Mohon tunggu...
Aryya Dwisatya Widigdha
Aryya Dwisatya Widigdha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencoba menerjemahkan bahasa alam menjadi tulisan\r\n\r\nfollow me @adwisaty4\r\nask me at ask.fm/adwisatya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ojek Daring Dilarang, Benarkah Semua Salah Pemerintah?

18 Desember 2015   07:52 Diperbarui: 18 Desember 2015   07:52 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari ini lini masa saya cukup penuh dengan status terkait pernyataan pelarangan ojek daring yang dilakukan oleh pemerintah. Kebanyakan, pendapat yang dikemukakan oleh para komentator adalah ketidaksetujuan atas pernyataan tersebut dengan berbagai alasan. Pada tulisan ini, saya akan coba membahas pernyataan pelarangan ojek daring dari perspektif gado-gado alias pengguna, orang sok tau, dan sok-pemerintah.

Belum maksimalnya pelayanan transportasi di berbagai daerah membuat orang-orang kreatif memutar otaknya untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Tentu, solusi kreatif tersebut yang win-win antara pengguna dan kreator, alias menghasilkan duit. Kemacetan sebagai salah satu masalah transportasi di Indonesia melahirkan berbagai inovasi keren seperti Go-Jek, Grabbike, Blue-Jek, dan lain sebagainya yang semakin hari semakin banyak saja variannya namun tetap

  • Penyedia jasa mendapatkan pengguna dengan memanfaatkan media komunikasi seperti smartphone + internet
  • Menggunakan kendaraan plat hitam sebagai alat transportasi
  • (Kemungkinan besar) Tidak membayar pajak kendaraan bertipe yang seharusnya yakni plat kuning

Sebenarnya, ada undang-undang yang mengatur terkait lalu lintas angkutan jalan yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Kala bertanya tentang cara tilang-menilang yang benar, pasal terkait penilangan, moda transportasi yang diakui, semua ada di sana.

Pembahasan

Kembali ke judul tulisan ini, pelarangan ojek daring, benarkah semua salah pemerintah? Sebelum masuk ke konklusi maka perkenankan saya menyampaikan beberapa fakta yang ada.

  1. Di Jakarta, terdapat angkutan umum yang disediakan oleh pemerintah untuk mengurai kemacetan yakni Trans Jakarta seperti Trans Jakarta dan angkutan non-pemerintah seperti Metromini, dan Bajaj
  2. Per 28 Agustus 2015 terdapat 468[1] armada Trans Jakarta yang beroperasi.

Meskipun sudah ada fakta tersebut, ternyata tetap saja pernyataan pelarangan ojek daring menuai kontroversi dengan beberapa alasan yakni.

  1. Banyaknya pengemudi ojek daring yang akan kehilangan pekerjaan ketika ojek daring dilarang.
  2. Pelarangan ojek daring seakan baru sekarang padahal ojek konvensional sudah beroperasi sejak lama dan pemerintah mempermasalahkan ojek daring karena tidak sesuai dengan aturan pada UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ
  3. Pemerintah belum becus menyediakan layanan transportasi bagi masyarakat

Sudah berimbangkah? Mungkin tidak akan pernah berimbang, tapi mari saya bantu mempertanyakan dan membantah alasan dan fakta yang ada baik dari sisi pemerintah maupun penentang pelarangan ojek daring.

Pemerintah

  1. Walaupun ada angkutan umum yang disediakan oleh pemerintah, apakah mereka siap siaga selama 24 jam? Apakah angkutan umum yang ada dapat mencapai rute ke mana saja? Apakah angkutan umum yang ada bersahabat dengan dompet?
  2. Apakah angka 468 sudah mencukupi untuk memobilisasi pekerja kantoran di Jakarta? Bisakah layanan tersebut tersedia setiap 10 menit sekali?

Penolak Pelarangan Ojek Daring

  1. Memang! Kenyataannya adalah semikian, tapi apakah pekerjaan di Indonesia hanya menjadi pengemudi ojek daring?
  2. Well, setahu saya, prinsip yang dipegang dalam pemerintahan adalah demikian, “Hanya sesuatu yang sudah diatur dan diperbolehkan lah yang legal” Maka dengan adanya ojek daring yang baru muncul pada baru-baru ini sedangkan aturan sudah ada sejak 2009 maka memang secara hukum ojek daring illegal. Ojek konvensional bagaimana? Ya illegal bila menyebutkan diri sebagai alat transportasi umum. Kok tidak berperasaan sih? Ya aturannya memang begitu!
  3. Emang kita sebagai masyarakat sudah becus untuk mematuhi aturan dalam berlalu lintas? Coba pikirkan, seberapa banyak dari kita yang menggunakan busway untuk lajur kendaraan kita yang sangat mungkin menghambat Trans Jakrta untuk tepat waktu? Coba, seberapa banyak dari kita yang SIM nya nembak atau tidak punya SIM baik untuk motor maupun mobil sehingga volume kendaraan di jalanan semakin banyak karena ada orang-orang yang tidak berhak mengemudi tapi tetap mengemudi? Coba, pikrikan lagi, seberapa banyak aturan tentang lalu lintas angkutan jalan yang kita langgar tanpa berpikir bahwa pelanggaran kecil bisa mempengaruhi sistem yang besar?

Nah, sampai sini, sudahkah masing-masing dari kita menjawab pertanyaan “ojek daring dilarang, benarkah semua salah pemerintah?”

Sebelum saya menyampaikan pendapat pribadi saya, maka ada beberapa saran untuk masing-masing dari kita.

Untuk Pemerintah

  1. Selayaknya aturan terkait UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dikaji lebih lanjut terkait prasyarat kendaraan dianggap sebagai alat transportasi umum.
  2. Sebaiknya dibuat kajian hingga sampai pada mekanisme pengajuan izin kendaraan roda dua menjadi alat transportasi umum dengan atau tanpa prasarat yang harus dipenuhi.
  3. Menambah armada transportasi umum sehingga dapat beroperasi 24 jam dengan prioritas waktu tertentu.
  4. Melakukan penegakan aturan dengan tegas terutama dalam berlalu lintas

Untuk Pengguna dan Masyarakat

  1. Sebaiknya, sebelum menuntut banyak coba masing-masing dari kita mematuhi aturan yang ada. Sesederhana mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan aturan tentang mengendarai kendaraan bermotor.
  2. Mari memberikan pemikiran yang elegan, yang terstruktur, supaya kalau nanti mau diajukan, dokumentasinya bisa baik.
  3. Hindari pemikiran “kok saya yang salah? Kok itu enggak juga?” Dengan membantah seperti itu bukan berarti kita menjadi benar atas kesalahan kita, kita ya kita, kalau salah ya salah, kalau ada yang lain salah berarti memang banyak hal yang harus dipersalahkan dan diberikan sanksi.

Pada akhirnya, masing-masing dari kita punya pendapat terkait masalah ini. Jadi, sebenarnya siapa yang bersalah atas kekacauan ini? Bagi saya, pemerintah bersalah, masyarakat bersalah, dan pihak ojek daring pun bersalah. Tentu dengan porsinya masing-masing.

 

Salam,

Aryya Dwisatya Widigdha

Pelajar Pelopor Tertib Lalu Lintas Tahun 2011 Kabupaten Lumajang

 

 

[1] http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150828095854-20-75081/ingin-beroperasi-24-jam-ahok-tambah-armada-transjakarta/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun