Bu Asri hanya diam ketika aku melangkahkan kaki setelah pamit siang itu. Ada senyum yang tersembunyi di balik raut wajahnya yang bergeming.
***
Menjadi kebiasaanku setiap usai dari sebuah perjalanan selalu merangkai ribuan kata, merangkumnya dalam kisah indah seperti semua cerita pendek mengalir dari jari-jariku yang menari di atas keyboard laptop tetapi tidak untuk kepulanganku sekarang. Hatiku seakan menyangkalnya dan membiarkan kisah itu hilang begitu saja. Memutus segala keinginan untuk membungkusnya dengan romantisme Pulau Dewata.
Membiasakan diri, memposisikan sebagai teman biasa atau lebih tepatnya menempatkan diri pada tempat yang seharusnya akan lebih baik daripada memaksakan kehendak pada tempat yang dianggap salah. Ingin rasanya memenuhi janji untuk menuliskan semua tentangmu pada kisah yang kutulis. Tapi sudah tidak mungkin bila aku tak pernah menjadi bagian kisahmu.
Aku kembali menekuri aktivitas sebelum bergabung dengan EO, selama berjam-jam berada di depan komputer untuk menterjemahkan dan menuliskan logika pada layar berwarna hitam, berkutat dengan baris-baris script bahasa pemrograman kemudian mendeskripsikannya sehingga sebuah program berjalan seperti yang ku mau. Aku lebih menyukai pekerjaanku melakukan coding. Tapi kamu terlalu sulit untuk kupecahkan, I am a Coder... Tapi belum mampu menuliskan dan memecahkan kisah tentang kita.
Aku mendapati diri terbangun pada senja, tetapi yang terlihat dari balik jendela kamar adalah rinai hujan bukan Jingga, bukan Lembayung di Pantai Pandawa. Dan aku tidak sedang bermimpi.
Denpasar, November 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H