Hari kamis, tepatnya tanggal 3 Mei 2018, untuk pertama kalinya dalam hidup menginjakan kaki di Kota Udang, atau yang lebih dikenal sebagai Kota Cirebon. Â Untuk pertama kalinya juga pergi ke luar kota menggunakan kereta api, lebih tepatnya kereta api kelas eksekutif. Sepertinya pengalaman yang menyenangkan bukan? Â Mari kita buktikan.
Subuh di hari kamis itu, mahasiswa/i semester II ATVI yang akan mengikuti UAS fotografi dijadwalkan untuk berkumpul di Stasiun Gambir pukul 05.00 WIB. Di sana para mentor dari setiap kelas sudah menunggu untuk mengabsen tiap pesertanya, setelah diabsen kami menunggu di ruang tunggu sesuai dengan kelas masing-masing dan tentunya juga harus sesuai gerbong kereta masing-masing. Setelah cukup lama menunggu, jam 06.30 WIB diarahkan mengantri untuk menunjukan tiket kepada petugas kereta agar bisa memasuki gerbong kereta.Â
Ternyata tidak langsung memasuki gerbong kereta, kami masih diperintahkan untuk menunggu disebuah ruangan. Setelah beberapa menit menunggu, para peserta berbaris bergantian untuk memasuki gerbong , mulai dari yang akan memasuki gerbong pertama hingga gerbong terakhir.Â
Saat memasuki gerbong delapan, terasa padat sekali karena semua harus mengantri dan mencari nomor tempat duduk yang sesuai dengan nomor yang tertera ditiket masing-masing. Akhirnya setelah menunggu antrian dan mencari nomor tempat duduknya, menemukan nomor tempat duduk yang sesuai, yaitu nomor 6A, dekat dengan jendela. Tepatnya, pukul 07.15 WIB kereta pun melaju menuju Stasiun Cirebon.Â
Beberapa teman yang kampung halamannya di Cirebon mengatakan, perjalanan dari Jakarta (Stasiun Gambir) menuju Stasiun Cirebon memakan waktu sekitar 3 jam. Mungkin karena harus berkumpul pukul 05.00 WIB, yang mengharuskan bangun tidur lebih pagi dan mengakibatkan ngantuk, maka saat perjalanan dimulai, banyak yang langsung menyenderkan kepalanya di kursi, alias tidur. Setelah 2 jam tidur, membuka penutup jendela menjadi hal yang dilakukan setelah bangun tidur. Pemandangan diluar jendela terpampang sawah yang begitu luas dan hijau.Â
Ada juga beberapa anak yang jalan-jalan di gerbong kereta untuk saling menyapa dan bercanda satu sama lain, tidak ketinggalan juga untuk saling berfoto selfie. Lalu setelah bersenda gurau, mas Ade (pembimbing digerbong delapan) mengatakan bahwa telah sampai di Stasiun Jati Barang, Indramayu, yang berarti setengah jam lagi akan sampai di Stasiun Cirebon, maka dari itu barang-barang yang diletakkan di atas (bagasi gerbong kereta) harus segera diturunkan agar saat nanti tiba tidak terburu-buru.Â
Tiba di Stasiun Cirebon pukul 10.00 WIB, seluruh peserta yang berada di gerbong delapan membawa barang-barang mereka dan mengantri untuk keluar dari gerbong tersebut. Setelah semua peserta beriringan keluar gerbong, diarahkan untuk keluar Stasiun Cirebon dan menaiki Bus Pariwisata yang sudah dibagi menjadi 4 bus. Yang mengisi bus 4 sebagian besar adalah kelas 2-Jurnalistik (2F), dan ada beberapa anak kelas 2E. Kakak-kakak dari Kedai Travel, yang akan membimbing dan mengarahkan selama hunting fotografi di Cirebon, telah menyambut di dalam bus.
Pemberhentian pertama adalah Taman Budaya Hati Tersuci. Diarahkan ke sebuah aula untuk menikmati rasa Nasi Jamblang, semua peserta harus mengantri terlebih dahulu untuk menyantap Nasi Jamblang. Nasi Jamblang adalah salah satu makanan khas Cirebon, yang dibungkus menggunakan daun jati dan terdapat lauk pauk didalamnya, seperti tempe, tahu, telur dadar, ayam goreng, dan sambal.
Selain untuk di nikmati, menyusun lauk pauk dari Nasi Jamblang agar terlihat padat dan menarik, lalu mengambil foto dengan berbagai angle dan cahaya yang berbeda-beda juga harus dikerjakan, karena itu tugas pertama dalam hunting fotografi. Setelah selesai menyantap dan mengambil foto Nasi Jamblang, mulai masuk ke dalam area taman. Menurut tour guide yang berada disana, Taman Budaya Hati Tersuci ini baru diresmikan tanggal 17 Desember 2017. Disini terdapat patung salib yang besar dan juga patung tokoh-tokoh yang terdapat dalam Alkitab, seperti patung Simon Menolong Yesus. Dan disini juga terdapat Gereja Katolik yang cukup besar.Â
Keraton Kesepuhan menjadi tujuan kedua, Keraton Kesepuhan adalah salah satu Keraton terluas di Cirebon, dengan luas sekitar 25 hektar. Disini terdapat banyak bangunan bersejarah, mulai dari yang berbentuk batu hingga museum yang jika ingin masuk harus membayar Rp. 25.000,00. Keraton Kesepuhan juga setiap tahunnya mempunyai berbagai acara tradisi, seperti acara Panjang Jimat. Panjang Jimat adalah sebuah acara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setelah dari sini, perjalanan pun berlanjut ke Desa Gerabah Sitiwinangun.
Desa ini terletak di Jalan. Moh. Ramdan No.16, Kecamatan Jamblang, Cirebon. Sitiwinangun adalah gabungan dari dua kata, yaitu Siti yang artinya tanah dan Winangun yang artinya dibangun. Desa yang terkenal dengan kerajinan gerabah nya ini sudah menghasilkan banyak kerajinan gerabah seperti berbentuk gentong air, topeng, asbak, dan yang lainnya, hasil kerajinan gerabah ini juga tidak hanya sampai di kota Cirebon, tetapi sudah keluar kota bahkan sampai keluar negeri.
Penduduk disini mayoritas mata pencahariannya tentu saja membuat kerajinan gerabah ini, dengan modal yang seadanya dan untung yang tidak seberapa. Â Cara pembuatan kerajinan gerabah hingga saat ini adalah menggunakan alat putar atau ada juga yang dicetak. Karena hari semakin sore dan belum mengisi energi, maka sebelum ke penginapan, menyempatkan untuk makan malam di sebuah caf. Setelah itu, kira-kira pukul 20.00 tiba di Hotel Budget yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Cirebon.Â
Pembagian kamar pun selesai, satu kamar diisi oleh dua orang. Setelah itu semua langsug masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat sejenak, karena masih ada 3 hari lagi yang menanti untuk mengunjungi tempat-tempat menarik lainnya di Cirebon.Hari kedua bangun pagi sekitar pukul 04.00 WIB. Mandi dan sarapan menjadi kegiatan bergantian antar teman satu kamar, jika yang satu mandi, yang satunya bisa sarapan terlebih dahulu dilantai 2. Pilihan sarapan yang cukup lengkap, terdapat  makanan berat seperti nasi, ayam, atau telur, ada juga yang lebih ringan seperti roti dengan berbagai selai dan sereal. Dan makanan penutupnya atau dessert nya adalah buah (semangka, melon, dll) dan pudding.
Setelah semua selesai, dapat kembali ke kamar terlebih dahulu dan memilih untuk membawa peralatan yang penting-penting saja terutama kamera dan tripod. Tepat pukul 06.00 WIB, semua peserta harus sudah berada di bus masing-masing, tujuan tempat perjalanan pertama hari ini adalah pusat batik Trusmi. Kesini memang harus pagi hari agar tidak hanya melihat proses pembuatan membatik, tetapi juga dapat melihat proses jual-beli yang ramai jika pagi hari.Â
Disana terdapat banyak rumah atau tempat yang dijadikan khusus membatik, mulai dari anak muda sampai lanjut usia ada yang membatik. Canting yang menari-nari dengan mengikuti pada pola kain seolah menghanyutkan orang yang melihatnya, mencari banyak angle untuk difoto juga cukup sulit, karena pencahayaan ditempat membatik agak redup. Menurut data yang diketahui, harga batik di Trusmi bervariasi, mulai dari Rp. 25.000,00 sampai Rp. 999.000,00, tentunya perbedaan bahan dan corak pada batik nya yang membuat perbedaan harga itu ada.Â
Setelah itu, melanjutkan hunting foto ke Stasiun Cirebon dan Balai Kota Cirebon, disana harus memperhatikan tingkah orang-orang yang lalu lalang, bangunan-bangunannya, dan transportasinya. Saat itu suasana Balai Kota Cirebon yang mempunyai khas patung udang yang berada diatas sebuah bangunan terlihat sepi, ramai hanya dengan anak-anak yang sedang melaksanakan UAS Fotografi yang sibuk mencari dari berbagai angle untuk mendapat foto yang estetik. Balai Kota Cirebon bangunannya seperti bangunan Belanda pada jaman menjajah, jadi terlihat seperti megah.Â
Siang itu terasa panas sekali di sekitar Stasiun dan Balai Kota, sehingga banyak peserta yang hanya mengambil foto sebentar lalu kembali ke bus, ada juga yang membeli jajanan dipinggir jalan sekitar Balai Kota. Tepat pukul 11.25 WIB, tiba di Masjid Mera untuk melaksanakan Sholat Jumat. Seharusnya bagi yang tidak sholat ditugaskan untuk mengambil foto di Masjid Mera, tetapi karena panas matahari yang semakin terik, jadi yang tidak sholat  kebanyakan hanya duduk-duduk dan menikmati minuman sambil mengobrol dan merokok, dan ada juga yang menunggu di bus. Setelah sholat jumat selesai, semua peserta langsung diarahkan masuk ke bus dan melanjutkan perjalanan.Â
Pukul 13.30 tiba di kampung nelayan Bondet, atau lebih dikenal dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Bondet. Matahari seolah-olah semakin berada diatas kepala, dan yang lebih mengejutkan harus berjalan kurang lebih 4 Kilometer untuk sampai di TPI Bondet, belum jalan saja sudah membayangkan betapa jauhnya perjalanan yang harus ditempuh.Â
Benar saja, saat perjalanan dimulai, sudah banyak keluhan yang terdengar, karena area untuk berjalan pun dipadati oleh bebatuan yang kecil-kecil seperti kerikil, yang membuat telapak kaki terasa sakit, tetapi disepanjang perjalanan terdapat sawah-sawah yang hijau dan membuat udara sedikit sejuk.Â
Setelah 1,5 jam berjalan, akhirnya sampai di TPI Bondet, disana sudah ada 2 perahu besar milik nelayan yang berisi ikan-ikan segar yang akan dilelangkan. Para nelayan bergotong royong untuk menurunkan ikan-ikan tersebut, lalu setelah ikan-ikan dikumpulkan di satu ruangan, para peserta mengambil foto dari berbagai angle. Pukul 16.00 WIB kembali ke bus menggunakan perahu besar, tetapi secara bergantian, pertama para peserta yang berada di bus 1 dan bus 2, setelah itu bus 3 dan bus 4.Â
Setelah semua bus sudah siap dan lengkap, perjalanan selanjutnya adalah makan malam di Green Eastern Resto. Karena sudah malam dan banyak yang letih, ke keraton kesepuhan akhirnya dibatalkan dan diganti besok malam, jadi diputuskan untuk kembali ke hotel.
![img-20180522-214432-1-jpg-5b042e305e13735ad8123022.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/05/22/img-20180522-214432-1-jpg-5b042e305e13735ad8123022.jpg?t=o&v=770)
Di pantai Kejawanan semua peserta mencari posisi terbaik untuk memotret saat matahari terbit (sunrise). Banyak yang menjadikan 'siluet' menjadi angle foto yang diambil. Pukul 06.30 WIB para peserta diarahkan untuk ke bus  untuk kembali lagi ke hotel untuk mandi dan sarapan.Â
Setelah mandi dan sarapan selesai, saatnya kembali melanjutkan perjalanan ke  Kuningan, tepatnya Cipari. Cipari adalah tempat batu-batu pada masa Megalitikum. Disana terdapat banyak batu, seperti batu Menhir, batu Temu Gelang, batu Peti Batu. Salah satu sejarah batu Peti Batu, batu itu termasuk peninggalan zaman megalitikum, yang berfungsi untuk menyimpan mayat. Terdapat juga museum yang meyimpan batu-batu yang kecil dan bersejarah.Â
Setelah satu jam di Cipari, perjalanan selanjutnya adalah ke Linggarjati, Linggarjati adalah situs sejarah pejuangan bangsa Indonesia, disana terdapat banyak saksi bisu dalam perjuangan para pahlawan dalam memperjuangkan Bangsa Indonesia, seperti tempat tidur dan ruangan-ruangan nya, foto-foto asli saat memperjuangkan bangsa Indonesia, tempat persidangan dengan bangsa kolonial.Â
Setelah dari linggarjati, dilanjutkan dengan makan siang di Kelapa Manis, salah satu restaurant yang terkenal di Kuningan, view atau pemandangannya indah, dengan banyak pohon-pohon dan udaranya juga sejuk. Setelah makan siang, para peserta diarahkan untuk menuju pusat oleh-oleh.Â
Banyak yang berbelanja makanan khas Cirebon seperti kerupuk melarat. Ada juga yang membeli baju batik khas Cirebon dan juga sandal batik. Sekitar 2 jam diberi waktu untuk berbelanja, saatnya menuju tempat makan malam. Setelah makan malam selesai, tiba saatnya menuju ke Keraton Kesepuhan untuk menonton tari Topeng.Â
Cara memotret tari topeng dengan pencahayaan yang kurang memang menjadi tantangan yang tersendiri, terlebih harus memotret dengan mengikuti gerakan  tari topeng, tetapi disitulah pembelajarannya. Pukul 22.00 WIB kembali ke bus dan tidak lama sudah tiba kembali ke hotel untuk beristirahat di malam terakhir.
Hari keempat lebih santai dari hari kemarin, bangun pukul 05.00 WIB, segera mandi dan sarapan. Setelah itu para peserta ditugaskan untuk memotret kegiatan CFD (Car Free Day) di depan hotel yang ditempati, lalu pukul 08.00 WIB menuju Goa Sunyaragi. Goa Sunyaragi adalah sebuah gua yang berlokasi di Kesambi. Sunyaragi berasal dari kata sunya dan ragi. Sunya yang artinya sepi dan Ragi yang artinya raga.Â
Disana juga terdapat baeberapa goa yang mempunyai sejarah berbeda. Setelah dari Goa Sunyaragi, tujuan terakhir sebelum pulang adalah menyantap hidangan Empal Gentong. Untuk pertama kalinya mencoba salah satu makanan khas Cirebon yaitu "empal gentong" .Â
Empal gentong mirip gulai dan  soto betawi, daging yang ada di empal gentong adalah usus, babat, dan tentunya daging sapi, dan kuahnya seperti kuah kari, rasanya enak dan gurih. Selesai menyantap empal gentong, segera bergegas masuk ke bus untuk kembali ke stasiun Cirebon. Tetapi sebelum sampai di stasiun Cirebon, kami satu angkatan berfoto bersama di depan gedung putih Wali Kota Cirebon. Setelah itu kembali ke Stasiun Cirebon untuk kembali ke Stasiun Gambir.Â
Inilah benar-benar pengalaman pertama, mulai dari pertama ke Cirebon, pertama menaiki kereta eksekutif, pertama makan empal gentong, dan tentunya pertama hunting fotografi bersama-sama satu angkatan dalam rangka UAS Fotografi. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada pengalaman pertama dan Cirebon-Kuningan, semoga bisa menjadi pelajaran yang berharga dan bermakna untuk hidup.
ig : esterrminar
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI