Sukabumi -- Ditinggal Bapak Kandung meninggal dunia, Fikri kecil yang akrab disapa Udeh itu terjun ke terminal Palabuhanratu menjadi Tukang dagang Asongan untuk bisa membiayai dirinya sendiri.
Walaupun di terminal yang identik dengan dunia keras dan premanisme, Fikri kecil tetap fokus raih pendidikan demi masa depan.
Kisah Fikri pernah jualan asongan pun ramai diperbincangkan, karena perjuangan yang luar biasa.
Kuswandi sahabat dekat Fikri dan sama-sama hidup di terminal dengan Jualan Asongan membeberkan kisah dirinya dan Fikri alis Udeh.
Udeh adalah nama kecil Fikri, hal ini diungkapkan oleh Kuswandi. Bahkan Kuswandi pun tinggal ngekos dirumah Fikri karena tertarik dengan kecerdasan Fikri dan kemahiran dalam Berbahasa Inggris.
Kuswandi menceritakan, bahwa saat jualan asongan di Terminal Palabuhanratu, Fikri banyak digemari bule-bule atau pelancong, Maklum Palabuhanratu dari dulu adalah kota yang banyak disinggahi bule-bule, bisa dikatakan mungkin Palabuhanratu adalah Bali kedua.
 Tak hanya belajar Bahasa Inggris, Kuswandi pun belajar agama dari Fikri.
"Sekitar tahun 1997, Saya pernah jualan asongan di Terminal Bus Palabuhanratu Tepatnya di Jalur Bayah-Cikotok. Tempo hari ketika saya sedang berjualan, saya melihat ada anak baru dengan topi yang lusuh menawarkan asongan sama seperti saya, lalu saya samperin dan saya tanya-tanya atau kenalan, saya melihat sosok Fikri memang pekerja keras dan cerdas, karena sering berbahasa inggris dengan bule-bule di terminal Palabuhanratu," kenang Kuswandi yang kini bekerja menjadi agen SAP (Satria Antaran Prima) di Dermaga Palabuhanratu, Kamis 06 September 2022, dikutip dari terkini.id.
Kuswandi pun lebih jauh menceritakan kisahnya sama Fikri yang sekarang sukses jadi pengusaha dan pengacara.
Termotivasi oleh Fikri, Kuswandi pun yang tadinya putus sekolah saat itu bisa bersekolah lagi berkat bantuan Fikri. Sambil jualan asongan di terminal, mereka tetap ibadah dan sekolah di nomor satukan.
"Untuk biaya hidup sehari-hari kami tetap jualan asongan di terminal. Namun untuk Fikri dia sambil buka kursus Bahasa Inggris di rumahnya, waktu itu yang berminat belajar juga cukup banyak, karena materi yang disampaikan oleh Fikri ini gampang dan mudah dipahami," beber Kuswandi.
Ketika SMA Fikri fokus mengolah kursusannya, sedangkan Kuswandi masih jualan asongan di terminal.
Keduanya bersahabat dari mulai MTs, lanjut SMA hingga sampai saat ini.
Mereka berdua pisah, saat Fikri dapat beasiswa di Undip Semarang. Sedangkan Kuswandi memilih mengolah tempat kursus Fikri yang semakin banyak muridnya.
Fikri sendiri mengaku bahwa apa yang dikisahkan oleh sahabatnya itu (Kuswandi) adalah perjalanan hidupnya, badai dan ombak sudah dilaluinya.
"Ya memang itu, sebagain perjalanan saya, apa yang diceritakan sahabat saya, Kuswandi ya memang begitu. Makanya saya sangat meyakini dengan perjuangan tidak ada yang mustahil, Man jadda wajada," kata Fikri yang banyak menerima Beasiswa sejak Kuliahnya dan sekarang menjadi pengacara dan pengusaha muda yang terbilang sukses dan diperhitungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H