Mohon tunggu...
Tahta Alfina
Tahta Alfina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Seorang pecinta sastra, mendamba sunyi yang bukan sepi, menjadi serumpun bunga adalah keinginanku, menjadi versi terbaik diriku itulah caraku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Selaksa Sukma

30 Juni 2022   04:07 Diperbarui: 30 Juni 2022   04:24 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah aku yang lemah atau aku terlampau kuat

Untuk segenap jiwa yang merasa kelelahan hingga bertubi sakit menghujam jendela serta ruang

Aku tidak sedang meratap aku hanya merengek untuk seutas tawa yang membiru

Hujan yang membisu kini tiada

Jejak itu masih saudara, hanya saja aku menjelmanya menjadi rupa yang bersenda walau tak senada

Akhir bulan yang setibanya membawaku teringat

Aku bukan sedang mengingat hanya saja teringat

Tiga kejadian memilukan menghujam, menusuk dan mengoyak dengan serakah

Mungkin dimanapun jejaknya ku masih saja terdiam

Ucapmu tidaklah benar dan selalu demikian

Aku melarangku untuk berjumpa diwaktu yang rupanya aku tak sanggup menghadapi akibatnya

Berikan aku vodka, berikan aku ganja, dimana obatnya? Aku tak tahu

Malam ini, bersama dugaan dan juga kursi duduk yang terdiam menyaksikan

Kamu berdiri, disana mengulangi kejadiannya dengan nuansa yang berbeda

Aku jua tak mengerti apa maksudku apalagi maksudmu

Jujur, aku sudah tidak memerlukan penjelasan apapun.

Hanya saja aku memerlukan diriku yang utuh, yang pernah menyendiri dan belum sepenuhnya kokoh

Ya, ibaratkan saja begitu

Lalu kau runtuhkan lagi semuanya kau porak porandakan keadaan yang mulanya membaik dengan dalih

Traumaku akan sembuh dengan adanya dirimu, dan kamu bukanlah pembuat onar seperti ucapku

Sudahlah, selesai... itu kamu dia hanya masa lalu

Aku menyelesaikan semuanya meskipun damai itu amatlah sulit ketika keadaan terus menggaliku menengok ke arah lubang

Luka yang lebam belum sepenuhnya hilang

Akan ku simpan ini, bukan untuk siapapun tapi untuk perdamaian yang ku dambakan, yang kudambakan

Dengan diri sendiri, perdamaian dengan diriku sendiri.

Jangan lupa sakit akan usai, kau terlalu cantik dan kuat

Kau sangatlah berharga dan patut mendapatkan yang memuliakanmu lebih lebih

Yang menyayangimu sangat sangat

-----------------------------

Ingin ku meminta maaf pada kekasihku kelak, maaf bila dalam prosesku sering kali ku melemah, pernah menduakanmu, berselingkuh berpura pura itu cinta sejatiku, bukan.. aku hanya mengira atau justru memaksakan kehendak, maafkan aku yaa... aku sedang jujur jadi terimalah aku apa adanya bahkan bukan dengan apa yang kau lihat, tapi dengan apa yang ku pertunjukkan padamu dan ada padaku, bahwa aku saat ini juga mencintaimu bahkan lebih lebih darimu. Maafkan aku selalu yaa. Aku kurang baik orangnya jadi... arahkan aku, terimakasih telah mencintaiku.

Sakit sekali menulis paragraf di atas.

Seperti aku lupa, lupa bahwa besok akan ada lagi ceria.

Ku kira tadi, gunung es telah mencair, ternyata, aku tak mengerti kemana arah mata angin membawaku.

Sepertinya ini adalah gurun pasir yang kini ditetesi air hujan yang telah lama tertahan dilangit langit penuh kenistaan.

Malang, 30 June 2022

3..10 PM

SELESAI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun