Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menggapai Mahkota Dewi Anjani (II); Dwilogi Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Rinjani

7 November 2018   13:09 Diperbarui: 7 November 2018   18:14 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anginnya begitu kencang, berkekuatan tinggi dan bisa membawa kami ambrol ke dalam jurang nan dalam. Kang Tege berteriak memanggil Bang Togi dan ucok Fandi yang dengan santainya masih berjalan. Aku bersembunyi di balik batu yang sepertinya itu adalah perlindungan terakhir untuk menghadang laju badai itu, bang Togi bercerita dan mengingatkan akan film The Way Back, kami semua bersembunyi di balik batu, menunggu badai reda kawan, pengalaman yang luar biasa bagiku, badai datang secara tiba-tiba dengan membawa hawa dingin yang sangat. Aku menggigil, semua kawanku pun demikian.

img-7562-jpg-5be2a5bcaeebe170ba03d196.jpg
img-7562-jpg-5be2a5bcaeebe170ba03d196.jpg
Badai hebat itu belum juga reda, sementara pendaki-pendaki lain juga sibuk mencari tempat berlindung di balik batu itu. Ucok Fandi sudah merasakan tanganya tidak berasa. Dan kesalahan fatal. Ucok mengenakan sarung tangan yang jari-jarinya tidak tertutup, itu adalah kesalahan fatal, Cok. Mboiy Nyot tampak pucat pasi, Om Locker sudah mengambil ancang-ancang untuk turun, sementara aku, Kang Tege, Tutu, Wilda, Mira, Febi, dan Bang Togi masih berusaha untuk terus berjalan melawan badai itu. 

Bang Togi akhirnya turun, safety first dia bilangnya, Wilda pun demikian, Febi dan Mira juga. Yang masih terus ingin muncak aku, Kang Tege, Tutu, Rian dan Zaki. Aku lawan badai itu. Karena aku yakin pendakian dan penantianku akan sangat tinggal sedikit lagi, aku yakin itu, aku bulatkan tekad, aku motivasi diriku sendiri, bahawa aku akan mampu mengalahakan rasa itu. 

Tutu berjalan di depan sendirian kawan, wanita ini sungguh luar biasa, aku teringat kembali ketika kami mendaki Gunung Sumbing,  https://www.kompasiana.com/4ym4r4/5a2a13ea677ffb420d679792/pendakian-gunung-sumbing-sebuah-catatan-perjalanan?page=all Tutu adalah bidadari satu-satunya dalam tim kami dan mempunyai semangat yang luar biasa. Aku di belakang Tutu beberapa meter. nakun tidak terlihat karena kabut itu menutupi pandanganku. 

img-7579-jpg-5be2a74caeebe11f5c2bb2f8.jpg
img-7579-jpg-5be2a74caeebe11f5c2bb2f8.jpg
Badai semakin kencang, anginnya membuat aku sedikit terhuyung dan untung aku masih mampu menjaga keseimbangan. disinilah rupanya letak "kesaktian" sarungku kawan, yang tadi di atas aku bilang akan aku ceritakan tentang "kesaktian" sarungku, pada saat badai inilah rupanya sarungku berguna dengan sangat dan ia mampu mengantarkanku menjejakkan kaki di puncak Rinjani, serta ia juga menjaga dari terpaan angin dan badai yang besar tadi.

Sementara Kang Tege, Rian dan Zaki di belakangku. Bayangkan kawan, jalur yang kami lalui, adalah jalan setapak yang langsung berhadapan dengan kanan kiri jurang, dan itu membuat badai atau angin menjadi super kencang karena tidak ada penghalangnya. Sementara pandangan kami selalu tertutupi kabut tebal. Perjuangan yang luar biasa. 

2012-05-14-469-5be2a79243322f309b54b672.jpg
2012-05-14-469-5be2a79243322f309b54b672.jpg
Aku hampir putus asa dan hendak turun lagi, nyaris aku turun lagi. Kekuatan badai dan kabut itu nyaris meruntuhkan tekadku. asaku mengambang hampir terbawa badai itu. Namun aku berfikir, di atas Tutu sendiri dari tim kami, aku berfikir tentang keselamatan Tutu, dan aku harus menemaninya. Aku kuatkan tekad itu.

Tekad itu muncul kembali dan aku mendapatkan suntikan semangat lagi dari seseorang pendaki yang bertemu di bawah tadi, yang memberi semangad kepadaku, meneriakkan kata-kata, "kang Ay..sebentar lagi sampai Puncak Anjaniiiiii" berkali-kali dia teriak begitu, tekadku kembali membara, asa ku tumbuh dan aku kerahkan semua sisa tenaga yang ada. Satu langkah. Terus berjalan. Langkah buta aku terjang saja. 

Sekira 6 jam waktu yang aku butuhkan dari plawangan untuk menggapai puncak, Anjani, akhirnya aku tiba di Puncak anjani sekira jam 08.00 atau jam 09.00 pagi. Karena sedari dari, matahari tidak menampakkan cahayanya, tidak memberikan sinarnya yang ada hanya kabutmu. Kabut dan kabut.

img-7570-jpg-5be294f8c112fe4669120cfc.jpg
img-7570-jpg-5be294f8c112fe4669120cfc.jpg
Kuhampiri Tutu dan langsung kami berpelukan. Di puncak itu, tidak terlihat bentangan alam rinjani, danau segara anak. Karena semua bentangan itu tertutupi oleh kabut. Aku ambil senjata pamungkasku untuk mengabadikan moment itu. Hanya altar kecil, batuan dan tiang bendera yang jatuh serta tulisan 3.726 mdpl yang ada. 

img-0064-jpg-5be294bf6ddcae469c7abc24.jpg
img-0064-jpg-5be294bf6ddcae469c7abc24.jpg
dsc09867-jpg-5be294a543322f17db798b75.jpg
dsc09867-jpg-5be294a543322f17db798b75.jpg
Tak lama berselang, Kang Tege tiba kami pun berpelukan dan kemudian Rian, Zaki menyusul di belakang kami. Perjuangan yang luar biasa itupun kami lalui. dan pastinya akan mempunyai cerita masing-masing dalam kepala kawan-kawanku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun