Jika posisi poin diatas sudah diambil oleh PDIP, maka kesempatan dan kans Ahok untuk diusung sebagai cagub DKI lewat PDIP sudah tertutup dan terkunci. Karena Ahok bukan kader PDIP, poin ini selesai.
Asumsi dan opini “liar-nya” masyarakat politik terhadap PDIP adalah “ndak usah ndukung Ahok”, sebab bukan kader, titik.
Jika demikian posisi yang diambil PDIP dan ibu Megawati, apakah ini pertanda bahwasanya ibu Risma akan ditarik menjadi balon cagub DKI ?
Jawabnya hanya dua, iya dan tidak. Sebab memang hanya dua opsi itulah jawabannya, ndak boleh protes, yang protes mbayar dan beli tiket dulu.
Lantas kunci jawaban yang benarnya apa ?
Itulah “harap-harap cemas” sebuah tarian politik “tebak-tebak buah manggis” ala PDIP yang bagus dan menarik, karena memaksa semua mata dan pikiran masyarakat politik harus manteng mengikutinya.
Penasaran ? ndak lah, biasa aja kaleee.
Jika opini liar kita berasumsi jawaban “ya”, maka tebakan alasan yang dipergunakan PDIP untuk mengusungnya adalah dasar survey elektabilitas Risma untuk DKI sebagai yang tertinggi diantara kader-kader lain yang dimilikinya.
Apakah cukup dengan itu saja ?
Rasa-rasanya tidaklah cukup hanya kalkulasi ya dan tidak saja.
Jika “ya” untuk maju, kemungkinan menangnya juga ada, dan kemungkinan kalah juga bisa, jadi memang 50:50.