Mohon tunggu...
Elwahyudi Panggabean
Elwahyudi Panggabean Mohon Tunggu... -

Journalist

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dua Butir Peluru

6 Oktober 2015   18:34 Diperbarui: 6 Oktober 2015   20:22 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syafri mulai menjaga jarak. Tetapi,  terus mengikuti jejak-jejak kegiatan si pak Tua. Hingga suatu saat

dia memergoki Pak Tua tengah menempeleng seorang sopir sudako bertubuh krempeng. Syafri menghampiri kerumunan orang itu. Pak Tua tidak perduli.

“Kita sudah lama saling kenal, Pak. Jangan ganggu hidup saya,” kata Pak Tua di kerumunan orang-orang terminal.

“Saya Polisi Pak Tua,” kata Syafri memegang tangan Pak Tua. Tetapi, Pak Tua menyentakkan tangannya. Pak Tua segera berlalu dan berujar:  “Suatu saat Anda pasti kenal siapa saya…,” Pak Tua segera naik ke sudako menuju arah Pasar Pringgan.

Seorang opsir tentara yang menyaksikan peristiwa kecil mendatangi Syafri. “Sebaiknya Anda tidak usah ganggua dia. Dia itu pejuang kemerdekaan. Hargailah jasa-jasanya,” kata si Tentara. Syafri tersenyum sinis.

Keesokan harinya, Pak Tua ngobrol di warung kopi. Dia tampak berbicara soal kematian. Bercerita berapi-api sampai mengutip ayat-ayat Quran tentang kematian. Namun, saat Syafri muncul Pak Tua langsung diam. Kemudian pergi tanpa pamit dengan teman semejanya.  Ketiga teman semeja Pak Tua, pria 50-an yang sering mangkal di warung kopi itu, juga menyusul Pak Tua ke luar dari warung kopi. Syafri tak perduli. Ia memesan segelas kopi.

Jarum jam di dinding warung itu menunjuk angka tiga. Sore itu, Kota Medan tetap ramai, warung ulai sepi. Hanya ada Syafri, Liong—orang Tionghoa pemilik warung—dan Burhan, pelayan di warung itu.Tiba-tiba Tarigan, pria 50-an, muncul.

“Hei, Pak Polisi, bagaimana kalau kita main catur? Aku masih penasaran, bah! Kalah dua kosong pecan kemaren,” katanya.

“Boleh,” kata Syafri. “Malam mini saya tidak tugas.”

“Mainnnya, jangan sampai jam enam ya, Pak?!”  kata Liong saat mengambil kotak catur di atas lemari kue. Mereka main. Asyik tampaknya. Kali ini, giliran Syafri yang kalah. Kalah telak: dua-kosong, baru satu jam bermain.

“Bagaimana jika taruhannya kita tambah aja, Pak Tarigan? Biar lebih konsentrasi, aku?”  usul Syafri yang selalu fair dalam bermaijn catur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun