Akhir-akhir ini, berita mengenai potensi tsunami yang dipicu oleh gempa bumi di Jawa Timur ramai dibicarakan. Baik dari media arus utama, maupun publikasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Di antara tulisan dari keduanya, umumnya terdapat perbedaan penulisan gempa bumi, yaitu gempa bumi dan gempabumi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencantumkan gempa bumi sebagai padanan kata earthquake.
Ini selaras dengan yang tercantum pada "Glosarium", yang berisi kumpulan istilah bidang ilmu dalam bahasa asing oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Glosarium dapat diakses secara daring di: bahasasastra.kemdikbud.go.id/glosarium
Gempa bumi termasuk dalam gabungan kata. Gabungan kata—atau disebut juga kata majemuk—merupakan dua atau lebih kata yang dihubungkan untuk menghasilkan kata dengan arti baru.
Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), unsur kata majemuk ditulis terpisah. Hanya terdapat beberapa pengecualian, yang penjelasan lengkapnya dapat dilihat pada: puebi.readthedocs.io/en/latest/kata/gabungan-kata
Alasan di balik mengapa lema gempabumi acap digunakan pada bidang ilmu kebumian, satu di antaranya adalah karena padanannya dalam bahasa Inggris ialah earthquake, bukan earth quake.
Dalam bahasa Inggris, biasanya penulisan gabungan kata (compound word) cenderung rule-of-thumb. Namun, secara general, apabila semakin tua dan/atau pendek kata maka semakin besar kemungkinannya untuk ditulis serangkai.
Begitu pula sebaliknya, semakin muda dan/atau panjang kata maka akan semakin besar kemungkinannya untuk ditulis terpisah.
Tidak hanya bahasa Inggris, bahasa-bahasa Indo-Eropa lainnya secara umum memiliki aturan yang serupa. Misalnya, bahasa Belanda.
Dalam bahasa Belanda, gempa bumi disebut dengan aardbeving. Aardbeving secara sederhana terdiri atas dua kata, aarde dan beving, yang bermakna bumi dan gempa. Meskipun begitu, penulisan yang digunakan adalah aardbeving, bukan aard beving atau aarde beving.
Tiap-tiap bahasa memiliki pedoman masing-masing tentang penulisan gabungan kata. Sehingga, seyogianya dalam memadankan kata, acuan yang dijadikan dasar adalah pedoman bahasa tujuan dan tidak sebatas menerjemahkan.
Maka, kurang tepat apabila alasan lema gempabumi dapat menggantikan gempa bumi di KBBI adalah karena padanannya dalam bahasa asing ditulis secara tergabung.
Namun, bukan berarti penulisan lema gempabumi di bidang ilmu kebumian merupakan hal yang keliru. Ada yang disebut dengan gaya selingkung.
Gaya selingkung mengacu pada gaya penulisan yang dipakai di suatu lingkungan. Umumnya lingkungan yang dimaksud adalah redaksi media dan penerbit, yang mana memiliki aturan masing-masing terkait penulisan yang berlaku dalam proses produksi tulisan. Termasuk di dalam penerbit adalah penerbit jurnal ilmiah.
Identitas dari gaya selingkung umumnya tampak dari cara penulisan kata-kata tertentu, salah satunya gempabumi pada media dan penerbit di bidang ilmu kebumian.
Penulisan ini kemudian meluas hingga menjadi kebiasaan bagi orang-orang di dalam bidang ilmu kebumian. Hal ini tidak hanya terjadi pada lema gempabumi, tetapi juga sumberdaya, gunungapi, bentuklahan, dan lainnya.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, maka tidak ada masalah bagaimana ejaan atau penulisan yang dipakai, selama maksud tersampaikan dengan baik tanpa ada pergeseran berarti. Bahasa bersifat manasuka.
Namun, tidak kemudian dapat menjadi alasan untuk mengubah penulisan di KBBI agar mengikuti kebiasaan di satu lingkungan. Sebab pemadanan di KBBI mengikuti kaidah yang berlaku dalam PUEBI, sedangkan pemadanan di suatu lingkungan–dalam hal ini bidang ilmu kebumian–dapat memiliki alasan-alasan tertentu yang berbeda dengan pakem PUEBI.
Memaksakan pedoman bahasa asing untuk memadankan ke dalam bahasa Indonesia di KBBI, boleh jadi, mengindikasikan kekurangcakapan dalam berbahasa bahkan inferioritas terhadap bahasa asing.
Hanya karena tidak tercantum di KBBI, bukan berarti serta-merta salah. Namun, tergantung di lingkungan mana suatu lema digunakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI