Mohon tunggu...
aadilahnurramdhaniah
aadilahnurramdhaniah Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Mahasiswa program studi Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University yang memiliki ketertarikan pada pemberdayaan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mengasah Kecerdasan Emosional Anak melalui Pengasuhan Berbasis Emotional Coaching

28 November 2024   14:00 Diperbarui: 28 November 2024   17:38 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengasuhan anak tidak hanya sekadar menyediakan kebutuhan fisik atau akademik, tetapi penting juga membangun pondasi pada anak sehingga memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Goleman (1995) memaparkan bahwa kecerdasan emosional dapat didefinisikan sebagai kemampuan  pemrosesan  dicampur  dengan  kemampuan  alami  atau  yang  dipelajari kecenderungan  untuk  bereaksi  terhadap  situasi  emosional  dengan  cara  yang  positif  dan  efisien.

Kemampuan Kecerdasan emosional mencakup tiga dimensi, diantaranya kemampuan   memahami  emosi  secara  akurat, kemampuan  membangkitkan  emosi, dan kemampuan mengatur  emosi. Dengan kecerdasan emosional, seseorang dapat memanfaatkan kesadaran emosinya untuk memandu dalam memecahkan masalah, mengelola frustrasi dengan lebih baik, dan bersabar untuk mencapai tujuan.

Mengapa Kecerdasan Emosional Itu Penting?

Kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang, terutama dalam menentukan kesuksesan di masa dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan bergaul dan menjalin hubungan dengan orang lain sering kali menjadi prediktor kesuksesan yang lebih signifikan dibandingkan prestasi akademik atau kemampuan kognitif. Anak-anak yang dilatih untuk mengelola emosi mereka cenderung lebih percaya pada perasaan mereka sendiri, mampu mengatur emosi dengan baik, serta memiliki keterampilan pemecahan masalah yang efektif. Kecerdasan emosional juga berkontribusi pada pengembangan harga diri yang tinggi, kemampuan belajar yang lebih baik, serta hubungan interpersonal yang lebih harmonis karena mereka mahir membaca dan memahami isyarat komunikasi.
Lebih lanjut, kemampuan ini membantu individu memiliki kesadaran dan kendali atas tindakan mereka, sehingga dapat menurunkan tingkat stres, meningkatkan kesehatan, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Dalam kehidupan sosial, kecerdasan emosional memungkinkan seseorang membangun persahabatan yang memuaskan dan hubungan intim yang langgeng. Individu yang cerdas secara emosional juga mampu menenangkan diri, tetap fokus, dan berpikir jernih saat menghadapi situasi menantang, serta menjadi lebih tangguh dalam menghadapi perubahan dan tekanan hidup. 

Bagaimana Emosi Anak Berkembang?

Perkembangan emosi anak dimulai sejak lahir. Bayi sudah menunjukkan emosi dasar seperti senang, marah, dan takut pada usia 6 bulan pertama. Saat menginjak usia 6 bulan hingga 2 tahun, anak mulai mengalami emosi yang lebih kompleks, seperti rasa malu, bangga, atau bersalah. Memasuki masa kanak-kanak, mereka belajar memahami bahwa satu situasi dapat memicu lebih dari satu emosi, misalnya merasa senang sekaligus cemas saat menghadapi sesuatu yang baru.

Selain itu, kemampuan anak untuk mengendalikan emosi juga berkembang seiring waktu. Di usia sekolah, mereka mulai mampu menahan amarah, mengekspresikan rasa frustrasi secara lebih tepat, dan menunjukkan empati terhadap orang lain. Lingkungan, terutama pola asuh orang tua, sangat memengaruhi perkembangan ini. Hubungan yang hangat dan responsif dari orang tua, guru, atau pengasuh dapat membantu anak belajar mengelola emosinya dengan lebih baik.
Daniel Goleman membagi EQ menjadi lima aspek kemampuan, antara lain:

  1. Kesadaran diri terhadap emosi : Mengenali dan memahami apa yang kita rasakan.
  2. Mengelola emosi : Mengendalikan rasa marah, frustrasi, atau stres agar tidak meluap-luap.
  3. Motivasi diri : Tetap bersemangat dan bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan.
  4. Empati : Mampu memahami perasaan orang lain.
  5. Keterampilan sosial : Menjalin hubungan baik, menyelesaikan konflik, dan bekerja sama dengan orang lain.

Kelima aspek kecerdasan emosional ini menjadi fondasi penting bagi anak untuk menghadapi tantangan hidup, menjalin hubungan yang sehat, dan mencapai kesejahteraan emosional di masa depan.

Peran Emotion Coaching dalam Pengasuhan

Menurut John Gottman, emotion coaching adalah pendekatan di mana orang tua menggunakan pengalaman emosional anak, terutama emosi negatif, sebagai kesempatan untuk mendidik dan memperkuat hubungan mereka. Dalam pendekatan ini, orang tua tidak mengabaikan emosi anak atau memarahi mereka karena menangis atau marah. Sebaliknya, orang tua membantu anak memahami emosi yang mereka rasakan dan memberikan panduan untuk menghadapinya.

Gottman merumuskan lima langkah penting dalam emotion coaching:

  1. Menyadari emosi anak : Orang tua harus peka terhadap perasaan anak, bahkan emosi yang sulit seperti marah atau cemas.
  2. Melihat emosi sebagai peluang untuk belajar : Emosi, terutama yang negatif, dapat menjadi momen untuk mengajarkan anak cara mengelola perasaan mereka.
  3. Mendengarkan dengan empati : Penting bagi orang tua untuk mendengarkan dan memahami perasaan anak tanpa menghakimi.
  4. Membantu anak memberi nama pada emosi : Anak perlu diajari untuk mengenali emosi yang mereka rasakan, misalnya dengan mengatakan, “Kamu kelihatannya marah” atau “Sepertinya kamu sedang sedih.”
  5. Membimbing anak menyelesaikan masalah : Orang tua tetap harus menetapkan batasan perilaku, tetapi juga membantu anak mencari solusi yang lebih baik saat menghadapi situasi sulit.

Manfaat Emotion Coaching

Pendekatan emotion coaching memberikan banyak manfaat jangka panjang bagi anak. Anak yang dibimbing dengan metode ini akan:

  • Mampu mengatur emosi : Mereka lebih mudah menenangkan diri saat marah atau stres.
  • Lebih fokus – Dengan emosi yang terkelola, anak lebih mudah berkonsentrasi, baik dalam belajar maupun aktivitas lainnya.
  • Memiliki hubungan sosial yang sehat : Mereka lebih pandai membaca emosi orang lain dan menjalin hubungan yang baik.
  • Berprestasi lebih baik secara akademik : Ketika anak tidak dibebani emosi negatif yang tidak terkelola, mereka cenderung lebih bersemangat dan percaya diri di sekolah.
  • Tangguh menghadapi stres : Anak-anak ini memiliki daya lenting (resilience) yang lebih baik, sehingga mampu bangkit dari kesulitan dengan cara yang produktif.

Mari Mengasah EQ Dimulai dari Orang Tua

Orang tua yang ingin menerapkan emotion coaching juga perlu mengembangkan kecerdasan emosional mereka sendiri. Dalam hal ini,  orang tua harus mampu mengenali dan mengelola emosi mereka sebelum membantu anak melakukan hal yang sama. Komunikasi yang penuh empati dan perhatian menjadi kunci untuk membangun kepercayaan dan kedekatan dengan anak Dengan membimbing anak melalui pendekatan ini, orang tua tidak hanya membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh secara emosional, tetapi juga menciptakan generasi masa depan yang lebih sehat, bahagia, dan seimbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun