Kondisi rakyat Palestina yang terpenjara dalam blokade Gaza, bukanlah berita baru bagi kita. Penyerangan tentara Israel terhadap kapal bantuan kemanusiaan, Marvi Marmara, juga merupakan informasi yang tersaji dalam sepekan ke belakang. Aksi kemanusiaan, solidaritas, dan keprihatinan pun sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak dan sudah menjadi headline di berbagai surat kabar. Tuntutan terhadap pemerintah, pencitraan, maupun pencerdasan masyarakat telah dilakukan dengan baik oleh sejumlah elemen masyarakat. Kebutuhan fisik, maupun fikir, sudah banyak terperhatikan dan harus tetap selalu diasup.
Namun gerak belum purna. Yang ada, belum sepenuhnya merasa. Belum sepenuhnya tergerak. Belum sepenuhnya berpeluh. Belum sepenuhnya berdaya. Belum sepenuhnya, sepenuhnya.
Garuda belum jua terbang
Menunggu tanah-air-mata?
Agar merah berpesta sejarah?
Lalu putih dalam sejati,
Mengabadi…
Mungkin, sukma belum seutuhnya hadir. Kerinduan, kedalaman dan ketinggian, masih dahaga. Isyarat yang syarat, masih sangat bersyarat. Nafas kehidupan yang melengkapi kesempurnaan dan kepurnaan masih setengah sesak.
Kita membutuhkan nafas yang mampu dirasakan. Kita membutuhkan getaran yang mampu dialirkan. Kita membutuhkan bahasa yang mampu mengungkapkan hal hal yang tak pernah diungkapkan. Kita membutuhkan nuansa yang terhadirkan di ruang ruang setiap manusia. Untuk memanusiakan manusia. Untuk mempurnakan keadaan dan keberadaan.
Untukmu yang ada, semoga merasa :
Selayak Thaha bagi Ummar, selayak adzan bagi Bilal, selayak filsafat bagi Plato, selayak syair bagi Syafi’i,  selayak mantra bagi Fir’aun, selayak do’a bagi Yunus dan Ibrahim, selayak salam dan shalawat bagi Rasulullah.
Selayak ayat, selayak adzan, selayak filsafat, selayak syair, selayak mantra, selayak do’a, selayak salam, selayak shalawat.
Selayak puisi, gerakan ini ingin mengusikmu. Tanpa paksaan, tanpa kekerasan. Di ruang terbuka, juga dalam sunyi. Berbahasa dalam isyarat, dalam getar, dan dalam nafas nafas yang dekat.
Rasakanlah, rasakanlah, rasakanlah!
Kau akan mengerti, tanpa kami harus mengatakan. Kau akan sadar, tanpa kami harus menyentuh. Kau akan faham, tanpa kami harus memaksa. Karena relungmu, adalah muaraku.
Dengan keluhuran intelektual yang dalam dan tinggi. Sungguh, kesungguhan akan hadir dalam hari harimu, bersamaku. Asalkan kau manusia atau menuju manusia.
Negerimu, negeriku, sama saja
Kau telah hadir, semoga kamipun demikian
Berharap yang ada, akan merasa
Lalu bersama yang ada, bersama yang merasa
Bandung, 6 Juni 2010
Gerakan Sebait Cinta Untuk Palestina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H