Mohon tunggu...
Wahyu Bobi HandoKo Loebis
Wahyu Bobi HandoKo Loebis Mohon Tunggu... Etnomusicolog Consultan & Kolumnis -

Saya anak pertama dari dua bersaudara pendidikan terakhir saya SI,Lulusan USU&STIT MUSI Jurusan Etnomusicologi & PAI dengan IPK Terakhir 3,17 sewaktu saya kuliah saya suka menulis ,membaca, trveling ke tempat keramat atau yang memiliki nilai Historis Tinggi. Saat ini saya sedang berada di O Zero

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Duka Anak

13 Oktober 2015   10:30 Diperbarui: 13 Oktober 2015   10:41 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal lain ialah dalam pemberian punsihment para orang tua belum sadar Hukum ketika anak punya masalah sosial masih menegakkan kayu, rotan untuk memukul pantat masih bagian terpenting dalam penegakan disiplin, dalam negara yang berlandaskan pada hukum membagi perselisihan anak diantaranya; dalam konteks ini anak sebagai korban hal ini pula ditegaskan dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”),pasal penganiayaan ringan sesuai Pasal 351 jo. 352 KUHP, dan Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak.dengan hukuman “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).” Dalam konteks anak sebagai pelaku merunut pada Undang - Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas), terlepas dari maksud apapun itu anak tetaplah dilindungi.

Undang_Undang Perlindungan Anak memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap anak sebagai pelaku maupun anak sebagai korban tindak pidana, bila dibandingkan dengan Kitab Undang _undang Hukum Pidana (KUH Pidana) karena dalam Undang _Undang perlindungan Anak, sanksi yang diberikan kepada pelaku ada hukuman minimalnya, disamping itu terhadap pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana perkosaan dan pencabulan (asusila) terhadap anak terdapat sanksi yang cukup tinggi yaitu berupa hukuman pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan minimal 3 (tiga) tahun dengan denda maksimal Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) jadi cukup jelas bukan. Kemudian Reward (Penghargaan) pemahaman kita akan ini masih belum terevolusi oleh arti mengakui, saya fikir setiap tindakan yang menguntungkan dari pandangan manusia sebagai makhluk ekonomi patut diacungi jempol sebab kenapa kita sedang mencoba menggenggam hatinya nah tentu beranjak dari sini anak akan mendapatkan jati diri yang utuh.

Untuk menegaskan tentang ini saya mengutip satu pendapat dari Rogers Pakar Psikology perkembangan anak&remaja juga percaya bahwa dalam proses menjadi seseorang yang berfungsi penuh, diperlukan panduan dari dan oleh orang-orang yang penting dalam hidup kita, yaitu orang-orang yang dapat digolongkan sebagai “Significant Others” (orang-orang yang berarti) seperti orang tua atau teman-teman karib kita yaitu orang-orang yang merawat kita dan mencintai, menerima dan menghargai kita apapun yang kita perbuat (orang-orang yang bersikap positif tanpa syarat).

 

GENGGAM HATINYA

Saya fikir negara dari sudut hukum sudah bertanggung jawab dengan membentuk KPAI,KOMNAS HAM yang bertujuan untuk meminimalisir gejala dari perilaku anak hingga masalah yang ditimbulkan sesudahnya,namun sebagian diantara kita pesimis lalu beranggapan pemerintah tidak tanggap terhadap anak bangsa indonesia.kita masih jauh dari yang diharapkan oleh bapak pendidikan kita ki .hajar dewantara Kalimat Ing Ngarso Sung Thulodo(Di depan memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karso(di tengah memberi semangat ), Tut Wuri handayani (di belakang memberi dorongan )adalah kalimat yang dilontarkan Ki Hajar Dewantara yang bermakna “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”. belum memperbarui pemikiran sehingga persoalan anak itu dianggap tidak penting sehingga si orang tuanya hadir sebagai penuntut, untuk mendakwa Psikis bukan sebagai sahabat bijak yang sudi mendengarkan keluh kesah.

Sejatinya ada 3 rumah yang harus dikenalkan kepada anak,pertama rumah tempat kita berdiam diri mestinya orang tua membangun komunikasi Verbal maupun Non Verbal secara Horizontal &Vertikal, hal itu penting guna kehangatan keluarga bersama, peran Nilai&Norma dipegang teguh oleh ayah berikut ibu, menjunjung tinggi peradaban ketimuran termaktub dalam satu ungkapan melayu; adat serumah beramah _tamah, adat sekampung tolong_menolong, adat senegeri beri_memberi, adat sebangsa rasa_ merasa tanamkan pada dirinya rasa cinta kasih untuk kebaikan bersama.kelihatannya pada saat ini berbanding terbalik dari apa yang diharapakan adat serumah sumpah_ menyumpah adat, senegeri iri_ mengiri, adat sebangsa hina_ menghina, adat sekampung todong_ menodong. mestinya yang sesuai kita pakai, yang termakan biarkan tertelan, yang senonoh jadikan contoh yang sepadan jadikan teladan. Kemudian yang kedua Masjid atau (dalam istilah yang lebih elok lagi tempat ibadah).

Agar bisa membumikan bahasa, symbol tertentu dari sudut pemahaman agama masing_masing, kalau kita sadar betul makna kata ‘’Agama’’ merupakan ajakan untuk menyemai perdamaian menuai kasih antar sesama lalu ada satu pertanyaan kalau begitu orang yang suka berbuat perkosaan dibawah umur, pencabulan, kekerasan Verbal maupun Nonverbal pada anak budaya itu juga dirasakan oleh istri termasukkah mereka yang tidak punya agama? Jawabnya ialah ada satu ungkapan bijak yang sering saya dengar dari pembawa acara Takziah yang bunyinya begini; kesalahan datang dari diri saya kebenaran datang dari Allah dari situ nampak bahwa tuhan (membumikan bahasa agama tertentu) mengajak umatnya untuk senantiasa berbuat kebajikan bagi sesama mentatai aturan main dalama kehidupan dan tentu akan mendapat Reward itulah konsekuensi logis yang kodrati harus di jalani oleh manusia memilih jalan hidup hitam atau putih.

Dalam anggapan masyarakat awan tempat menyembah manusia tersebut difungsikan sebatas tempat ritual saja (Floor Ritual) yang hanya bisa kalau saat peribadatan semata, akan tetapi bila jauh kita memandang fungsi tempat suci itu dijadikan sebagai Pranata Sosial untuk memberikan pemahaman keberadaan tuhan dalam diri manusia, membawa diri dalam bingkai keteraturan, ketertiban hidup bersama bukan sampai disitu saja tempat ibadah harus bisa mensejahterakan penduduk sekitar bagaimana caranya? sangat sederhana namun butuh kesabaran dalam berbuat kumpulkan produk rumahan, management pedagang kecil untuk berjualan diplataran Masjid yang diharapkan mampu mengkampanyekan Cetak Rupiah demi sejahtera.

lalu yang terakhir sekolah saat ini yang terjadi anak bawa tas yang berisi buku beratnya 20 Kg, berdampak pada kesehatan punggungnya bisa_bisa badan bongkok lalu di lingkungan tersebut tidak membudaykan digital dalam proses pembelajaran agar tercipta anak didik yang bertanggung jawab, dana itu juga cara mengubah fungsi guru /pendidik (mengajar,mendidik,melatih) menjadi pengawas saja dilematis pendidikan akan berpengaruh pada jalan pikir generasi menjadi generasi tumbal.dalam sekolah juga harus digalakkan ruang ramah, managemen sampah bisa jadi satu Eksperimen guna mengasah ketajamana mata fikir dan yang jauh lebih utama mengasah mata bathin unruk tidak buang sampah sembarangan yang bisa merusak wajah kota tentu akan mengakibatkan abrasi sungai, tanah longsor. akan tetapi perlu diingat juga bahwa anak disitu merasakan suasana nyaman, aman, serta jauh dari hiruk_pikuk Brutalisme,. semoga saja bisa.  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun