadi awan hitam. Langit yang tadinya cerah diselimuti senja menguning kini mulai gelap menghitam. Seakan awan telah memakan senja itu. Semakin gelap dan tampaknya hujan akan turun. Bukan hanya itu, tiba-tiba petir saling saut menyaut. Firasat buruk apa ini, pikirku.

Bapak berkumis tipis berpakaian kemeja batik ternyata adalah pejabat di daerah itu. Tidak disangka dan tidak diduga. Rakyat yang rajin membayar pajak harus dibayar dengan pejabat begini yang malah digunakan untuk main wanita. Menyedihkannya lagi, lelaki ini terkenal jago pidato islami. Sering memakai jubah. Sering memakai peci. Sering memakai sarung. Apa mau dikata ternyata itu adalah kedok pencitraannya. Rakyat kelimpungan mencari nasi, eh taunya nasinya dicuri buat main kuda-kudaan. Busyet deh!

Pejabat itu semakin bernafsu saja, padahal kondisi sekitar begitu ramai. Meskipun suara-suara rayuan maut cap mata kranjang itu tidak terdengar sebab masih kalah keras dengan derasnya hujan yang kini mulai turun membasahi bumi.

Aku kasihan benar melihat gadis itu. Lelaki jubah putih berjenggot lebat yang membisikinya malah diabaikan. Aku takut setelah abaian bernada menantang itu sebab lelaki berjubah kini menjelma jadi awan gelap di langit.

Belum sempat aku berhenti dari fikiranku, tiba-tiba petir menyambar kedua orang itu. Seketika itu juga gadis dan pejabat itu mati.

Byuuuurrrr...

Aku diguyur air. Oh Ibu betapa kejamnya ini.

Bangun!!! Bangun!!! Jam berapa ini!!!

Ternyata itu Cuma mimpi, eh hari ini manusia begitu meremehkan Tuhan. Manusia seperti menantang-menantang Tuhan. Mana Azabnya.. Mana Azabnya.. Yang aku takutkan jika Tuhan menyambar nyawa kita, sedang kita belum apa-apa dalam menyembahnya. Apa yang akan kita lakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun