Terlepas dari kenyataan bahwa pertempuran darat dimenangkan dengan uluran tangan Sparta, faktanya, Athenalah yang mengambil alih kepemimpinan sekutu Yunani, mengorganisir mereka ke dalam Liga Delian. Tujuannya tidak lain untuk membebaskan kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pemerintahan Persia.
Tahun-tahun pascaperang adalah tahun-tahun kekuasaan, kemakmuran, dan sentralitas budaya Athena: Perikles mendominasi politik Athena; Parthenon dan Propylaea dibangun; tragedi Sofokles dan Euripides dipentaskan; kota ini menjadi tuan rumah bagi para guru filsafat profesional seperti Protagoras, serta sekolah-sekolah retorika---yang mengajarkan kaum muda kaum bangsawan seni berbicara dan berdebat. Kota ini hidup dengan diskusi politik dan penyelidikan intelektual.
Di tengah segala keadaan itu, setidaknya ada tiga perkembangan yang sangat mempengaruhi sifat sastra dan kritik, filsafat, dan retorika. Pertama, evolusi polis atau negara-kota.Â
Orang-orang Yunani membedakan diri mereka dengan orang non-Yunani yang dikenal sebagai "orang barbar" terutama oleh struktur polis yang dalam pandangan mereka dapat memungkinkan manusia mencapai potensi penuhnya sebagai manusia. Ketika Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai animal political, struktur itulah yang ada dalam benaknya.
Polis---menurut M. I. Finley---terdiri dari orang-orang yang bertindak dalam sebuah sebuah komunitas. Di Polis, mereka berkumpul dan menghadapi masalah secara langsung.Â
Hal itu sebagaimana dikemukakan para pemikir seperti Hegel, Marx, dan Durkheim yang menegaskan bahwa tujuan penting keberadaan manusia bersifat sosial dan publik, dan dalam pemenuhannya pantang mengorbankan kepentingan publik. Asumsi tersebut sama dengan teori sastra Platon dan Aristoteles---keduanya mempertimbangkan sastra sebagai perhatian publik atau negara.
Finley menyatakan bahwa agama dan budaya sama pentingnya dengan ekonomi atau politik. Dengan patron yang universal itu, tragedi Yunani dan komedi adalah bagian dari proses diskusi vis-a-vis sebagai perdebatan dalam dewan legislatif.Â
Bahkan struktur internal drama dipengaruhi oleh idealisme polis: paduan suara---apakah terdiri dari sekelompok penari dan penyanyi, atau satu karakter pembicara saja---merupakan perwakilan dari polis.
Seperti yang juga dikatakan Gregory Nagy, paduan suara dalam drama adalah sebuah mikrokosmos hirarki sosial dan mewujudkan sebuah pengalaman kolektif yang mendidik. Jelas bahwa sastra dan puisi memiliki fungsi publik dan politik. T. H. Irwin menyatakan bahwa festival-festival dramatik Athena mengambil tempat dari beberapa media massa yang kita kenal.Â
Selain Platon, tidak ada filsuf yang lebih sadar tentang dampak kultural dari sastra. Irwin juga menunjukkan bahwa pandangan moral dari puisi Homer secara permanen mempengaruhi pemikiran Yunani dengan cara yang bertentangan dengan sikap demokratis. Platon berusaha keras untuk melawan pengaruh Homer.
Puisi memiliki peran utama dalam pendidikan: anak-anak diajarkan huruf untuk tujuan menghafal, mempertunjukan, dan menafsirkan puisi. Di dunia Yunani kuno, puisi tidak hanya memiliki sifat publik tetapi juga melayani beberapa fungsi di era kita sekarang ini telah digantikan oleh media massa, film, musik, pendidikan agama, dan ilmu pengetahuan.