Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembapan 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit
Perkebunan kelapa sawit di belitang hulu berapa tahun belakang berkebang dengan pesat, terutama dilihat dari perkembangan luas lahan, peroduksi, Jumlah tenaga kerja, dan nilai ekspor kelapa sawit. Perkembangan luas lahan kebun kelapa sawit tersebut bahkan lebih cepat jikalau di bandingkan dengan perkembangan luas kebun karet di belitang hulu yang merupakan tanaman tradisional masyarakat.
Dengan masuknya perkebunan kelapa sawit di belitang hulu dirasakan  sangat  baik. Dan dengan adanya perkebuanan kelapa sawit perusahaan ikut serta dalam membangun daerah tersebut hal ini dapat dilihat dari keterlibatan perusahaan dalam membangun infrastruktur seperti jalan, sekolah, listrik serta menyediakan lowongan pekerjaan untuk masyarakat sekitar perusaaan.Â
Oleh sebab itu, para petani juga berkepentingan untuk meningkatkan penghasilan pertaniannya dan penghasilan keluarganya.Â
Selain jumlah produksinya yang harus ditingkatkan maka biaya produksinya juga dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga penerimaan dari penjualan hasilnya dapat dinaikkan setinggi-tingginya. Inilah yang disebut usahatani yang efisien dan menguntungkan. Â
Pendapatan masyarakat
Contoh:
Luas lahan  petani rata-rata 3 ha
Jumlah TBS(Tandan Buah Segar) Rp 4.000 kg
Harga TBS Rp 1.700/kg
Jumlah TBS Rp 4.000 x 1.700 =Rp 6.800.000
Pengeluaran:
Karyawan panen 3 orang     : Rp 300.000
Biaya angkutan            : Rp 800.000
Biaya lain-lain             : Rp 150.000
Jumlah pengeluaran          : Rp 1.250.000
Pendapatan Rp 6.800.000 -- Pengularan Rp 1.250.000 = Rp 5.550.000
Jadi jikalau di lihat dari hasil perhitungan diatas kelapa sawit sangat menunjang perekonomian masyarakat untuk yang lebih baik lagi.
Permasalahan
      Masalah yang sering di hadapi oleh petani dalam pengelolaan usaha perkebunan kelapa sawit adalah kurangnya pengetahuan dalam hal teknis budidaya,perawatan tanaman serta penggunaan jumlah sarana produksi yang tepat dan optimal, pengaruh cuaca juga ikut dalam menambah permasalahan petani maupun perusahaan.
      Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Selain hama, penyakit juga menimbulkan masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan G. boninense merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi.
      Masalah yang masih dihadapi oleh para petani diantaranya adalah aspek harga produksi yang sering mengalami fluktuasi (naik-turun).Â
Masalah harga komoditi hasil pertanian yang sering tidak stabil (dalam hal ini komoditi kelapa sawit), tentunya sangat merugikan para petani karena harga bahan-bahan produksi seperti pupuk dan herbisida cenderung mengalami kenaikan begitu juga dengan upah tenaga kerja yang masih relatif tinggi sehingga hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan biaya produksi yang akan dikeluarkan.Â
Para petani juga cenderung berpikir sederhana tentang penggunaan sarana produksi terhadap usahataninya, maka hal ini sering menimbulkan biaya produksi yang bervariasi, dimana mereka tidak mengetahui tingkat penggunaan biaya yang tepat akan sarana produksinya sehingga hal ini akan menimbulkan peningkatan pada biaya produksi usahataninya.