Mohon tunggu...
Ahmed Adrianov
Ahmed Adrianov Mohon Tunggu... Akuntan - Mengerjakan Pembukuan tapi bukan Kutu buku.

Menyukai kopi, sastra, film, musik, dsb :) Menulis juga di www.aadriana.net

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Ani

4 November 2021   11:05 Diperbarui: 4 November 2021   11:09 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak kecil aku dirawat dan dibesarkan oleh Paman dan Bibi. Paman dan Bibi mempunyai seorang anak perempuan bernama Ani, berusia sekitar empat tahun. Aku memang bukan anak kandung paman dan bibi, tetapi selama ini aku dirawat dan diperlakukan dengan cukup baik seperti anak kandung mereka sendiri. Usia aku dan Ani yang tidak terpaut jauh juga menyebabkan aku dan Ani dapat cepat akrab. Tiap hari kami selalu bermain bersama, menonton TV bersama. Bahkan saat Ani makan pasti aku juga ikut menemaninya. Aku merasa sudah sepatutnya untuk turut menjaga Ani yang masih kecil dan sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Terlebih mengingat kebaikan Paman dan Bibi selama ini kepadaku.

Aku bersyukur sekali bisa tinggal dengan keluarga Paman dan Bibi. Meski Paman hanya bekerja sebagai buruh pabrik dan hidup sederhana, tapi kehidupan kami selama ini tidaklah berkekurangan. Bibi pun selalu baik kepadaku, hampir tidak ada tugas berat yang dibebankan kepadaku. Tugasku cukup hanya menemani si kecil Ani bermain, dan tentunya menjaga dan mengawasinya, itu saja. Si kecil Ani sendiri pun selalu senang bermain bersamaku. Ia paling senang bermain bola plastik aneka warna, yang dibelikan Paman dan Bibi dari toko mainan di seberang lapangan dekat rumah. Saat kami bermain bersama, Ani yang selalu melempar bola dan aku yang akan sibuk menangkap bolanya. Kami biasa bermain sore hari di halaman depan rumah bersama Diva dan Nisa, teman-teman sebaya Ani yang tinggal di sekitar rumah.

"Tangkap lagi.. Tangkap lagi..!" begitu selalu celoteh si kecil Ani sambil tertawa-tawa kegirangan, melempar bola-bola plastik aneka warna sambil menunjuk-nunjuk ke arahku, setiap kali kami bermain di sore hari.

Lalu seperti biasa, aku akan dengan sigap berusaha menangkap semua bola-bola plastik yang dilemparnya.

*************

Belakangan ini Aku dan Ani tidak bisa bermain-main seperti biasa di luar rumah. Paman dan Bibi selalu melarang Ani kecil yang tiap sore merengek untuk bermain ke luar rumah seperti yang biasa kami lakukan. Aku sendiri sebetulnya tidak mengerti mengapa Paman dan Bibi berkeras melarang kami untuk bermain di luar rumah. Seolah-olah akan ada bahaya besar yang akan terjadi jika kami bermain di luar rumah. Tidak sampai di situ, aku juga merasakan perubahan perilaku Paman dan Bibi yang tidak seperti biasanya. Sekarang mereka selalu menggunakan penutup wajah yang menutupi hampir separuh wajahnya, dari mulai hidung hingga dagu, terutama jika akan pergi keluar rumah. Mereka menyebutnya masker. Aku hanya bertanya-tanya dalam hati dan tidak pernah menanyakan langsung perihal ini kepada mereka.

Akhirnya, rasa ingin tahuku terjawab ketika pada suatu pagi aku mendengar Bibi menerangkan kepada Ani tentang suatu wabah penyakit yang sangat menular yang rupanya sedang menjangkiti seluruh pelosok negeri.

            "...Ani, anak Mama yang pintar, mainnya di dalam rumah dulu aja, ya..."

            "...Nanti kalau Covid-nya udah pergi, baru kita main ke luar lagi ya, Sayang.." begitu aku dengar bibi mengakhiri penjelasannya dan bujukannya kepada Ani supaya tidak merengek lagi untuk main di luar rumah.

Si kecil Ani hanya manggut-manggut saja seolah mengerti apa yang diterangkan Bibi. Menurutku, Ani yang masih berumur empat tahunan pasti belum mengerti apa wabah Covid itu, tapi setidaknya saat ini aku merasa sedikit lebih memahami akan bahayanya Covid ini dan bertekad untuk selalu menjaga si kecil Ani semampuku.

*************

Semenjak kemunculan wabah Covid, kehidupan banyak orang terganggu. Aku mendengar dari siaran di TV yang memberitakan bahwa kegiatan ekonomi seluruh dunia terganggu karena wabah ini. Banyak perusahaan harus gulung tikar karenanya. Belum lagi jumlah orang yang terjangkit yang semakin bertambah dari hari ke hari, baik yang sakit maupun meninggal. Semua orang mengalami masa-masa sulit karena wabah ini, tak tekecuali pabrik tempat Paman bekerja. Gaji Paman yang tidak seberapa sebagai buruh pun harus mengalami pemotongan setiap bulannya karena kondisi keuangan pabrik yang terganggu sebagai imbas dari wabah.

Rupanya cobaan Paman dan Bibi belum berhenti sampai di situ. Karena kondisi keuangan yang semakin buruk, pabrik tempat Paman bekerja terpaksa mem-PHK separuh dari jumlah seluruh pegawai; dan Paman yang memang belum lama bekerja di sana harus menerima kenyataan terkena PHK. Paman yang baru saja diangkat mejadi Supervisor Produksi dan belum lama menikmati kenaikan pangkat itu, sudah harus menerima kenyataan terkena PHK.

Pemilik pabrik memberi Paman pesangon sekedarnya. Dari uang pesangon itu, sebagian digunakan untuk melunasi utang dan membayar DP (uang muka) pembelian sepeda motor. Dengan sepeda motor itu, paman berencana untuk mulai bekerja sebagai pengemudi ojek daring (online) setelah tidak lagi bekerja di pabrik.

Aku ikut merasa sedih akan kenyataan yang harus dihadapi oleh Paman dan Bibi, namun aku pun tidak bisa berbuat banyak untuk membantu mereka. Yang bisa aku lakukan saat ini adalah dengan tidak membebani banyak hal kepada mereka dan melakukan tugas-tugasku untuk membantu menjaga si kecil Ani dengan baik. Bukankah memang hanya itu tugasku selama ini? Demikian aku berpikir dalam hati.

*************

Sudah beberapa bulan ini Paman bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Sepertinya tidak mudah beralih profesi seperti yang Paman lakukan. Sebelum ini ia sudah terlalu terbiasa bekerja di pabrik, mengawasi para operator produksi mengoperasikan mesin-mesin pabrik. Tapi saat ini Paman harus mulai mencoba hal baru dengan bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Sesuatu hal yang belum pernah ia lakukan dan berbeda dengan pekerjaan yang ditekuninya selama ini.

Semenjak muncul wabah Covid dan Paman di-PHK, aku perhatikan Paman dan Bibi jadi sering bertengkar. Semakin besarnya biaya kebutuhan rumah tangga dan cicilan yang harus dibayar, sementara penghasilan Paman sebagai pengojek yang jumlahnya tidak tentu, sering kali menjadi penyebab timbul pertengkaran di antara mereka. Akibatnya suasana di rumah pun terasa menjadi semakin suram. Paman dan Bibi juga mulai mudah marah untuk hal-hal kecil. Aku dan si kecil Ani yang tidak tahu apa-apa terkadang menjadi sasaran kemarahan Paman dan Bibi. Untunglah aku selalu bisa menghibur si kecil Ani jika ia sedang murung atau sedih.

*************

Wabah Covid masih terus bersemayam. Sepertinya belum ada tanda-tanda kapan akan berakhir. Kondisi ekonomi masyarakat juga belum pulih. Si kecil Ani tumbuh semakin besar menjadi anak yang lincah dan cerdas. Ia sudah pandai menyanyi, berjoget dan sudah bisa makan sendiri. Tak lama lagi ia tentu akan pergi bersekolah seperti Diva dan Nisa, juga teman-teman sebaya lainnya. Tentu Bibi nanti juga akan memintaku ikut menemani si kecil Ani ke sekolah. Namun demikian, untuk saat ini semua belum bisa berjalan normal. Anak-anak sekolah belum bisa belajar di sekolah. Mereka harus belajar di rumah secara daring. Para pekerja yang beruntung dan tidak kehilangan pekerjaan, sebagian juga bekerja di rumah secara daring.

Hari ini sudah jam setengah dua belas siang. Perutku terasa lapar sekali. Sejak kemarin aku belum makan. Biasanya Bibi tidak pernah lupa menyiapkan makan untukku. Mungkin Bibi kelelahan, demikian pikirku dalam hati. Aku juga dengar sesekali Bibi terbatuk-batuk. Sepertinya ia demam. Kemarin Paman mengantar Bibi ke dokter. Sejak pulang dari dokter, Bibi dan Paman tidak banyak bicara. Bahkan dengan si kecil Ani pun mereka hanya berbicara sesekali saja. Sementara masker seakan semakin lekat di wajah mereka, menutup rapat hidung hingga dagu, bahkan ketika berada di dalam rumah.

Saat ini kondisi rumah terasa sepi. Bibi sedang sibuk di dapur. Paman baru saja menerima order dari aplikasi daring dan berangkat menjemput penumpang. Si kecil Ani sedang tidur siang di kamarnya. Perutku mulai terasa perih. Sejak Bibi sakit, jadwal makanku jadi tidak teratur.

Aku melirik cepat ke meja makan. Di atas meja aku lihat ada beberapa potong ikan selar yang baru selesai Bibi goreng. Aroma ikan goreng yang sedap memenuhi seisi ruangan, membangkitkan selera makan. Warnanya yang coklat keemasan ditata rapi di atas piring lebar bermotif kembang yang putih bersih.

Aku lihat Bibi masih sibuk menanak nasi di dapur. Rasa laparku sudah tak bisa terbendung lagi. Keringat serasa mengalir di dahiku karena perut yang perih karena sedari kemarin menahan lapar. Segera aku mengendap-endap mendekati meja.

"SRET...SEET...!" Dengan secepat kilat aku sambar sepotong ikan selar yang berjejer rapi dan sangat mengundang selera itu.

Akan tetapi... AAAH!... tak sengaja aku menyenggol sebuah gelas yang ada di pinggir meja. Tanpa bisa kucegah, gelas itu jatuh menggelinding ke lantai...

            "PRAAANGG..!" suara gelas yang pecah berantakan di lantai mengagetkan Bibi yang berada di dapur yang seketika itu juga langsung menoleh ke arah meja.

Dengan sigap aku melompat dari meja dan berlari sekencang-kencangnya dengan sepotong ikan selar besar di dalam mulutku. Aku sempat menoleh ke belakang sejenak, kulihat Bibi mengacungkan centong nasi di tangannya ke arahku sambil berteriak gusar dari balik maskernya,

            "AWWAASS YAA KAMU BELLA, KUCING NAKAAAL...!!!"

************* TAMAT *************

Depok, 08 Okt. 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun