"Untuk biaya hidup sehari-hari kami tetap jualan asongan di terminal. Namun untuk Fikri dia sambil buka kursus Bahasa Inggris di rumahnya, waktu itu yang berminat belajar juga cukup banyak, karena materi yang disampaikan oleh Fikri ini gampang dan mudah dipahami," beber Kuswandi.
Ketika SMA Fikri fokus mengolah kursusannya, sedangkan Kuswandi masih jualan asongan di terminal.
Keduanya bersahabat dari mulai MTs, lanjut SMA hingga sampai saat ini.
Mereka berdua pisah, saat Fikri dapat beasiswa di Undip Semarang. Sedangkan Kuswandi memilih mengolah tempat kursus Fikri yang semakin banyak muridnya.
Fikri sendiri mengaku bahwa apa yang dikisahkan oleh sahabatnya itu (Kuswandi) adalah perjalanan hidupnya, badai dan ombak sudah dilaluinya.
"Ya memang itu, sebagain perjalanan saya, apa yang diceritakan sahabat saya, Kuswandi ya memang begitu. Makanya saya sangat meyakini dengan perjuangan tidak ada yang mustahil, Man jadda wajada," kata Fikri yang banyak menerima Beasiswa sejak Kuliahnya dan sekarang menjadi pengacara dan pengusaha muda yang terbilang sukses dan diperhitungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H