Mohon tunggu...
Lilis Juwita
Lilis Juwita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku

Painting, Art, Poem, Short Story n Graphic Design That's Really Me. Aku bukan Wonder Woman, aku juga bukan Kartini, aku bukan Bidadari tanpa Sayap, aku bukan satu dari 7 Selendang Pelangi yang hilang, aku cuma perempuan yang takut panas, debu dan kucing. Aku cuma perempuan yang “Tak Biasa” ♪♫•*¨*•.¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¨*•♫♪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Reflection

3 Maret 2021   19:41 Diperbarui: 3 Maret 2021   19:55 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sampai satu jam petugas menyerahkan hasil test di selembar kertas di bagian bawah tertulis Negatif, namun yang terpenting adalah aku bisa pergi beberapa saat untuk menghindari kontak langsung dengan ibu setidaknya selama dua pekan ke depan.

Seperti makan buah simalakama bukan lagi sekadar peribahasa, benar-benar dilema yang sulit untuk dipilih.

***

Tepat pukul 11.30 kereta melaju, gerbong yang kutumpangi hanya memuat beberapa penumpang. Dua orang penumpang yang kebetulan berpapasan ketika aku hendak menaruh backpack di bagasi yang berada tepat di bagian atas tempat dudukku saling berpandangan dengan tatapan penuh curiga.

"Hati-hati mba, itu yang dibawa samurai ya?"

Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaannya, ternyata mereka berpikir tracking pole yang tersembul dari tas punggung yang kubawa adalah sebilah samurai. Mungkin lebih tepatnya menahan tawa ketika menyadari apa yang menjadi penyebab mereka begitu ketakutan ketika berpapasan tadi.

"Nggak apa-apa pak jangan takut, ini hanya tracking pole." Aku mencoba menjelaskan, namun tetap saja belum berkurang kecurigaan mereka terlihat ketika tak seorang pun dari keduanya berniat membantuku yang bersusah payah menaikkan backpack.

Kereta api membelah malam membawaku menuju stasiun terakhir Pasar Turi, hampir pukul 19.00 waktu setempat meskipun belum terlalu larut aku memutuskan bergegas memesan transportasi online untuk segera mengantarku ke stasiun Gubeng, biar ada waktu untuk rehat sejenak melepas penat sebelum melanjutkan perjalanan dengan kereta api menuju Banyuwangi.

Hujan turun sejak siang, hampir sepanjang perjalanan butir-butir air seperti ditumpahkan dari langit membuat aku beberapa kali mengusap kaca jendela dan berusaha membuka mata menyeruak kegelapan dari balik jendela kereta yang membawaku meninggalkan kota dan semua rutinitasku. Derit rel kereta api terdengar begitu jelas hampir memecahkan gendang telingaku hingga sesekali masih terbangun di sela kantukku.

Menjelang subuh kereta tiba di stasiun Banyuwangi Kota, hawa dingin menyergap menyambut kedatanganku di kota paling ujung timur pulau Jawa. Aku harus menunggu beberapa saat setelah Tristan yang akan menjemputku mengabarkan terlambat karena hujan belum juga berhenti.

Tristan adalah salah seorang tim kami dari Balai Konservasi yang akan menjadi tim leader selama dua pekan berada di lokasi penelitian dan beberapa rekan lain dari kota berbeda yang akan menjadi tim riset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun