Mohon tunggu...
Wilda Hikmalia
Wilda Hikmalia Mohon Tunggu... Administrasi -

Usaha, do'a, yakin dan kerja keras. Serta tulus dan ikhlas

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Melongok Taburan Buih Pesona Belitong

7 Juli 2015   09:20 Diperbarui: 7 Juli 2015   09:20 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

       Menghadap laut Cina Selatan membuat Pantai Serdang memiliki ombak yang cukup besar daripada jajaran pantai-pantai lainnya di Belitong. Pantai Serdang Manggar memiliki cirri khas tersendiri, seperti pasir putihnya yang cukup luas, pohon pinus laut di sepanjang perjalanan masuk pantai bahkan juga menghiasi pinggir-pinggir pantai dengan pohonnya yang tinggi dan lebat. Liukan angin sore pun memperancak sepoaian angin laut sembari melihat dikejauhan barisan perahu katir warna-warni. Serta tidak ketinggalan bagi pencinta kuliner bisa juga menikmati hidangan sore di warung-warung sederhana yang berjejer disepanjang bibir pantai.

Vihara Dewi Kwan Im  

     Tempat ibadah ini adalah spot penutup jelajah Belitong hari pertama eksplorasi. Vihara yang selalu ramai pengunjung terutama saat hari besar keagamaan seperti imlek maupun hari raya waisak ini tampak semarak dengan nuansa merah yang khas sebagai tempat ibadah umat Budha seperti lainnya.

     Menginjakkan kaki pertama kalinya ke sini, saya sedikit enggan menaiki puluhan anak tangga untuk mencapai titik vihara diketinggian apalagi rintik-rintik air hujan turun beberapa saat yang lalu membasahi perjalanan. Akhirnya saya memutuskan untuk hanya sekadar bertegur sapa di sebuah warung satu-satunya di sekitaran vihara terbesar dan tertua di Pulau Belitungi ini. Berbincang dengan penduduk lokal dan meminta segelas air putih hangat untuk memulihkan perut saya yang sedikit bermasalah.

     “Selalu ramai mba di sini, turis luar juga sering ke sini.” Tambah ibu tua penjaga warung yang saya tanyai beberapa hal terkait vihara ini.

     Meskipun vihara yang terletak di Desa Burung Mandi ini sudah berumur ratusan tahun, tapi masih tampak beberapa perbaikan sedang berlangsung.

     “Buka dari jam berapa bu warungnya?” lanjut saya bertanya sembari menyodorkan gelas kosong. “Maaf bu, air putih hangatnya nambah lagi.”

     “Dari pagi mba. Kasihan yang datang kalau warung saya ga buka. Kan kalau saya buka, bisa neduh di sini panas atau hujan, bisa juga beli minuman dan makanan kecil lainnya.”

     Tanpa terasa obrolan singkat saya dengan ibu pemilik warung mungil ini, membuat saya ingin segera melangkahkan kaki ke atas, melihat lebih dekat pusat ibadah Dewi Kwan Im ini. Menapaki setiap sudutnya sampai ke tiga titik tempat sembahyang. Beranjak ke atas vihara, saya sampai di pusat tempat sembahyang paling besar yaitu Kon Im. Saya menemui beberapa tetua (bapak-ibu) di sini, mereka sangat ramah bahkan menyambut serta menyilakan dengan senyuman. Hati saya sungguh terketuk dengan “jamuan” ini. Perbedaan itu bukanlah alasan untuk kita saling membuat senyum dan merangkul erat kebersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun