Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gadis Sangkar Burung

2 April 2018   06:46 Diperbarui: 3 April 2018   03:35 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay)

" Tapi kan aku sudah kotor. Aku sudah penuh dengan dosa. Apa Tuhan akan mengampuniku? Apa Tuhan memang ada? Terus mengapa dia membebaniku dengan beban yang berat. Aku terlahir miskin. Orangtuaku juga miskin. Pergaulanku juga kacau, hampir semua teman-temanku adalah wanita simpanan. Aku pun diajak mereka karena cepat dapat duit jadi aku mau. Intinya aku ingin membahagiakan orangtua kok"

Aku prihatin mengamati perbincangan lelaki berjubah putih berjenggot lebat dengan gadis yang malang itu..

"Gadis manis. Gadis baik. Sayangilah tubuhmu. Sayangilah orangtuamu. Tetapi dengan perbuatan dan perjuangan yang benar. Apakah bisa? Apakah ada? Pasti Ada. Tuhan menciptakan manusia pasti juga Tuhan telah memberikan rezekinya. Artinya kalau kamu berhenti dari pekerjaan itu dan mencari pekerjaan yang baru yang halal dan benar secara syariat pasti Tuhan akan menuntunmu. Itu Pasti. Kamu percaya ada Tuhan, tidak?"

Aku terdiam sejenak, kali ini aku sangat serius mengamati perbincangan ini.

"Aku tidak percaya Tuhan ada" Kata Gadis itu dengan mantap

Suara ini keluar bukan dari mulut gadis itu melainkan tubuh gadis itu berbicara sendiri. Tubuh dan perilaku tidak bisa berbohong, membohongi orang lain mungkin bisa tetapi membohongi diri sendiri tidak akan bisa. Apalagi membohongi Tuhan. Mustahil.

Tiba-tiba lelaki berjubah putih berjenggot lebat itu lenyap dan berubah jadi awan hitam. Langit yang tadinya cerah diselimuti senja menguning kini mulai gelap menghitam. Seakan awan telah memakan senja itu. Semakin gelap dan tampaknya hujan akan turun. Bukan hanya itu, tiba-tiba petir saling saut menyaut. Firasat buruk apa ini, pikirku.

Bapak berkumis tipis berpakaian kemeja batik ternyata adalah pejabat di daerah itu. Tidak disangka dan tidak diduga. Rakyat yang rajin membayar pajak harus dibayar dengan pejabat begini yang malah digunakan untuk main wanita. Menyedihkannya lagi, lelaki ini terkenal jago pidato islami. Sering memakai jubah. Sering memakai peci. Sering memakai sarung. Apa mau dikata ternyata itu adalah kedok pencitraannya. Rakyat kelimpungan mencari nasi, eh taunya nasinya dicuri buat main kuda-kudaan. Busyet deh!

Pejabat itu semakin bernafsu saja, padahal kondisi sekitar begitu ramai. Meskipun suara-suara rayuan maut cap mata kranjang itu tidak terdengar sebab masih kalah keras dengan derasnya hujan yang kini mulai turun membasahi bumi.

Aku kasihan benar melihat gadis itu. Lelaki jubah putih berjenggot lebat yang membisikinya malah diabaikan. Aku takut setelah abaian bernada menantang itu sebab lelaki berjubah kini menjelma jadi awan gelap di langit.

Belum sempat aku berhenti dari fikiranku, tiba-tiba petir menyambar kedua orang itu. Seketika itu juga gadis dan pejabat itu mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun