Mohon tunggu...
Aura
Aura Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Menulis supaya tidak bingung. IG/Threads: aurayleigh

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tanggapan atas "Perempuan-perempuan (Ciptaan) Seno Gumira Ajidarma"

2 Juli 2017   12:56 Diperbarui: 4 Juli 2017   07:43 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sandra merasa ketiga tema itu merupakan masalah besar. Tema pertama mengingatkan Sandra pada situasi rumah yang berantakan---dengan benda-benda dan tamu Marti, Sang Mama. Sandra tak paham tentang keluarga bahagia. Salah satu sebabnya adalah Sandra tak kenal papanya. Marti menyuruh Sandra untuk belajar hidup tanpa papa.

Sumber gambar: imgrum.org | user @wannabook
Sumber gambar: imgrum.org | user @wannabook
Tema kedua tak akrab dalam diri Sandra. Rumah nenek tempat Sandra berlabuh adalah rumah Mami, sosok yang dipanggil begitu juga oleh semua orang. Marti sering menitipkan Sandra pada Mami kalau pergi ke luar kota. Sedangkan tema "Ibu" melayangkan ingatan Sandra pada Marti, perempuan yang selalu merokok, sering mabuk hingga muntah-muntah, mata kuyu, dan wajah yang pucat. Marti selalu pulang terlambat kalau ada panggilan ke hotel melalui pagernya.

"Pelajaran Mengarang" adalah sebuah karya yang menghadirkan dunia pelacuran pada pembaca. Selama ini, dunia pelacuran selalu disembunyikan oleh sistem pendidikan di Indonesia. Melalui pilihan tema yang disodorkan Ibu Guru Tati di kelas Sandra, kita dapat melihat bahwa dunia yang hadir dalam pendidikan adalah dunia cita-cita yang baik-baik saja; dunia yang sekadar diharapkan namun bukan realitas sesungguhnya. Realitas di dunia kepelacuran memang kompleks. "Pelajaran Mengarang" hanya mengungkap satu sisi saja dalam kaitan dengan dunia pendidikan.

Dalam dunia pelacuran, perempuan umumnya jatuh menjadi korban. Tepat di situlah kelebihan cerpen SGA ini. Selain menyingkap tabir-tabir yang selama ini disembunyikan dalam pendidikan, cerpen ini juga memiliki daya untuk mengadvokasi perempuan.

Kalau Aminullah berpendapat bahwa bahasa SGA dalam cerpen-cerpennya adalah bahasa yang maskulin dan mereduksi identitas perempuan yang sebenarnya, mari kita lihat dialog berikut.

"Mama, apakah Sandra punya Papa?"
"Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!"

Selama ini, kebanyakan perempuan berada dalam situasi keterpaksaan. Perempuan dipaksa untuk tidak mengatakan apa yang sesungguhnya dipikirkannya. Alasannya adalah perkara kesopanan. Perempuan yang jujur adalah perempuan yang tidak sopan. Kita harus mengamini realitas ini sebagai operasi maskulinitas yang terjadi di tengah budaya patriarki.

Saya kira jelas, dialog "Belajarlah hidup tanpa seorang Papa" adalah sebuah upaya mensubversi tataran maskulin yang mendarah daging dalam masyarakat kita. Dalam diri Marti, terdapat kesadaran untuk tidak memaksakan kehadiran sosok bapak atau tatanan keluarga yang lengkap. Kejujuran Marti adalah dobrakan terhadap pembungkaman perempuan.

Cerpen SGA ini turut memperlihatkan pula bahwa dalam dunia pelacuran, terdapat tatanan yang hirarkis. Ada Mami (germo), para pekerja seks, dan pelanggan yang bak raja. Tatanan yang ditunjukkan SGA ini justru menunjukkan bahwa SGA tak sekadar suka ngibul tentang pelacur romantis tanpa benar-benar mengenalnya---seperti yang diujar Aminullah.

Dunia pelacuran memang dapat dipandang dari berbagai sudut. "Pelajaran Mengarang" hanya mempersembahkan realitas dunia pelacuran dari satu sudut pandang. Akibatnya, satu sudut pandang itu membuka ruang bagi kita untuk memikirkan dan membincangkan hal itu sesuai dengan sudut pandang masing-masing budaya atau individu. Tepat seperti yang dikatakan Rorty tentang tidak adanya grand narrative atau kebenaran niscaya nan objektif. Cerpen SGA ini adalah sebuah undangan berdiskusi tentang realitas kemanusiaan, pendidikan, bahkan laku bernegara.

Menurut Rorty, dalam masyarakat modern, karya seperti "Pelajaran Mengarang" inilah yang tepat dibaca khalayak. Hal itu membuat saya tidak heran kalau "Pelajaran Mengarang" karya SGA dipilih sebagai cerpen terbaik Kompas tahun 1993.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun