Diselenggarakan rutin setiap tahunnya di Kota Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, Festival Babukung merupakan salah satu manifestasi dari konservasi budaya tradisional Dayak yang dilakukan secara performatif.Â
Festival ini terpilih masuk ke dalam 100 Kharisma Event Nusantara (KEN) tahun 2022 yang menjadi strategi kolaborasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia bersama dengan Pemerintah-pemerintah Daerah dan stakeholder pariwisata untuk menggairahkan kembali pariwisata Indonesia. Tahun ini, puncak Festival Babukung diselenggarakan pada 28-30 November.
Suku Dayak di pulau Kalimantan kerap diasosiasikan dengan hal-hal berbau magis dan bernuansa mistis dalam banyak bentuk ritual maupun upacara adat terutama menyangkut keyakinan aslinya yaitu Kaharingan, aliran kepercayaan animisme warisan leluhur.
Ritual Babukung
Babukung sendiri adalah bagian dari ritual sakral suku Dayak Tomun yang mendiami sepanjang aliran sungai Lamandau di Kalimantan Tengah. Bukung berarti 'hantu', yang ditampilkan dalam wujud topeng yang menyerupai hantu dan bermacam karakter lainnya serta menjadi bagian dari prosesi kematian serta penguburan warga yang meninggal.
Babukung dilakukan dengan menampilkan tarian tradisional secara beramai-ramai dengan diiringi musik etnik yang disebut 'timpa' atau 'babamba'. Para penari menggunakan topeng yang disebut 'luha'.
Menurut kepercayaan Dayak Tomun, orang yang memakai luha secara konseptual kehilangan identitas manusianya, kemudian berubah menjadi roh yang diwakili oleh wujud luha itu sendiri, dan menemani arwah orang yang meninggal.
Meskipun secara tradisi diadakan dalam suasana duka, Babukung sejatinya bertujuan untuk menghibur sanak keluarga yang ditinggalkan mendiang, juga bentuk partisipasi serta solidaritas sesama masyarakat sekitar dengan saling membantu. Ketika terjadi kematian, warga sekitar berdatangan untuk membawa berbagai bantuan (uang, sembako, tuak, daging, dll) bagi keluarga yang berkabung.