Beberapa sumber lain juga pernah menyinggung aspek historis dari 'jancuk' ini. Sebut saja misalnya tuturan dari masyarakat Ampel, Surabaya yang mengakui bahwa 'jancuk' sejatinya berasal dari bahasa Arab, da'suk yang berarti 'tinggalkan yang buruk'. Meski tak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, namun hal ini cukup masuk akal jika dikaitkan dengan era masuknya Islam ke pantai timur Pulai Jawa. Sunan Ampel sebagai tokoh utama penyebaran Islam di Pulau Jawa lah yang disinyalir kerap menggunakan istilah tersebut.
Dari kata da'suk itulah kemudian terjadi penyesuaian dialek masyarakat, sehingga 'da'suk' berubah lafal pengucapannya menjadi 'dancuk' (dalam perkembangannya ini beruba menjadi 'jancuk'). 'Dancuk' ini pun kemudian dikaitkan dengan kereta basa (akronim bahasa Jawa) yang memiliki kepanjangan dandanono sing cucuk (terj. berubahlah menjadi yang lebih baik).
Sementara Sejarawan Surabaya, Edi Samson pernah mengatakan bahwa 'jancuk' juga berasal dari bahasa Belanda, "jantje ook' (terj. kamu juga). Frase ini sangat populer diucapkan oleh para pemuda Belanda di Surabaya pada era 1930-an. Pada perkembangannya, prokem era kolonial ini pun mengalami penyesuaian menjadi 'jancuk'. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H