Mohon tunggu...
Michael Juanda
Michael Juanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orangutan Journey

Indonesian Ecotour Guide, Founder of Orangutan Journey!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pariwisata Indonesia Kelas Dunia (Pt.1): Modal Karunia Alam Memesona Saja Tidak Cukup

30 Januari 2023   13:45 Diperbarui: 31 Januari 2023   13:19 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Performa sektor pariwisata Indonesia dalam hampir satu dekade terakhir ini membawa optimisme bagi banyak kalangan khususnya yang menjadi stakeholders di sektor ini. Gambaran pertambahan devisa yang signifikan, melejitnya brand campaign Wonderful Indonesia di berbagai belahan dunia, hingga meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) menjadi barometer yang mengindikasikan terjadinya kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya.

Berpatokan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) secara year on year jumlah kunjungan wisman ke Indonesia di masa sebelum pandemi COVID-19 dalam kurun waktu 5 tahun (2015-2019)sejak terakhir di angka 9,435 juta wisatawan pada 2014, terus terjadi peningkatan secara kuantitas yang linear. 10.230.775 wisman (2015);  11.519.275 (2016); 14.039.799 (2017); 15.810.305 (2018); dan 16.106.954 (2019).

Angka di atas memang belum mampu mencapai target Presiden Joko Widodo pada periode pertama pemerintahannya yaitu 20 juta wisman di tahun 2019, dan fakta bahwa Indonesia masih ada di urutan 5 di bawah Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam dari jumlah kunjungan wisman secara keseluruhan di wilayah ASEAN tidak menjadikan kita pesimis.

Peningkatan kuantitas ini harus disikapi dengan pembenahan kualitas secara masif agar pariwisata kita mampu berkelanjutan dan membawa dampak lebih luas kepada kesejahteraan masyarakat.

Visi Pariwisata Kelas Dunia

Visi pembangunan pariwisata nasional kita adalah "Terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat." Ada tiga kata kunci penting yang kita temukan dalam visi ini, yaitu: kelas dunia, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI (2014-2019) pernah menyampaikan terkait positioning pariwisata Indonesia "Untuk menjadi global player, maka kita harus menggunakan global standard." Penekanan ini bertujuan agar pembangunan pariwisata nasional dapat direspon terukur secara baik dengan parameter Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) dari World Economic Forum (WEF) yang menjadi tolok ukur secara global.

Visi untuk menjadi negara tujuan pariwisata kelas dunia di atas harus dapat dipahami secara merata dengan kesamaan persepsi baik di level pusat maupun level daerah, pada tatanan pengambil kebijakan, formulator, maupun praktisi pariwisata hingga masyarakat luas.

Destinasi 'Kelas dunia' tentu tidak dapat dicapai dengan upaya-upaya dan tata kelola dengan standar 'kelas lokal' ataupun menyelenggarakan kegiatan pariwisata yang terkesan asal berjalan, asal promosi, dan asal dikunjungi.

Lingkungan berkelanjutan masih menjadi raport merah pembangunan pariwisata Indonesia (Foto: Data presentasi TTCI Kemenparekraf RI)
Lingkungan berkelanjutan masih menjadi raport merah pembangunan pariwisata Indonesia (Foto: Data presentasi TTCI Kemenparekraf RI)

Lebih jauh, ada tuntutan untuk menjalankan pariwisata dengan orientasi berkelanjutan yang perlu pendalaman pemahaman secara komprehensif. Beberapa retorika dasar yang dapat dikemukakan antara lain: Apakah pemahaman tentang sustainable tourism dapat dimengerti secara praktis oleh masyarakat? Apakah kebijakan terkait pariwisata berkelanjutan yang diformulasikan negara applicable dengan kondisi belum meratanya pembangunan pariwisata di banyak daerah?

Sedikit melebar, salah satu permasalahan besar di bidang keilmuan dinamis seperti pariwisata adalah terus berkembangnya definisi dan terminologi baru di dalamnya yang kerap kali dimengerti pada tatanan konseptual dan teoretikal namun bersifat elitis. Diperlukan juga narasi-narasi gamblang yang dapat membumikan visi, definisi, hingga strategi pembangunan pariwisata kepada banyak lapisan sehingga menghasilkan persepsi yang sama untuk dapat dieksekusi dengan baik di berbagai daerah.

Pesona Indonesia

Dalam narasi branding pariwisata "Wonderful Indonesia", ada 5 elemen yang menjadi pesona pariwisata Indonesia yaitu natural wonders, cultural wonders, sensory wonders, modern wonders, dan adventurous wonders. Pesona alam menduduki posisi yang sangat penting sebagai salah satu pilar utama dari daya tarik pariwisata nasional kita.

Logo Wonderful Indonesia, branding resmi pariwisata RI
Logo Wonderful Indonesia, branding resmi pariwisata RI

Indonesia dianugerahi pesona alam yang luar biasa dan sangat beragam. 17 ribu lebih pulau besar dan kecil, bentang alam dan kondisi geografis yang memikat dari ujung barat hingga ujung timur. Bermacam tipe hutan, flora dan fauna, perbukitan dan pegunungan, sungai, laut, dan samudera menjadikan Indonesia salah satu surga wisata alam di dunia.

Namun kita kerap terlena dengan beragam karunia alam dan keindahan bumi nusantara sehingga menimbulkan 'ketergantungan' hanya kepada pesona alam dan menciptakan anggapan umum bahwa seharusnya pariwisata kita maju dan mudah menarik investasi dengan segala modal alami yang kita miliki.

Faktanya untuk bersaing secara regional saja kita masih terus tertinggal dari beberapa jiran yang notabene adalah rival dalam mendatangkan kunjungan wisatawan mancanegara.

Pesona alam Indonesia seringkali membawa euphoria yang dimaknai berlebihan dan membuat kita jumawa, seolah-olah tugas penting kita hanyalah tinggal mempromosikannya dan wisatawan mancanegara akan auto berkunjung karena terpukau dari berbagai publikasi menarik yang dibuat.

Danau purba Sigending di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, potensi daya tarik wisata alami yang belum didukung akses dan amenitas memadai | Dok Pribadi
Danau purba Sigending di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, potensi daya tarik wisata alami yang belum didukung akses dan amenitas memadai | Dok Pribadi

Kenyataannya, banyak destinasi wisata maupun daya tarik wisata di berbagai daerah yang 'menjual' pesona alam sebagai atraksi utamanya gagal mencapai hasil maksimal karena pengelolaan yang kurang baik hingga kebijakan-kebijakan yang tidak tepat.

Lazim kita temukan tempat dengan fenomena alam menarik namun dicapai dengan akses melalui jalan perkebunan industri dengan kondisi hutan gundul, tidak memiliki amenitas memadai bagi wisatawan, hingga faktor keamanan yang rendah.

Maraknya penggunaan kata-kata promosi hidden paradise atau hidden gem untuk menarik kunjungan dan menggambarkan indahnya sebuah objek wisata yang belum populer seringkali kontras dengan kondisi existing yang ada di sekitar daya tarik wisata tersebut, yang tidak mendukung kesiapan untuk dikunjungi wisatawan.

Ini jelas sebuah ironi karena dalam aktivitas wisata, kesan pertama akan sangat melekat bagi pengunjung.

Ekowisata & Ancaman Greenwashing

Dewasa ini, ekowisata atau ecotourism menjadi aktivitas wisata yang memiliki daya tarik khas dan semakin populer dalam menggaet kunjungan wisatawan. Perpaduan unsur keindahan alam, budaya, dan aspek sosial masyarakat yang menjadi pilar kuatnya adalah modal besar yang dimiliki Indonesia.

Tren kunjungan wisatawan dunia yang semakin meminati destinasi-destinasi wisata yang berbasiskan alam dan budaya lokal adalah peluang untuk dimaksimalkan pariwisata Indonesia dalam menggaet kunjungan. Tren yang sama ini juga mendorong banyak pelaku usaha wisata untuk mencitrakan diri sebagai yang 'ramah lingkungan' lewat beragam produknya. Di sisi lain, kecenderungan ini juga melahirkan fenomena berkonotasi negatif yang dikenal sebagai Greenwashing.

Ilustrasi greenwashing (Foto: brighthouse.com.au)
Ilustrasi greenwashing (Foto: brighthouse.com.au)

Will Kenton (2020) menyebut greenwashing sebagai proses penyampaian pesan dan kesan palsu atau memberikan informasi yang menyesatkan tentang bagaimana produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan seolah-olah lebih ramah lingkungan. Greenwashing merupakan klaim yang tidak berdasar untuk memperdaya konsumen agar percaya bahwa produk mereka ramah lingkungan.

Dalam konteks ekowisata, greenwashing marak dipraktikkan oleh pelaku usaha maupun pengelola destinasi yang orientasi utamanya dimotivasi untuk mendatangkan kunjungan sebanyak-banyaknya lewat pola 'kampanye hijau' yang tidak bertanggung jawab. Ekses dari kecenderungan ini melahirkan antitesa terminologi ekowisata yaitu "Pseudo-ekowisata."

Kembali kepada pentingnya first impression dalam aktivitas wisata, hingga retorika tentang bagaimana pemahaman sustainable tourism bagi stakeholders pariwisata dapat dipahami secara komprehensif dan applicable, praktik-praktik greenwashing dalam aktivitas wisata dapat menjadi bumerang bagi pariwisata Indonesia jika hanya membidik pada banyaknya investasi dan meroketnya jumlah pengunjung.

Strategi Memanfaatkan Karunia Alam Menuju Wisata Kelas Dunia

Harus kita akui bersama bahwa peningkatan performa pariwisata Indonesia dan dijadikannya sektor ini sebagai salah satu prioritas utama pembangunan oleh pemerintah telah berperan signifikan memengaruhi mindset masyarakat khususnya dalam memanfaatkan karunia alam yang dimiliki Indonesia.

Pariwisata secara perlahan mampu membawa perubahan perspektif dari kecenderungan ekstraktif dan eksploitatif dalam memanfaatkan sumber daya alam, menjadi aksi-aksi kreatif dan lahirnya kepedulian dalam menjaga alam lewat upaya-upaya konservasi.

Memperkenalkan salah satu potensi ekowisata Indonesia kepada wisatawan mancanegara. | Dok Pribadi
Memperkenalkan salah satu potensi ekowisata Indonesia kepada wisatawan mancanegara. | Dok Pribadi

Ekowisata yang dijalankan dengan benar akan menjadi bentuk kompromi paling ideal bagaimana keseimbangan tercipta antara menghasilkan dampak ekonomi bagi masyarakat, melestarikan lingkungan dan budaya, serta menjaga keberlanjutan dari sisi manfaat jangka panjang.

Kedudukan pariwisata sebagai sektor yang harus terintegrasi dan bersinergi dengan sektor-sektor di berbagai bidang juga membawa kompleksitas yang memerlukan usaha yang lebih keras bagi pemerintah maupun stakeholders pariwisata lainnya dalam memformulasikan strategi yang relevan.

Tidak sekadar menginjak pedal gas maksimal dalam aktivitas dan kampanye yang sifatnya promosional, atau mendatangkan investasi, namun lebih berpedoman untuk memfokuskan energi pada makna dan value dari wisata berkelanjutan yang menjadi sasaran.

Kata kunci 'kelas dunia' disini memainkan peran yang sangat penting untuk akselerasi pariwisata Indonesia ke level yang lebih tinggi. Karena jika dapat memenuhi kualifikasi global dalam pengelolaan pariwisata dan standar yang berlaku, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang ditargetkan pemerintah tidak lagi menjadi tujuan utama namun menjadi konsekuensi logis dan dampak manfaat dari misi yang dijalankan.

Beberapa langkah fundamental yang dapat dijadikan dasar formulasi strategi dalam pembangunan pariwisata dengan modal karunia alam Indonesia:

  • Fokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata Indonesia di berbagai tingkatan lewat investasi masif di bidang pelatihan, penyadartahuan wisata dan lingkungan, serta pendidikan pariwisata yang sesuai standar global dan mampu menjawab tantangan kondisi dinamis secara relevan. Modal alami yang besar harus didukung kemampuan SDM yang mumpuni dan mampu bersaing di kancah internasional. Masukkan pemahaman ekowisata sebagai mata pelajaran wajib sejak level sekolah dasar untuk membangun karakter sadar wisata & peduli lingkungan.
    Belajar memahami wisata alam lewat diskusi sejak usia dini dengan wisatawan mancanegara. | Dok Pribadi
    Belajar memahami wisata alam lewat diskusi sejak usia dini dengan wisatawan mancanegara. | Dok Pribadi
  • Resetting  prioritas pariwisata Indonesia. Target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara terlebih dahulu mesti disikapi dengan membangun pondasi pariwisata yang lebih kuat khususnya dalam pengelolaan destinasi yang bersesuaian dengan kelestarian lingkungan.
  • Kajian holistik (carrying capacity, regulasi, potensi dampak lingkungan, dllnya) sebelum mempromosikan destinasi-destinasi yang mengedepankan pariwisata berbasis alam harus dilakukan sebagai obligasi dan menjadi patokan menentukan arah kebijakan pariwisata di destinasi-destinasi tersebut.
  • Membangun destinasi wisata dengan karakter khas. Hindari mentalitas ATM (amati, tiru, modifikasi) yang kerap dipopulerkan banyak tenaga-tenaga pelatih dan pengajar bidang pariwisata selama ini karena seringkali menyebabkan pemahaman sesat. Keberagaman dan kekayaan alam Indonesia yang dimiliki banyak destinasi wisata harus dibangun dengan karakter khas dan kearifan lokalnya, bukan dengan mentah-mentah mengadopsi atau meniru konsep dari tempat lain yang dianggap telah populer yang lazim dijadikan shortcut untuk mengakselerasi kunjungan wisatawan namun tidak sesuai dengan kondisi destinasi yang ada.
  • Sinkronisasi orientasi pariwisata berkelanjutan dengan pembangunan destinasi wisata. Climate change, global warming, dan kerusakan lingkungan menjadi rangkaian isu dengan tingkat urgensi tinggi saat ini di level dunia. Sudah seharusnya sustainability menjadi dasar berbagai kebijakan dan orientasi pembangunan. 
  • Perhatian publik mancanegara yang besar terhadap permasalahan lingkungan juga direfleksikan lewat perilaku wisatawan yang semakin sadar dalam menjaga lingkungan dan tidak berpikir ulang dalam memviralkan suatu destinasi yang dianggap tidak layak setelah mengunjunginya. Karenanya perlu diambil langkah preventif serius dalam mempersiapkan destinasi wisata yang sesuai dengan kriteria standar secara global dan memahami preferensi pengunjung sebelum mempromosikannya.

Donasi pohon endemik simbolis menjadi salah satu aktivitas menarik bagi wisatawan mancanegara. | Dok Pribadi
Donasi pohon endemik simbolis menjadi salah satu aktivitas menarik bagi wisatawan mancanegara. | Dok Pribadi

Menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan wisata kelas dunia seperti tertera dalam visi pembangunan kepariwisataan nasional adalah sebuah keniscayaan dengan besarnya modal alami yang negeri kita miliki. Namun untuk mewujudkan visi tersebut akan sangat bergantung terhadap pondasi pariwisata yang dibangun di berbagai daerah di Indonesia.

Global standard di bidang pariwisata harus menjadi panglima dalam menentukan kebijakan, mengelola destinasi, dan dapat dijalankan oleh stakeholders pariwisata dan masyarakat dengan persepsi yang sama.

Referensi:

Laporan Koordinasi Peningkatan Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) Lintas Sektor Tahun 2021, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. https://ttci.kemenparekraf.go.id/uploaded/files/Laporan_TTCI_Booklet_20_01_2022.pdf

Arida, S. (n.d). Pemberdayaan Masyarakat Ekowisata, dan Pseudo-Ekowisata di Bali. Academia.edu. https://www.academia.edu/15434172/Pemberdayaan_Masyarakat_Ekowisata_dan_Pseudo_Ekowisata_di_Bali

Will Kenton, Greenwashing (2020) https://www.mongabay.co.id/2021/01/17/greenwashing-dan-pentingnya-standardisasi-produk-berlabel-ramah-lingkungan/

https://kilaskementerian.kompas.com/kemenparekraf/read/2019/03/09/090300227/dari-berlin-menpar-terbang-ke-paris-mengunjungi-markas-unesco

https://www.bps.go.id/indicator/16/1821/1/jumlah-kunjungan-wisatawan-mancanegara-ke-indonesia-menurut-kebangsaan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun