Menurut Komnas Perlindungan Anak, perundungan terjadi ketika seseorang atau kelompok berulang kali menggunakan kekerasan fisik dan psikologis terhadap korban yang tidak berdaya. Perundungan didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku berulang yang dilakukan tanpa perlawanan terhadap korban yang secara fisik atau mental lebih lemah oleh seseorang atau kelompok yang merasa lebih kuat dengan tujuan membuat korban menderita secara fisik, verbal, emosional, atau psikologis.
Menurut Pasal 1 angka 15a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perundungan termasuk salah satu bentuk kekerasan terhadap anak.Â
Menurut undang-undang ini, kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, emosional, seksual, atau penelantaran. Hal ini juga mencakup pemaksaan, ancaman kekerasan, dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang. Pengesahan UU Perlindungan Anak menunjukkan bagaimana hukum dapat berfungsi sebagai panduan atau pembatasan sikap, perbuatan, atau perilaku seseorang ketika terlibat dalam interaksi sosial dan kegiatan lainnya.
Korban perundungan mungkin menghadapi masalah emosional dan perilaku yang berkepanjangan. Karena perundungan menanamkan perasaan tidak pasti, kesepian, rendah diri, dan intimidasi, hal ini dapat menyebabkan depresi atau stres yang dapat berujung pada bunuh diri. Efek jangka panjang lainnya yang kurang terlihat adalah menurunnya kesehatan psikologis dan adaptasi sosial yang buruk. Menurut penelitian, individu yang diintimidasi mengalami berbagai emosi yang tidak nyaman, seperti kebencian, kemarahan, kesal, kesedihan, ketakutan, penghinaan, kesedihan, ketidaknyamanan, dan ancaman, tetapi tidak mampu mengatasinya.Â
Emosi ini pada akhirnya dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan tidak berharga. Emosi ini juga cenderung menyulitkan mereka yang mengalaminya untuk berintegrasi ke dalam masyarakat. Bahkan jika mereka terus menghadiri kelas, kinerja akademik mereka biasanya menurun, dan mereka sering membolos dengan sengaja. Mereka ingin keluar dari sekolah atau pindah ke sekolah lain.Â
Dampak psikologis yang paling parah dari perundungan adalah potensi korban untuk memiliki masalah psikologis seperti kecemasan yang berlebihan, ketakutan yang terus-menerus, kemurungan, pikiran untuk bunuh diri, dan gejala gangguan stres pascatrauma. Emosi ini juga dirasakan oleh korban, yang mungkin juga merasa bahwa hidup ini tidak ada harapan, takut bertemu dengan pelaku, kesedihan, dan bahkan keinginan untuk memotong tangannya sendiri. Akibatnya, kehidupan sosial korban sangat terpengaruh oleh perundungan ini.
Perlindungan Hukum Bagi Anak dalam Kasus Bullying
Dalam rangka menciptakan ketertiban dan kedamaian serta memungkinkan masyarakat untuk menikmati harkat dan martabat kemanusiaannya, Setiono mendefinisikan perlindungan hukum sebagai suatu tindakan atau usaha untuk melindungi warga negara dari tindakan sewenang-wenang pemerintah yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Perlindungan hukum terdiri dari dua jenis: represif dan preventif. Perlindungan hukum preventif, semacam perlindungan yang diberikan oleh pemerintah, mencoba menghentikan pelanggaran sebelum terjadi.Â
Untuk menegakkan tanggung jawab dan menghindari pelanggaran, perlindungan hukum ini dimasukkan ke dalam undang-undang sebagai pedoman atau batasan. Garis pertahanan terakhir adalah perlindungan hukum yang bersifat memaksa, yang mencakup denda, penahanan, dan hukuman lain yang diberlakukan jika terjadi sengketa atau tindak pidana. Biasanya, salah satu tujuan hukuman adalah penyelesaian konflik, dan perlindungan korban sejalan dengan itu. Dengan menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pidana, hal ini akan mendorong perdamaian dan membantu masyarakat untuk kembali seimbang.
Ada berbagai taktik yang dapat digunakan untuk memerangi kejahatan, termasuk tindakan yang bersifat preventif dan represif, serta tindakan yang melanggar hukum dan melalui metode lain, seperti kekerasan yang terkait dengan perundungan. Inisiatif untuk perlindungan hukum bagi anak-anak yang telah menjadi korban kekerasan dikoordinasikan dan diperkuat melalui kerja sama lokal, nasional, regional dan internasional. Salah satu strategi untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak adalah mengembangkan koordinasi jangka panjang di antara para pemangku kepentingan.Â
Kekerasan dapat dihindari dengan menerapkan metode yang memberikan prioritas utama pada hak-hak anak dalam semua kebijakan dan program pemerintah dan masyarakat, memberdayakan anak-anak sebagai subjek dari hak-hak mereka terhadap kekerasan, dan memberikan akses kepada anak-anak untuk mendapatkan layanan dasar di bidang kesejahteraan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Salah satu tujuan pemidanaan adalah penyelesaian konflik, yang terkait dengan perlindungan korban. Dengan menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan yang melanggar hukum, hal ini akan meningkatkan keharmonisan dalam masyarakat.
Korban dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku kekerasan dengan alasan pelaku melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), yang didefinisikan sebagai setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.Â
Perundungan masih marak terjadi di Indonesia sendiri, dan banyak korban yang tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, hak-hak korban juga dijelaskan dalam Pasal 59 ayat (1), yang dilakukan oleh:
- Intervensi tepat waktu, termasuk pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya, serta terapi dan/atau rehabilitasi fisik, psikologis, dan sosial.
- Dukungan psikososial selama terapi dan hingga pemulihan;
- Bantuan sosial untuk anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan rendah.
- Menawarkan pembelaan dan dukungan dalam semua proses hukum.
Namun, masih banyak masalah dalam penegakan hukum terkait perlindungan anak dari perundungan, antara lain: Masih kurangnya kecepatan dalam hal terapi atau rehabilitasi, baik secara fisik maupun psikologis, serta pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya, tidak adanya dukungan psikososial, tidak adanya bantuan sosial untuk anak keluarga berpenghasilan rendah, tidak ada bantuan yang diberikan kepada anak di bawah umur yang menjadi korban perundungan.
Di Indonesia, perlindungan hukum bagi korban perundungan masih sangat minim. Karena sifatnya yang mengucilkan secara sosial, perundungan relasional lebih sulit dibuktikan di pengadilan daripada perundungan fisik atau verbal. Oleh karena itu, kedua jenis perundungan tersebut - fisik dan verbal - lebih dapat diterapkan dalam konteks insiden perundungan daripada perundungan relasional. Hal ini dikarenakan luka fisik dapat digunakan sebagai bukti perundungan fisik, sementara trauma dan kecemasan dapat digunakan sebagai bukti perundungan verbal.Â
Namun, hubungan yang bersifat relasional sulit untuk dibuktikan. Selain itu, sumber daya manusia dengan keahlian psikologis juga dibutuhkan, terutama ketika menangani trauma psikologis korban. Sebagai gambaran, di setiap sekolah seharusnya ada guru yang menangani masalah anak, khususnya guru BK (bimbingan konseling), meskipun tidak semuanya memiliki latar belakang psikologi.
Salah satu hal pertama yang dapat dilakukan untuk melindungi anak-anak yang menjadi korban perundungan adalah dengan mengamati setiap perubahan yang terjadi pada anak dan segera mendekatinya. Kedua, Bersikaplah tenang sambil meyakinkan anak bahwa mereka telah terlindungi dari perundungan di masa depan.Ketiga yaitu segera beri tahu pengajar atau institusi tentang situasi tersebut. Selanjutnya adalah Mintalah guru BK (konselor sekolah) untuk menyelidiki apa yang terjadi.Â
Yang kelima yaitu meminta informasi dari pihak sekolah tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dan yang terakhir adalah tunjukkan kepada anak-anak bagaimana menangani perundungan yang bisa saja terjadi kepadanya.
Penulis : Moch. Rival Aditya dan Imaduddin Hamzah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H