Tetralogi Buru ditulis Pramoedya Ananta Toer waktu masih mendekam di kamp kerja paksa tanpa proses hukum pengadilan di Pulau Buru. Tetralogi ini merupakan roman empat serial : Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Bumi Manusia merupakan buku pertama dari Tetralogi Buru yang ditulis Sastrawan Indonesia terkenal yaitu Pramoedya Ananta Toer.
Dalam novel Bumi Manusia, Pram nama panggilannya menceritakan seorang keturunan Jawa bernama Minke (baca:mingke) yang tercatat sebagai pelajar di H.B.S dimana pada jaman dulu pribumi tidak bisa sekolah sampai sejauh itu, apalagi di H.B.S sebuah sekolah yang kebanyakan siswanya dari kaum totok Belanda, hanya Minke satu-satunya Pribumi.
Bumi Manusia juga menceritakan bagaimana rumitnya kehidupan tokoh utama yaitu Minke dalam menghadapi berbagai masalahnya, tak lupa juga Pram menggambarkan bagaimana kehidupan seorang Pribumi yang tak mampu lepas dari bayang-bayang seorang Eropa.
Pram menggambarkan karakter Minke sebagai seorang yang cerdas, pandai menulis, berilmu pengetahuan, mampu membaca dan menulis bahasa Belanda dengan baik walaupun seorang Pribumi, berani melawan penindasan terhadap dirinya dan bangsanya. Latar waktu diambil pada abad ke-20 an dengan tempat sekitar Wonokromo dan Surabaya.
Kisah Minke bermula saat bersekolah di H.B.S. Minke diajak oleh temannya yang bernama Robert Suurhof yang memanggil Minke dengan sebutan philogynik, ke daerah Wonokromo, sebuah rumah berpapan nama Boerderij Buitenzorg yang merupakan rumah Belanda dengan penghuninya seorang Indo dan terdapat seorang Pribumi.
Sebuah rumah yang membuat kehidupan Minke berubah dan tepat di sinilah akan banyak permasalahan muncul. Tanpa di sengaja kunjungan Minke dan Robert Suurhof ke Wonokromo membuat Minke mengenal Keluarga Tuan Herman Mellema dengan Gundiknya Nyai Ontosoroh yang merupakan keturunan Pribumi dengan anaknya yang Indo Robert Mellema dan Annelies Mellema.
Kisah percintaan Minke dan Annelies pun di mulai, Minke yang jatuh cinta pada pandang pertama kepada dara keturunan Indo, Annelies Mellema yang digambarkan bak seorang bidadari dengan kulitnya yang putih, halus, mata bagaikan sepasang kejora. Sepertinya keberuntungan sedang ada di pihak Minke, Annelies pun juga mencintai Minke pada hari pertama mereka berjumpa, sebab tak pernah ada tamu di rumah mewah tersebut semenjak sebuah tragedi besar menimpa keluarga Mellema.
Minke merupakan tamu pertama Annelies dan yang membuat keceriaan di dalam rumah berpapan nama Boerderij Buitenzorg. Semenjak kunjungan Minke ke Wonokromo, Annelies selalu merindukan Minke dan sebaliknya Minke selalu memikirkan Annelies.
Surat datang dari Wonokromo ke pemondokan Minke, surat berisi permintaan kunjungan Minke ke Wonokromo demi seorang dara cantik yang sedang merindukan dirinya. Desakan Nyai Ontosoroh yang meminta Minke untuk tinggal di rumahnya bersama Annelies.
Minke gelisah dan bimbang, memikirkan pendapat umum tentang keluarga Nyai Ontosoroh yang seorang Gundik. Gundik berarti simpanan orang Eropa, tinggal bersama dan tidak menikah secara resmi, Nyai merupakan sebutan untuk seorang Gundik pada masa kolonial.
"Pendapat umum perlu dan harus diindahkan, dihormati, kalau benar. Kalau salah, mengapa diindahkan dan dihormati? Kau terpelajar Minke, seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu"