"Seluruh dunia terguncang hebat, dan guntur menggelegar, diikuti hujan lebat dan badai, tetapi air hujan itu bukannya mematikan ledakan api 'Gunung Kapi' melainkan semakin mengobarkannya, suaranya mengerikan, akhirnya 'Gunung Kapi' dengan suara dahsyat meledak berkeping-keping dan tenggelam ke bagian terdalam dari bumi"
Itulah sepenggal isi Kitab ditulis pujangga Jawa, Ronggowarsito. Salinan kitab itu masih tersimpan rapi di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Kitab itu diterbitkan tahun 1869, 14 tahun sebelum letusan Krakatau (Inggris: Krakatoa volcanoes) pada 27 Agustus 1883.
Korban bergelimpangan, sampai dengan sekarang sudah menembus korban meninggal  lebih dari 300an dan korban luka-luka hingga ribuan jiwa dan yang mengungsi  juga sudah mencapai ribuan jiwa juga. begtulah jika alam sedang mencari keseimbangannya. Seperti hidup kita yang juga perlu keseimbangan. Pun demikian jika kita kaitkan dengan ibadah. Bahwa ibadah ritual sejatinya juga seimbang dengan ibadah sosial.
Ya, Gunung krakatau memang masih menyimpan misteri, setelah induknya menghancurkan 2/3 gunung itu, kini muncul anaknya, anak gunung krakatau yang terus hidup sepertinya karena semakin hari semakin tinggi , aku ingin melihatnya lebih dekat, aku inign menikmati letusannya dan jelas ingin juga snorkeling di lautnya nan jernih
Dan taaaaraaaa, akhirnya tiba juga waktu itu, kami berkumpul di Kp Rambutan tepat pukul 19.00, P(f) Faisal, Nina, Mbak Ade, dan Wawan "Bimbim" Tuber. Ada beberapa kawan kami yang lain berangkatnya dari terminal Pulogadung, Tj Priok dan juga ada yang dari Cilegon, namun kami menyebutnya (Cilondon, hahahaha) dan nanti kami akan bertemu di Pelabuhan Merak. Jadi meeting pointnya ada di beberapa titik.
Waw, Jika terealisasi kita sebagai bangsa, jelas akan mempunyai kebanggaan tersendiri, apalagi jika dilakukan oleh anak bangsa sendiri juga. Dan yang pasti, semoga tidak ada antrian-antrian truk lagi yang sampai belasan kilometer, ketika ombak atau cuaca tidak mendukung. Dan jelas ini akan melancarkan distribusi semuanya, dari hasil kebun, sembako dll.
Jalan sempat terhenti di tol karena sedang dalam perbaikan. Mungkin ini dikerjakan untuk mengantisipasi ledakan pemudik. Namun ada pertanyaannya yang menggelitik hati ini, kenapa ya, selalu saja setiap mau Lebaran hamper semua jalan di perbaiki, pantura juga demikian, dan jalain lagi juga begitu.Â
Seteleh itu di biarkan terbengkalai, apakah ini hanya permainan proyek saja. -forget it- Kembali mobil berjalan tersendat. Aku bersama teman-teman sudah merasa bahwa rombongan kami adalah rombongan terakhir yang tiba di Merak. Kami tiba tepat pukul 00.00 di Pelabuhan Merak.Â
Ternyata fikiran yang sempat ada tadi di kepala saya tidak benar kawan, rupanya masih ada beberapa kawan lain lagi yang masih dalam perjalanan. Tepat pukul 01.00 dini hari kita menuju kapal very dan berangkat menuju pelabuah Bakauheuni. Ini dia perjalanan yang melelahkan. Sekira 5 jam di atas very, dengan terombang ambing ombak lautan dan kencangnya angin itu kita tiba juga. Oh ya belum lagi kapal kita mau sandar di Dermaga Bakauheuni harus antri dulu, karena ada beberapa kapal very yang sedang parkir. Dan very yang kami tumpangi harus menunggu gilirannya.
Kami tibadi Pelabuhan Bakau sekira jam 06.00 pagi, udara masih segar, namun mata masih kantuk kawan, karena di very itu saya tidak bisa tidur, walaupun banyak sekali orang-orang yang tertidur pulas di emperan kapal itu, berselimutkan sarung, membuka SB dan beralaskan tikar atau koran saja.. dari dermaga Bakauheuni kami mencarter mobil, 3 buah angkot telah menunggu kami untuk membawa kami dermaga canti, ya sebuah dermaga kecil yang hanya untuk menampung kapal-kapal motor saja. Untuk melanjutkan ke sebuah pulau yang sangat dekat dengan gunung anak krakatau. Sebesi Island i'm coming.
Sebelum terjadinya letusana Gunung Krakatau sepertinya Pulau Jawa dan Pulau Sumatra terhubung, ini bisa jadi, karena menurut penduduk sekitar juga, bahwa mereka pernah menemui lorong dan jalan kereta disana, belum lagi perhiasan dan benda purbakala yang sudah di temukan oleh penduduk setempat. Atau mungkin aku berspekulasi bahwa Bangsa Atlantis adalah memang benar adanya terletaknya persis di sekitar Gunung Krakatu tersebut. Ini di kuatkan oleh Profesor Santos dari Brazilia mengakui bahwa Bangsa Atlantis ada di negeri tercinta ini.
Pulau Sebesi ini juga merupakan pulau penghasil kelapa, pisang dan coklat. Pulau ini dihuni oleh sekira 2,400 warga yang tersebar dalam beberapa dusun namun masih dalam wilayah satu desa, yaitu desa Tejang Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. Hanya ada masing-masing 1 SD, SMP dan SMA.
Kami menikmati alam ini kawan, bergembira, bersnorkling ria dan bahkan kami mendaki gunung anak krakatau yang sedang aktif, namun kami hanya diperbolehkan hingga patok 4, dari 9 patok yang ada. Memang pada saat kami mendaki anak gunung krakatau sedang memancarkan abunya yang sedemikian dahsyat. Kecantikan dibalik keindahan itulah yang tergambar dari anak Gunung Krakatau. Bagaimana tidak, antara lautan dan gunung bersatu menciptakan harmoni alam yang luar biasa, pijarannya ketika malam hari bagikan nyala lampu yang di atur berjejer.
Kebersamaan ini begitu erat, seerta jabatan tangan, saling menguatkan satu sama lain, semua bersatu karena mempunyai rasa yang sama, inign menikmati indahnya alam nusantara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H