Mohon tunggu...
Alex Pandang
Alex Pandang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer

Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tertulis

30 Oktober 2018   20:30 Diperbarui: 31 Oktober 2018   09:41 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Air Terjun Tanggedu, Sumba Timur-NTT, sumber. Google.com)

Lalu aku terhenti pada sebuah tatapan alam yang kian terlupa, sungai-sungai cantik di lereng lereng ini menggoda untuk pulang

Kemudian suara suara sepi berbisik-bisik di tepi telinga membelah pecah satu pesan tua menganga dari jerat kekang

Ajak mereka, yah! ajak mereka sedikit saja menolehe tntang cerita tiang garam yang pernah mengasinkan bumi!

Dimana semesta terlalu sabar untuk menyodorkan jari jariNya menyentuh satu persatu luka sekejap berubah sembuh!

Bukankah kita memang manusia yang kerap berlari mengejar kesendirian meski kebisingan bumi kian laju menghapus kisah kisah tua

Bukankah kita memang terlalu doyan berteman dengan tembok-tembok kota? Ah!, Lagi dan lagi penyakit lupa diri memang tak ada terapinya!

Aku masih beta digoda-goda cantikmu! Semoga abadi!Aku hanyalah anak kecil yang bernyanyi dalam rintih rindu sang alam.

Biar saja orang-orang itu pergi meninggalkan kita semaunya!Setidaknya disini ada dua jalan panjang yang tak sengaja bertemu!

Sebagaimana malam pernah terbuang sia-sia tetap saja ia punya cahaya kecil bernama bintang!

Lalu mengapa kau buta kawan? Apakah hatimu sudah tamat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun