Mohon tunggu...
I Komang Ardana Putra
I Komang Ardana Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suka Menulis

Rombel : 7 Agama Hindu NIM : 2112021093 Prodi : S1 Pendidikan Bahasa Inggris Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perjalanan Menuju Hari Kemenangan: Galungan dan Kuningan

10 November 2021   16:19 Diperbarui: 10 November 2021   16:37 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Galungan dan Kuningan merupakan salah satu hari besar keagamaan bagi umat Hindu. Galungan sendiri memiliki makna menurut bahasa Jawa kuno galungan atau dungulan memiliki makna menang. Dapat dikatakan galungan merupakan hari kemenangan dharma melawan adharma. 

Makna tersebut menyatakan bahwa pada hari galungan dharma merujuk pada pikiran yang terang berilmu dan bijak atau positif mengalami kemenangan melawan pikiran negatif kebodohan dan awidya. 

Hari raya suci Galungan sendiri dilaksanakan setiap enam bulan sekali menurut perhitungan kalender Bali sebab dalam satu bulan menurut perhitungan Bali adalah selama 35 hari sehingga hari raya suci Galungan diperingati setiap 210 hari menurut kalender Masehi. 

Ternyata proses menuju hari raya Suci Galungan tidak hanya diawali dari kegiatan atau hari penyekeban bahkan jauh sebelum itu itu adalah awal dari perjalanan menuju hari kemenangan tersebut

Tumpek Wariga

Tumpek wariga merupakan awal dari rentetan kegiatan menuju hari raya Suci Galungan. Tumpek wariga ada yang lebih kita kenal dengan Tumpek bubuh atau Tumpek Pengatag merupakan hari suci untuk memuja dewa sangkara sebagai dewanya tumbuh-tumbuhan. Hari raya ini dirayakan setiap 210 hari atau 25 hari sebelum hari raya Suci Galungan. 

Dalam merayakan tumpek wariga umat Hindu menghaturkan sesajen kepada tumbuhan selain itu umat Hindu juga menghaturkan bubur sumsum sehingga hari raya ini juga disebut dengan tumpek bubuh. Tujuan dalam menghanturkan sesajen adalah untuk memohon anugrah kepada dewa sangkara agar umat dilimpahkan kesejahteraan dari tumbuh tumbuhan . 

Dalam tradisi Bali ketika melaksanakan upacara tumpek pengatag umat biasanya memukul batang pohon seperti kelapa atau pohon lainnya dengan mengucapkan kalimat

"Kaki - kaki, nini - nini buin 25 dina Galungan, mebuah apang nged nged nged "

Bila diartikan bahasa indonesia sebagai berikut

" kakek -- kakek, nenek -- nenek lagi 25 hari galungan tiba, berbuahlah yang lebat"

Kalimat yang dikatakan ketika memukul batang pepohonan tersebut merupakan permohonan nanti pada hari raya Galungan pohon tersebut berbuah dengan lebat

Anggara Kasih Julungwangi

Anggara kasih julungwangi jatuh pada 15 hari sebelum Hari raya suci Galungan. Perayaan Anggara kasih julungwangi dilakukan dengan menghaturkan lelabaan kepada para Bhuta kala berupa caru alit yang dihaturkan di pemerajan, dan pura, di wilayah penulis caru alit yang dihaturkan berupa caru ayam brumbun wangun urip, caru ini terdiri dari tetandingan yang menyesuakian arah mata angin dan uripnya, misalnya barat 7, selatan 9, timur 5, utara 4 dan tengah 8 sehingga jumlah totalnya adalah 33. Tujuan menghaturkan caru alit ini adalah untuk pembersihan area menjelang hari raya suci galungan

Buda Pon Sungsang 

Buda Pon Sungsang diperingati sebagai hari sugian pengenten yaitu 7 hari sebelum hari raya Suci Galungan serta mulai berlakunya uncal balung. 

Uncal balung sendiri yang memiliki makna melepaskan hal-hal negatif atau adharma yang ada pada diri, menurut budaya Hindu uncal balung dianggap sebagai hari yang buruk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan baik seperti membangun rumah mengadakan upacara manusa yadnya pawiwahan, membangun pura dan lainnya serta beberapa peraturan atau larangan lain yang sesuai dengan deca kala maupun patra setempat. Uncal balung ini berlangsung selama 42 hari atau abulan pitung dina. 

Sugihan Pengenten memiliki makna ngentenin atau mengingatkan agar selalu waspada serta tidak mudah terpengaruh terhadap godaan-godaan buruk atau adharma

Warespati Wage Sungsang

Warespati wage sungsang atau Sugihan Jawa diperingati pada hari sebelum hari raya Suci Galungan. Jawa ada kata Sugihan Jawa memiliki arti jaba atau luar yang memiliki maksud bhuana agung atau alam semesta.Upacara Ini dilaksanakan di pemerajan dan pura sebagai wujud pembersihan alam semesta atau bhuana agung untuk menyambut hari raya Suci Galungan

Sugihan Bali

Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang, atau 5 hari sebelum Galungan. Adalah upacara untuk membersihkan diri atau bhuana alit yang dilaksanakan 5 hari sebelum hari raya Suci Galungan pembersihan ini dilakukan dengan melaksanakan persembahyangan di merajan masing masing

Penyekeban 

Pada hari penyekeban yang berlangsung pada Redite pahing wuku dungulan, pada hari kita kembali biasanya mulai menyimpan buah yang hampir matang atau tape ketan untuk lihat pada hari raya Galungan selain itu hari penyekeban memiliki makna filosofis nyekeb menyimpan, menahan, atau mengekang sifat negatif atau hawa nafsu serta hal-hal negatif yang bertentangan dengan ajaran agama yang ada dalam diri manusia

Penyajahan

Penyajahan dilaksanakan 2 hari hari raya Galungan dimana pada saat itu umat Hindu membuat jajan sajen untuk dihaturkan pada hari raya Galungan seperti jaja uli, jaja begina, iwel, dodol, serta satuh. 

Menurut umat hindu setiap jajanan memiliki makna serta simbol masing masing. Dalam hari penyajahan juga memiliki makna "saje" atau "nyajahang" yang yang bermakna meneguhkan menyakinkan atau menguatkan tekad untuk berpegang teguh dalam ajaran dharma untuk menyongsong hari raya Suci Galungan

Penampahan Galungan

Penampahan Galungan diperingati hari sebelum hari raya suci Galungan. Pada saat itu umat Hindu menyembelih binatang-binatang ternak seperti ayam dan babi, ayam dianggap memiliki sifat rajas nafsu, ego, dan babi dianggap sebagai simbol malas, kotor pikiran gelap (tamas) dengan menyembelih hewan tersebut memiliki makna filosofis yakni membunuh sifat-sifat buruk yang tersisa dalam diri manusia serta penampahan memiliki makna "nampa" atau menyangga sifat sifat baik dalam diri manusia agar tetap tegak dan kokoh. 

Selain itu umat Hindu juga menancapkan Penjor. Penjor merupakan wujud simbolis dari naga Basuki sebagai simbol kesuburan atau kesejahteraan namun ada juga yang mengatakan sebagai simbol gunung. 

Pada penjor diikatkan hasil bumi seperti buah umbi dan hasil pertanian lainnya yang umumnya ditancapkan di sebelah kiri pintu keluar atau sebelah kanan pintu masuk waktu pemasangan penjor dilakukan setelah lewat tengah hari

Buda Kliwon Wuku Dungulan

Buda keliwon wuku dungulan atau yang kita kenal dengan Galungan merupakan puncak acara. Umat Hindu Bali biasanya bersembahyang di pura merajan maupun kawitan. 

Di sini para sanak saudara yang merantau keluar akan pulang ke kampung halamannya ke rumah tua atau orang tua untuk bersembahyang. Bila keluarga memiliki anggota keluarga yang sudah meninggal namun belum melaksanakan pengabenan maka mereka wajib datang mengunjungi prajapati untuk memberikan sodaan kepada sanak saudaranya yang meninggal

Umanis Galungan

Pada hari ini umat Hindu akan berkumpul dengan sanak saudara untuk saling bermaafan dan memaafkan bilamana ada kesalahan yang dilakukan di masa lalu. Umat Hindu pada malam harinya melakukan persembahyangan selama sembilan hari kedepan untuk memuja dewata nawa sanga

Dua hari kemudian merupakan hari suci Pemaridan Guru dimana keluarga melakukan persembahyangan di merajan masing masing

5 hari setelah galungan diselenggarakan upacara bhuta yadnya dengan menghaturkan caru agar para bhuta tidak mengganggu keharmonisan alam beserta isinya Yang disebut Pemacekan Agung

Kuningan

Kuningan dilaksanakan 10 hari setelah hari raya Galungan di mana pada waktu itu para bhatara bhatari turun ke bumi sampai tengah hari yaitu pukul 12 siang, pada saat Kuningan umat menyampaikan rasa puji syukur atas anugerah dari beliau dilakukan dengan menghaturkan nasi kuning serta Kuningan memiliki makna ngungingang atau memberitahu pretisentana agar senantiasa berjalan di jalan kebenaran dan mengikuti jejak baik leluhurnya. 

Selain itu meniurut tradisi di kecamatan Kubu, Karangasem pada hari raya Kuningan umat hindu yang memiliki sanak saudara yang telah meninggal namun belum diupacarai ngaben akan didatangi ke praja pati bagi yang mayatnya dikubur atau ke laut bila mayat atau sawa dibakar. 

Umat hindu setempat meyakini bahwa roh leluhur juga ikut turun bersama dengan para dewa pada hari tersebut dan akan kembali ke tempatnya setelah lewat tengah hari

Pegat Wakan

35 hari setelah hari raya Galungan merupakan hari buda keliwon pahang di mana pada hari itu uncal balung berakhir serta umat Hindu mencabut penjor yang kemudian dibakar didepan rumah dan abunya ditabur di pekarangan sebagai permohonan kesejahteraan keluarga. Pada hari itu pula bertepatan dengan piodalan di pura Silayukti

Nama : I Komang Ardana Putra

NIM : 2112021093

Prodi : S1 Pendidikan Bahasa Ingris

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun