Tidak sampai satu jam petugas menyerahkan hasil test di selembar kertas di bagian bawah tertulis Negatif, namun yang terpenting adalah aku bisa pergi beberapa saat untuk menghindari kontak langsung dengan ibu setidaknya selama dua pekan ke depan.
Seperti makan buah simalakama bukan lagi sekadar peribahasa, benar-benar dilema yang sulit untuk dipilih.
***
Tepat pukul 11.30 kereta melaju, gerbong yang kutumpangi hanya memuat beberapa penumpang. Dua orang penumpang yang kebetulan berpapasan ketika aku hendak menaruh backpack di bagasi yang berada tepat di bagian atas tempat dudukku saling berpandangan dengan tatapan penuh curiga.
"Hati-hati mba, itu yang dibawa samurai ya?"
Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaannya, ternyata mereka berpikir tracking pole yang tersembul dari tas punggung yang kubawa adalah sebilah samurai. Mungkin lebih tepatnya menahan tawa ketika menyadari apa yang menjadi penyebab mereka begitu ketakutan ketika berpapasan tadi.
"Nggak apa-apa pak jangan takut, ini hanya tracking pole." Aku mencoba menjelaskan, namun tetap saja belum berkurang kecurigaan mereka terlihat ketika tak seorang pun dari keduanya berniat membantuku yang bersusah payah menaikkan backpack.
Kereta api membelah malam membawaku menuju stasiun terakhir Pasar Turi, hampir pukul 19.00 waktu setempat meskipun belum terlalu larut aku memutuskan bergegas memesan transportasi online untuk segera mengantarku ke stasiun Gubeng, biar ada waktu untuk rehat sejenak melepas penat sebelum melanjutkan perjalanan dengan kereta api menuju Banyuwangi.
Hujan turun sejak siang, hampir sepanjang perjalanan butir-butir air seperti ditumpahkan dari langit membuat aku beberapa kali mengusap kaca jendela dan berusaha membuka mata menyeruak kegelapan dari balik jendela kereta yang membawaku meninggalkan kota dan semua rutinitasku. Derit rel kereta api terdengar begitu jelas hampir memecahkan gendang telingaku hingga sesekali masih terbangun di sela kantukku.
Menjelang subuh kereta tiba di stasiun Banyuwangi Kota, hawa dingin menyergap menyambut kedatanganku di kota paling ujung timur pulau Jawa. Aku harus menunggu beberapa saat setelah Tristan yang akan menjemputku mengabarkan terlambat karena hujan belum juga berhenti.
Tristan adalah salah seorang tim kami dari Balai Konservasi yang akan menjadi tim leader selama dua pekan berada di lokasi penelitian dan beberapa rekan lain dari kota berbeda yang akan menjadi tim riset.