Mohon tunggu...
56 BIMBINGANKEMASYARAKATAN
56 BIMBINGANKEMASYARAKATAN Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Kementerian Hukum dan HAM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Kekerasan Pelajar terhadap Orang Lanjut Usia di Tapanuli Selatan

12 Mei 2023   00:34 Diperbarui: 12 Mei 2023   00:40 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Disusun oleh:

  • Monica Astia Theresia Panjaitan
  • Imaduddin Hamzah

PENDAHULUAN

Masalah kekerasan yang dilakukan oleh pelajar di sekolah menjadi salah satu permasalahan serius di Indonesia. Berbagai kasus kekerasan telah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Tapanuli Selatan pada November 2022 lalu. Salah satu kasus yang cukup mencuat adalah kekerasan yang dilakukan oleh seorang pelajar terhadap seorang nenek yang mengakibatkan korban terluka dan memicu kegaduhan di media sosial. 

Tindakan kekerasan tersebut tidak hanya merugikan korban dan keluarganya, tetapi juga mencerminkan keadaan yang tidak kondusif dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian tentang kasus kekerasan pelajar di Tapanuli Selatan ini dianggap penting untuk memberikan gambaran tentang kondisi lingkungan pendidikan yang ada, serta dampak psikologis yang ditimbulkannya pada korban, keluarga, dan pelaku kekerasan.

Selain itu, dampak psikologis dari kasus kekerasan pelajar terhadap orang lanjut usia juga perlu dipertimbangkan. Orang lanjut usia seringkali menjadi korban kekerasan karena rentannya fisik dan keterbatasan mobilitas yang dimilikinya. Kasus kekerasan terhadap orang lanjut usia dapat meninggalkan dampak psikologis yang serius, termasuk trauma dan depresi yang berkepanjangan. 

Oleh karena itu, penting bagi pihak-pihak terkait untuk memberikan perhatian khusus terhadap dampak psikologis yang ditimbulkan dari kasus kekerasan pelajar terhadap orang lanjut usia di Tapanuli Selatan. Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor penyebab dan dampak psikologis dari kasus kekerasan pelajar terhadap orang lanjut usia di Tapanuli Selatan, sehingga dapat menjadi dasar untuk pengembangan strategi pencegahan dan penanganan kasus serupa di masa depan.

Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi sangat relevan dalam kasus kekerasan pelajar di Tapanuli Selatan. UU ini memberikan dasar hukum dan tata cara penanganan kasus kekerasan yang melibatkan pelajar di Indonesia, termasuk di Tapanuli Selatan.

Menurut UU tersebut, setiap anak yang terlibat dalam tindak pidana memiliki hak untuk memperoleh perlindungan, pengasuhan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang layak sebagai anak. Selain itu, UU No. 11 Tahun 2012 juga menetapkan bahwa pelaku tindak pidana yang masih di bawah umur akan ditangani oleh sistem peradilan pidana anak. Sistem peradilan pidana anak berbeda dengan sistem peradilan pidana dewasa karena menitikberatkan pada rehabilitasi dan pembinaan anak, bukan hukuman dan balas dendam.

Dalam kasus kekerasan pelajar di Tapanuli Selatan, pelaku yang masih di bawah umur akan ditangani oleh sistem peradilan pidana anak, sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012. Selain itu, UU tersebut juga mengatur tentang upaya-upaya rehabilitasi dan pembinaan yang dapat dilakukan terhadap pelaku kekerasan anak. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait, termasuk psikolog dan pekerja sosial, harus terlibat dalam memberikan intervensi dan pemulihan psikologis terhadap pelaku kekerasan anak, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengkaji secara mendalam kasus kekerasan pelajar terhadap orang lanjut usia di Tapanuli Selatan, khususnya dalam hal faktor penyebab dan dampak psikologis yang terjadi pada korban dan pelaku. Selain itu, penulisan jurnal ini juga bertujuan untuk membahas pentingnya intervensi psikologis terhadap pelaku kekerasan anak, khususnya melalui pendekatan kognitif-perilaku, sebagai bagian dari upaya rehabilitasi dan pembinaan anak yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Melalui penulisan jurnal ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi anak dan sistem peradilan pidana anak, serta memberikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak terkait dalam penanganan kasus kekerasan anak di Indonesia.

PEMBAHASAN

Pada 10 November 2022, seorang pelajar di sebuah sekolah menengah atas di Tapanuli Selatan diduga melakukan kekerasan fisik terhadap seorang nenek. Dalam video yang tersebar di media sosial, pelajar tersebut terlihat menendang nenek tersebut hingga terjatuh. Video tersebut kemudian menjadi viral di media sosial dan menimbulkan reaksi publik yang cukup besar. Pihak kepolisian kemudian melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut, dan pada 12 November 2022 pelajar yang terlibat dalam kekerasan tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Pelajar tersebut kemudian ditahan dan dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menjerat pelaku kekerasan terhadap anak atau lanjut usia dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pihak sekolah dan orang tua pelajar tersebut juga turut dimintai keterangan oleh pihak kepolisian untuk memberikan bimbingan dan dukungan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan.

Faktor penyebab kekerasan pelajar terhadap orang lanjut usia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta pengaruh media sosial. Dalam kasus pelajar yang menendang nenek di Tapanuli Selatan, faktor penyebab kekerasan tersebut masih dalam tahap penyelidikan, namun dapat diduga adanya faktor pengaruh lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah yang berperan penting dalam kasus tersebut.

Faktor iseng atau coba-coba merupakan salah satu faktor yang sering muncul dalam kasus kekerasan pelajar. Pada kasus pelajar yang menendang nenek di Tapanuli Selatan, pelaku juga mengaku melakukan tindakan tersebut karena iseng. Faktor iseng ini seringkali disebabkan oleh kurangnya pemahaman pelajar mengenai dampak dari tindakan kekerasan yang mereka lakukan.

Namun, perlu diingat bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini sejalan dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa setiap anak yang melakukan tindak pidana harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, perlu dilakukan intervensi psikologis yang tepat untuk mengatasi faktor-faktor yang memicu perilaku kekerasan pada pelajar. Intervensi psikologis yang tepat dapat membantu pelajar untuk memahami dampak dari tindakan kekerasan yang mereka lakukan serta memberikan pengajaran tentang cara mengatasi masalah dan konflik dengan cara yang lebih positif dan damai.

Dampak psikologis pada korban kekerasan oleh pelajar dapat berupa trauma, depresi, dan rasa takut yang berkepanjangan, serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik pada korban. Sedangkan dampak psikologis pada pelaku kekerasan, apabila tidak ditangani dengan tepat, dapat berdampak pada kecenderungan melakukan kekerasan lagi di masa depan. Oleh karena itu, intervensi psikologis terhadap pelaku kekerasan anak sangat penting dilakukan, termasuk melalui pendekatan kognitif-perilaku, yang bertujuan untuk membantu pelaku memahami dan mengubah perilaku kekerasan yang tidak diinginkan.

Dalam hal ini, Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memuat ketentuan mengenai rehabilitasi dan pembinaan anak yang melakukan tindakan kekerasan, dengan mengutamakan pendekatan restoratif dan kepentingan terbaik bagi anak. Dalam hal ini, intervensi psikologis yang tepat terhadap pelaku kekerasan anak dapat membantu dalam proses rehabilitasi dan pembinaan anak, sehingga dapat mengurangi kecenderungan melakukan tindakan kekerasan lagi di masa depan. Namun, anak pelaku kekerasan juga harus diberikan sanksi sesuai dengan tingkat kekerasan yang dilakukan dan diupayakan untuk memberikan tindakan perbaikan agar tidak mengulangi perbuatannya. Oleh karena itu, penanganan kasus kekerasan pelajar terhadap orang lanjut usia harus dilakukan dengan pendekatan yang tepat dan dilakukan oleh pihak yang memahami masalah psikologis pada pelaku dan korban.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar pada kasus di Tapanuli Selatan merupakan tindak pidana yang harus diproses secara hukum. Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, setiap anak yang melakukan tindak pidana harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada kasus tersebut, pelaku kekerasan adalah seorang pelajar di bawah umur. Sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012, anak yang melakukan tindak pidana di bawah umur 12 tahun tidak dapat dikenakan pidana. Namun, anak yang berusia 12-14 tahun dapat dikenakan pidana apabila telah terbukti melakukan tindak pidana dengan kesengajaan dan kesadaran.

Berdasarkan keterangan dari pihak kepolisian, pelaku dalam kasus ini berusia 14 tahun dan terbukti melakukan tindak pidana dengan kesengajaan dan kesadaran. Oleh karena itu, pelaku dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain sanksi pidana, pelaku juga harus mendapatkan intervensi psikologis untuk mengatasi faktor-faktor yang memicu perilaku kekerasan yang mereka lakukan. Hal ini dapat membantu pelaku untuk memahami dampak dari tindakan kekerasan yang mereka lakukan serta memberikan pengajaran tentang cara mengatasi masalah dan konflik dengan cara yang lebih positif dan damai.

KESIMPULAN

Kasus kekerasan yang dilakukan oleh pelajar terhadap seorang nenek di Tapanuli Selatan menjadi sorotan masyarakat. Kekerasan yang terjadi merupakan tindakan kriminal yang melanggar hukum dan etika sosial. Dalam kasus ini, pelaku melakukan penganiayaan terhadap korban secara fisik dengan menendang hingga tersungkur. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan pada orang lanjut usia (lansia) tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga, namun dapat terjadi di lingkungan yang lain, seperti lingkungan sekolah. Faktor penyebab kekerasan oleh pelajar terhadap orang lansia dapat berasal dari lingkungan keluarga, teman sebaya, media sosial, serta faktor internal dari pelaku itu sendiri.

Dampak dari kekerasan yang terjadi pada korban adalah trauma psikologis dan kepercayaan diri yang menurun. Selain itu, keluarga korban juga merasakan dampak dari kejadian ini, yaitu rasa trauma, kekhawatiran, dan kesedihan. Sementara itu, pelaku juga merasakan dampak dari tindakan yang dilakukannya, seperti rasa penyesalan, kehilangan reputasi, dan ketakutan akan hukuman yang akan diterimanya.

Dalam menangani kasus ini, Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi acuan dalam memberikan vonis kepada pelaku. Pelaku dalam kasus ini masih berstatus sebagai pelajar, sehingga harus diadili dengan pendekatan yang sesuai dengan hukum anak. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki kesalahannya dan menghindari kejahatan di masa depan. Selain itu, perlu juga dilakukan pendampingan psikologis bagi pelaku dan korban untuk membantu mereka mengatasi dampak psikologis yang terjadi. Pendidikan tentang etika sosial dan penanaman nilai-nilai kebaikan juga perlu diberikan pada pelajar untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah.

Kesimpulannya, kasus kekerasan oleh pelajar terhadap orang lansia harus ditangani secara serius dan tegas. Perlu dilakukan pendekatan yang tepat dengan memperhatikan status pelaku sebagai anak. Faktor penyebab dan dampak psikologis harus diperhatikan dalam penanganan kasus ini. Pendidikan tentang etika sosial dan penanaman nilai-nilai kebaikan perlu diberikan pada pelajar untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Selain itu, perlu dilakukan pendampingan psikologis bagi pelaku dan korban untuk membantu mereka mengatasi dampak psikologis yang terjadi.

SARAN

Untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan, perlu dilakukan beberapa tindakan. Pertama, pendidikan tentang penghormatan pada orang lanjut usia dan non-kekerasan perlu diberikan secara intensif di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Hal ini penting agar nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi sejak dini oleh para pelajar dan mereka memahami betapa pentingnya menghormati orang yang lebih tua. Kedua, perlu adanya pengawasan yang ketat dari pihak sekolah dan orang tua terhadap perilaku pelajar. Peran orang tua sangat penting dalam mengawasi anak-anak mereka dan memberikan pengarahan terkait nilai-nilai moral yang baik. Sementara itu, pihak sekolah juga harus memberikan pengawasan yang lebih ketat dalam lingkungan sekolah dan melakukan tindakan yang tegas terhadap pelajar yang melakukan tindakan kekerasan. Ketiga, dibutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi anak-anak. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan berbagai kegiatan yang mendukung pengembangan karakter dan keterampilan sosial pelajar, seperti kegiatan ekstrakurikuler, mentoring, dan pengembangan komunitas.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Pelajar Tendang Nenek di Tapanuli Selatan: Kronologi Hingga Pelaku Tersangka. https://news.detik.com/berita/d-6424046/pelajar-tendang-nenek-di-tapanuli-selatan-kronologi-hingga-pelaku-tersangka Ardi, H. (2018). Perilaku kekerasan pelajar pada sekolah menengah atas di Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 12(1), 21-25.

Febrianto, B. (2019). Kekerasan pelajar terhadap guru di Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Pekanbaru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 5(2), 89-98.

Marpaung, E. S. (2016). Kekerasan pelajar pada lingkungan sekolah dan faktor yang mempengaruhinya di Kota Medan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Dasar, 1(2), 89-97.

Mulyana, S., & Widyawati, W. (2020). Pengaruh lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah terhadap perilaku kekerasan pelajar. Jurnal Psikologi, 17(1), 56-63.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun